Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisnis Energi Terbarukan Lebih Menggiurkan, Muhammadiyah Jangan Garap Tambang

Kompas.com, 29 Juli 2024, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Alih-alih mengurus tambang, Muhammadiyah diminta untuk ikut serta dalam bisnis energi terbarukan berbasis komunitas karena potensi keuntungannya yang lebih tinggi.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudistira mengatakan, total keuntungan yang diterima pelaku usaha dari energi terbarukan berbasis komunitas bisa mencapai Rp 9.750 triliun.

Selain itu, mengembangkan energi terbarukan berbasis komunitas secara masif bisa menyerap 97 juta tenaga kerja.

Baca juga: Muhammadiyah Terima Izin Tambang, Bahlil: Ini Barang Bagus..

Contoh energi terbarukan tersebut seperti pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) hingga pembangkit lsitrik tenaga mikrohidro (PLTMh) sesuai potensi masing-maising.

"Ini (energi terbarukan berbasis komunitas) bisnis yang cuan-nya besar sebetulnya dibandingkan mengurus tambang batu bara. Ada dampak lingkungan dan kesehatan yang perlu dimasukkan (kalau mengurus tambang)," kaya Bhima dalam diskusi publik yang digelar Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dipantau secara daring, Senin (29/7/2024).

Bhima menyampaikan, sekarang adalah saat yang tepat untuk terjun mengembangkan energi terbarukan berbasis komunitas karena surplusnya yang begitu besar.

Di samping itu, energi terbarukan bisa dikolaborasikan dengan berbagai fasilitas seperti rumah sakit, sekolah, atau pesantren yang telah dimiliki oleh organisasi masyarakat (ormas) keagamaan.

Di sisi lain, menengok berbagai dampak buruk yang ditimbulkan oleh tambang, Bhima menuturkan tidak ada pembenaran bagi ormas keagamaan yang turut andil dalam industri ekstraktif ini.

Baca juga: Muhammadiyah Klaim Tak Kejar Untung dalam Bisnis Tambang, Jatam: Omong Kosong

Bhima menyampaikan, berdasarkan studi yang dilakukan Celios, desa di sekitar tambang memiliki fasilitas esensial yang jelek seperti fasilitas kesehatan dan pendidikan.

Selain itu, tambang juga memicu konflik di masyarakat, baik itu konflik horizontal ataupun vertikal.

Bhima menyampaikan, jika Muhammadiyah berkukuh menggarap konsesi tambang, ormas keagamaan tersebut dikhawatirkan hanya sekadar menjadi broker dan menerima royalti saja.

"Apalagi ini (lahan konsesi) bekas tambang, cadangannya berapa? Apalagi kalau ada konflik, ada kerugian kesehatan, Muhammadiyah harus menanggung," ucap Bhima.

Sebelumnya, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah memutuskan menerima tawaran izin usaha pertambangan (IUP) dari pemerintah untuk organisasi masyarakat (ormas) keagamaan.

Baca juga: Muhammadiyah dan Upaya Hukum dalam Izin Tambang

Hal ini diputuskan dalam rapat konsolidasi nasional PP Muhammadiyah pada Minggu (28/7/2024) di Yogyakarta.

"Setelah mencermati masukan, kajian, serta beberapa kali pembahasan, rapat pleno PP Muhammadiyah pada tanggal 13 Juli 2024 memutuskan menerima IUP (Izin Usaha Pertambangan) yang ditawarkan oleh pemerintah," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti sebagaimana dilansir dari pemberitaan Kompas.com.

Muhammadiyah menilai, manusia diberikan wewenang untuk mengelola dan memanfaatkan sebaik-baiknya kekayaan alam itu untuk kesejahteraan hidup material dan spiritual dengan tetap menjaga keseimbangan dan tidak menimbulkan kerusakan di muka bumi.

Izin tambang di ormas keagamaan ini bermula dari kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Yahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Aturan itu mengizinkan ormas keagamaan mengelola lahan pertambangan. Secara spesifik, aturan itu tertuang dalam Pasal 83 A yang membahas soal Izin Usaha Pertambangan Khusus (WUIPK) secara prioritas.

Baca juga: NU dan Muhammadiyah yang Disatukan Izin Tambang

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Riset CELIOS: Lapangan Kerja dari Program MBG Terbatas dan Tak Merata
Riset CELIOS: Lapangan Kerja dari Program MBG Terbatas dan Tak Merata
LSM/Figur
Presiden Prabowo Beri 20.000 Hektar Lahan di Aceh untuk Gajah
Presiden Prabowo Beri 20.000 Hektar Lahan di Aceh untuk Gajah
Pemerintah
IWGFF: Bank Tak Ikut Tren Investasi Hijau, Risiko Reputasi akan Tinggi
IWGFF: Bank Tak Ikut Tren Investasi Hijau, Risiko Reputasi akan Tinggi
LSM/Figur
MBG Bikin Anak Lebih Aktif, Fokus, dan Rajin Belajar di Sekolah?, Riset Ini Ungkap Persepsi Orang Tua
MBG Bikin Anak Lebih Aktif, Fokus, dan Rajin Belajar di Sekolah?, Riset Ini Ungkap Persepsi Orang Tua
LSM/Figur
Mikroplastik Bisa Sebarkan Patogen Berbahaya, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
Mikroplastik Bisa Sebarkan Patogen Berbahaya, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
LSM/Figur
Greenpeace Soroti Krisis Iklim di Tengah Minimnya Ruang Aman Warga Jakarta
Greenpeace Soroti Krisis Iklim di Tengah Minimnya Ruang Aman Warga Jakarta
LSM/Figur
Interpol Sita 30.000 Satwa dan Tanaman Ilegal di 134 Negara, Perdagangan Daging Meningkat
Interpol Sita 30.000 Satwa dan Tanaman Ilegal di 134 Negara, Perdagangan Daging Meningkat
Pemerintah
PHE Konsisten Lestarikan Elang Jawa di Kamojang Jawa Barat
PHE Konsisten Lestarikan Elang Jawa di Kamojang Jawa Barat
Pemerintah
Indeks Investasi Hijau Ungkap Bank Nasional di Posisi Teratas Jalankan ESG
Indeks Investasi Hijau Ungkap Bank Nasional di Posisi Teratas Jalankan ESG
LSM/Figur
Korea Selatan Larang Label Plastik di Botol Air Minum per Januari 2026
Korea Selatan Larang Label Plastik di Botol Air Minum per Januari 2026
Pemerintah
Aturan Baru Uni Eropa, Wajibkan 25 Persen Plastik Daur Ulang di Mobil Baru
Aturan Baru Uni Eropa, Wajibkan 25 Persen Plastik Daur Ulang di Mobil Baru
Pemerintah
BRIN Soroti Banjir Sumatera, Indonesia Dinilai Tak Belajar dari Sejarah
BRIN Soroti Banjir Sumatera, Indonesia Dinilai Tak Belajar dari Sejarah
Pemerintah
KLH Periksa 8 Perusahaan Diduga Picu Banjir di Sumatera Utara
KLH Periksa 8 Perusahaan Diduga Picu Banjir di Sumatera Utara
Pemerintah
Banjir Sumatera, BMKG Dinilai Belum Serius Beri Peringatan Dini dan Dampaknya
Banjir Sumatera, BMKG Dinilai Belum Serius Beri Peringatan Dini dan Dampaknya
LSM/Figur
Mengenal Kemitraan Satu Atap Anak Usaha TAPG di Kalimantan Tengah, Apa Itu?
Mengenal Kemitraan Satu Atap Anak Usaha TAPG di Kalimantan Tengah, Apa Itu?
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau