Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Rasyid Ridha
Pengacara

Advokat/pengacara, Peneliti pada PASAGI - Centre for Indonesian Indigenous Studies.

Desekularisasi Entitas Alam

Kompas.com - 25/07/2024, 11:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SUDAH sejak lama hubungan harmonis antara manusia modern dengan berbagai entitas alam di Indonesia terputus. Manusia modern seolah semakin tidak peduli dan di level tertentu semakin bersikap kurang ajar terhadap entitas alam.

Hal ini bisa dilihat dari banyaknya orang maupun korporasi yang begitu mudah membuang sampah atau limbah ke sungai hingga melakukan perusakan lingkungan hidup, baik dengan menghancurkan kawasan hutan beserta biodiversitasnya, melakukan aktivitas penambangan, membangun infrastruktur dan mengubah tata ruang secara tak terkendali, dan sebagainya.

Perilaku semacam itu menunjukkan adanya pola hubungan yang beracun (toxic relationship) antara manusia dengan alam. Umumnya, pola hubungan semacam ini berakhir pada hancur dan sakitnya kedua belah pihak.

Problem Sekularisasi

Bila ditelusuri lebih dalam, disharmoni relasi antara manusia modern dengan alam di Indonesia berawal sejak adanya sekularisasi terhadap entitas alam.

Alam tidak lagi dilihat sebagai entitas sakral yang mesti disucikan, namun disekularisasi, dimana ia sekadar dilihat sebagai benda profan dan benda mati biasa.

Sekularisasi tersebut terjadi secara bertahap dan berproses, seiring dengan hadirnya modernitas, kapitalisme, industrialisme, kolonialisme, negara modern, bahkan agama-agama tradisi semitik di Indonesia.

Jika kapitalisme, industrialisme, kolonialisme dan negara modern melihat entitas alam sebagai benda mati yang dapat dikomodifikasi serta dikomersilkan, agama-agama tradisi semitik cenderung tidak memandang penting penghormatan atas entitas alam yang ada di sekitar kehidupan manusia, sebab hal tersebut bukanlah fokus utama ajarannya.

Bila modernitas kerap menstigma praktik sakralisasi entitas alam sebagai “cara pikir dan perilaku primitif”, para penganut tradisi agama-agama semitik kerap menstigma praktik sakralisasi entitas alam sebagai “perilaku pagan, penyembah berhala, bid'ah, musyrik, dan semacamnya”.

Baik itu modernitas maupun ajaran agama-agama tradisi semitik telah banyak mengubah paradigma serta cara pandang dunia kebanyakan manusia modern di Indonesia saat ini, khususnya bagaimana mereka memandang dan memaknai keberadaan entitas alam.

Pergeseran paradigma ini bisa dilihat dari banyaknya manusia modern Indonesia yang cenderung lebih memikirkan kota atau tanah antah berantah menurut cerita ajaran agama-agama tradisi semitik tersebut, misalnya, ketimbang memikir entitas alam yang ada di sekitarnya.

Padahal kebanyakan manusia modern Indonesia sendiri tidak memiliki ikatan pengalaman yang kuat dengan kota atau tanah tersebut, bahkan tidak terdapat pula hubungan praktis dengan kehidupan sehari-harinya.

Sekalipun agama-agama tradisi semitik adalah institusi agama yang dianggap mengajarkan pengetahuan keagamaan yang sakral, namun yang terjadi justru mereka-lah yang sesungguhnya mensekularisasi entitas alam itu sendiri.

Sekularisasi telah mencabut keterikatan hubungan emosional dan spiritual antara manusia dengan entitas alam.

Alih-alih menghormati dan mensucikan entitas alam, kebanyakan manusia modern di Indonesia saat ini memilih untuk merusak dan mengeksploitasinya.

Persis pada titik ini, manusia modern mengalienasi kesadaran dan diri dari tanah maupun entitas alam lingkungannya sendiri.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Teknologi Pendinginan Bisa Cegah 2 Miliar Ton Emisi Akibat Food Loss

Teknologi Pendinginan Bisa Cegah 2 Miliar Ton Emisi Akibat Food Loss

LSM/Figur
Kemenko Marves dan IGCN Kolaborasi Pusat Unggulan Rumput Laut

Kemenko Marves dan IGCN Kolaborasi Pusat Unggulan Rumput Laut

Pemerintah
Studi: Industri Peternakan Sapi Dapat Kurangi Emisi Hingga 30 Persen

Studi: Industri Peternakan Sapi Dapat Kurangi Emisi Hingga 30 Persen

Pemerintah
RGE Komitmen Dukung Transisi Energi Hijau, Targetkan 90 Persen Energi Bersih pada 2030

RGE Komitmen Dukung Transisi Energi Hijau, Targetkan 90 Persen Energi Bersih pada 2030

Swasta
Berkat Program CSR Vinilon Group dan Solar Chapter, Warga Desa Banuan Kini Merdeka Air Bersih

Berkat Program CSR Vinilon Group dan Solar Chapter, Warga Desa Banuan Kini Merdeka Air Bersih

Swasta
Kelola Limbah Plastik, Amandina Raih Penghargaan 'ESG Tech Environmental Services'

Kelola Limbah Plastik, Amandina Raih Penghargaan "ESG Tech Environmental Services"

Swasta
PBB: Planet yang Sehat  Disumbang dari Laut yang Juga Sehat

PBB: Planet yang Sehat Disumbang dari Laut yang Juga Sehat

LSM/Figur
Perlindungan Terhadap Biodiversitas Tingkatkan Perekonomian Bangsa

Perlindungan Terhadap Biodiversitas Tingkatkan Perekonomian Bangsa

Pemerintah
Pemerintah Ungkap Indonesia Punya Potensi Energi Surya 3.300 GW

Pemerintah Ungkap Indonesia Punya Potensi Energi Surya 3.300 GW

Pemerintah
Mengintip Strategi Efisiensi Energi Sido Muncul hingga Raih Lestari Awards 2024

Mengintip Strategi Efisiensi Energi Sido Muncul hingga Raih Lestari Awards 2024

Swasta
HUT Ke-70 SGM, Beri Dukungan Gizi dan Pendidikan untuk Generasi Indonesia

HUT Ke-70 SGM, Beri Dukungan Gizi dan Pendidikan untuk Generasi Indonesia

Swasta
Potensi Laut RI Melimpah, Tapi Baru Sumbang 7,9 Persen PDB

Potensi Laut RI Melimpah, Tapi Baru Sumbang 7,9 Persen PDB

Pemerintah
Standar Penegakan Hukum Jadi Katalis Investasi Keuangan Berkelanjutan

Standar Penegakan Hukum Jadi Katalis Investasi Keuangan Berkelanjutan

LSM/Figur
Sri Mulyani Serukan Sinyaling Harga Karbon Internasional

Sri Mulyani Serukan Sinyaling Harga Karbon Internasional

Pemerintah
China Berkomitmen Terapkan Tata Kelola Keanekaragaman Hayati

China Berkomitmen Terapkan Tata Kelola Keanekaragaman Hayati

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau