Terakhir, ada mineral lintas sektor (cross-cutting minerals) seperti tembaga dan nikel. Mineral-mineral ini digunakan dalam berbagai teknologi dan dianggap sebagai elemen fundamental dalam mendukung transisi ekonomi hijau.
Dengan potensi peningkatan kebutuhan mineral kritis untuk transisi menuju ekonomi hijau, siapa pun yang memiliki akses ke sumber daya ini akan menjadi sangat penting.
Sebagai contoh, Chili, Kongo, dan Peru adalah tiga negara penghasil tembaga terbesar di dunia, yang menyumbang hampir 45 persen produksi tembaga global.
Dalam hal pengolahan tembaga, Tiongkok, Chili, dan Jepang adalah tiga negara terbesar, yaitu hampir 60 persen.
Untuk nikel, Indonesia adalah produsen terbesar (49 persen), disusul Filipina (10 persen), dan Rusia (6 persen). Sedangkan untuk pengolahan nikel adalah Indonesia (43 persen), Tiongkok (17 persen), dan Rusia (5 persen).
Mineral kritis lainnya, seperti kobalt, litium, grafit, dan unsur logam langka, lebih terkonsentrasi di beberapa negara. Tiga negara terbesar penghasil masing-masing mineral ini berkontribusi lebih dari 70 persen terhadap produksi global.
Untuk industri pengolahan kobalt, litium, grafit, dan unsur logam langka, Tiongkok memiliki dominasi yang signifikan.
Tiongkok sangat bergantung pada impor bahan mentah dari berbagai negara, terutama dari Kongo untuk memenuhi kebutuhan industrinya.
Fakta di atas menunjukkan bagaimana rantai pasok mineral kritis secara global. Satu hal penting lain adalah bagaimana memastikan bahwa proses yang dilakukan semuanya bersih dan hijau.
Sebagai contoh, kita harus berhati-hati agar kebutuhan mendesak akan mineral kritis tidak menyebabkan penambangan berlebihan dan pembuangan limbah ke laut.
Kasus lain seperti di Kongo di mana terjadi pelibatan pekerja anak juga harus kita hindari. Jika hal-hal ini terjadi, maka transisi energi bersih sebenarnya dilakukan dengan cara yang tidak bersih.
Setidaknya, pada pertemuan Menteri bidang Minerals tingkat ASEAN pada November 2023 di Kamboja sudah mendeklarasikan tentang promosi ASEAN sebagai tujuan investasi pembangunan mineral berkelanjutan (sustainable minerals development).
Oleh karena itu, sangat penting memastikan bahwa semua proses untuk mendapatkan energi bersih juga "dilakukan dengan bersih."
Konsep penambangan mineral yang berkelanjutan harus menjadi prioritas. Ini bukan hanya sekadar wacana, tetapi harus benar-benar diimplementasikan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya