Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Iryono
Praktisi Peneliti

Direktur Utama Pusat Riset Ekonomi dan Sosial Indonesia (PT. PRESISI). Peneliti Praktisi

Komitmen Indonesia Menuju Transisi Energi

Kompas.com - 30/07/2024, 09:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

INDONESIA masih mengandalkan energi fosil sebagai sumber utama, terutama minyak bumi, batu bara, dan gas alam.

Dari konsumsi harian sebanyak 1,6 juta barel, produksi domestik hanya sekitar 700.000-800.000 barel per hari.

Akibatnya, lebih dari setengah kebutuhan harus diimpor dan menyebabkan peluang defisit neraca perdagangan Indonesia semakin besar ketika rupiah tertekan.

Dikutip dari data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kebutuhan Indonesia akan energi fosil dari tahun ke tahun selalu meningkat dua kali lipat, angka ini juga diilustrasikan terus meningkat hingga 2050 nanti.

Padahal secara volume, energi fosil akan habis, di antaranya minyak bumi yang akan habis dalam sembilan tahun ke depan, gas bumi akan habis 22 tahun lagi, dan batu bara akan habis 65 tahun mendatang.

Jika kondisi ini terus berlanjut, maka tidak hanya defisit neraca perdagangan yang akan terjadi, tetapi tingginya biaya listrik akan terus menghantui segala kalangan di Indonesia.

Capaian transisi energi

Ketakutan akan kondisi gawat darurat dari penggunaan energi fosil telah membuka celah pemerintah melakukan pengembangan inovasi baru terkait energi terbarukan di Indonesia.

Sebutan yang tak asing berupa EBT atau renewable energi, Indonesia kini telah mencapai angka penerapannya sebesar 13,09 persen dari target 23 persen tahun 2025.

Beberapa implementasi untuk mendukung transisi energi terbarukan (EBT) di Indonesia antara lain pembangunan Green Industrial Park di Kalimantan Utara yang menggunakan energi dari Sungai Kayan. Potensi tenaga air Sungai Kayan diperkirakan mencapai 11-13 gigawatt.

Selain itu, Indonesia memiliki potensi energi hijau yang besar dari panas bumi. Dengan ratusan titik potensi yang tersebar di seluruh negeri, Indonesia memiliki salah satu potensi panas bumi terbesar di dunia.

Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, potensi panas bumi di Indonesia mencapai sekitar 23,4 gigawatt, sementara kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) adalah 2,3 gigawatt.

Hal ini menempatkan Indonesia di peringkat kedua dunia setelah Amerika Serikat dalam pemanfaatan panas bumi untuk pembangkit listrik.

Bioenergi memiliki potensi sebesar 57 GW dan telah dimanfaatkan sebesar 3,09 GW. Energi angin memiliki potensi 155 GW, namun baru dimanfaatkan 0,15 GW.

Terakhir energi laut atau samudera, meskipun memiliki potensi 60 GW, namun belum dimanfaatkan sama sekali.

Tantangan regulasi transisi energi

Indonesia sedang berada di persimpangan jalan dalam upayanya mengatasi tantangan energi dan lingkungan.

Berbagai regulasi transisi energi telah diperkenalkan dengan tujuan mempercepat peralihan dari energi fosil menuju energi terbarukan yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Mulai dari Undang-undang Energi Baru dan Terbarukan hingga Peraturan Presiden mengenai percepatan pengembangan energi terbarukan, pemerintah berusaha mewujudkan visi net zero emissions pada 2060.

Namun, proses ini tidak tanpa hambatan, dan berbagai tantangan muncul dalam implementasinya.

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi mengamanatkan pemerintah nasional dan pemerintah daerah untuk meningkatkan penyediaan Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBT) sesuai kewenangan masing-masing.

Sudah 17 tahun peraturan ini disahkan, tantangan impelementasi dari peraturan ini masih ada. Pengembangan energi terbarukan masih dianggap tidak kompetitif dibandingkan dengan energi fosil. Hal ini menyebabkan kurangnya investasi di sektor energi terbarukan.

Penelitian, pengembangan, dan penguasaan teknologi di bidang energi terbarukan masih terbatas di Indonesia, yang menghambat inovasi dan efisiensi dalam pemanfaatan energi terbarukan.

Meskipun ada beberapa perkembangan dan tantangan yang memengaruhi implementasinya. UU ini masih relevan dengan kondisi Indonesia saat ini.

Relevansi undang-undang ini dapat dilihat dari kebijakan energi terbarukan yang terus didorong oleh pemerintah Indonesia.

Dalam beberapa tahun terakhir, 22 provinsi di Indonesia telah memasukkan program pembentukan peraturan daerah terkait energi terbarukan untuk mendukung kebijakan ini.

Selanjutnya, ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang menetapkan arah pengelolaan energi nasional untuk mencapai ketahanan dan kemandirian energi.

Salah satu tantangan utama adalah penyesuaian target bauran energi baru terbarukan (EBT). Target awal yang ditetapkan KEN sebesar 23 persen pada 2025 kini telah direvisi menjadi 17-19 persen.

Selain itu, PP ini juga mengalami penyesuaian untuk mendukung komitmen perubahan iklim dan transisi energi menuju netral karbon pada 2060.

Target bauran energi untuk tahun 2060 diubah menjadi 70-72 persen EBT, sementara porsi energi fosil berkurang menjadi 30 persen.

Proses revisi PP ini juga mempertimbangkan kondisi ekonomi pasca-COVID-19 dengan menyesuaikan tingkat pertumbuhan ekonomi yang diharapkan menjadi 4-5 persen.

Hal ini menunjukkan bahwa meskipun PP Nomor 79 tahun 2014 masih relevan sebagai dasar kebijakan energi nasional, pembaruan yang sedang dilakukan penting untuk mengakomodasi perubahan strategis dan tantangan lingkungan baru.

Terakhir, regulasi yang masih dalam tahap pembahasan, yaitu Rancangan Undang-undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT).

Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional, Djoko Siswanto optimistis bahwa penyelesaian RPP KEN akan rampung secepatnya di tahun 2024.

RUU ini diinisiasi untuk memberikan kepastian hukum dan mendorong pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia, yang mencakup energi seperti amonia, hidrogen hijau, dan nuklir.

Dengan adanya RUU EBT, Indonesia berharap dapat memenuhi komitmen Paris Agreement dan mengurangi ketergantungan pada energi fosil secara bertahap hingga 2060.

Namun, penyusunan RUU EBT mengalami sejumlah polemik. Perdebatan mencakup aturan pemanfaatan energi nuklir.

Kementerian ESDM dan DPR masih belum mencapai kesepakatan mengenai bagian ini, yang merupakan salah satu dari Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang belum diselesaikan.

Kritik juga datang dari aspek lingkungan, di mana pembangunan pembangkit energi terbarukan seperti PLTA, PLTS, dan PLTPB dapat memiliki dampak negatif terhadap ekosistem jika tidak dilakukan dengan praktik terbaik untuk perlindungan lingkungan dan sosial.

Regulasi yang ada di Indonesia belum sepenuhnya efektif dalam menunjang target capaian transisi energi, terbukti dari pencapaian EBT yang baru mencapai 13,09 persen target 23 persen pada 2025.

Meskipun telah ada UU No. 30 Tahun 2007 dan PP No. 79 Tahun 2014, implementasinya masih terkendala oleh kurangnya daya saing energi terbarukan, keterbatasan teknologi, dan hambatan investasi.

Pemerintah sedang berupaya menyesuaikan regulasi melalui revisi PP dan penyusunan RUU EBT, namun masih menghadapi tantangan seperti perdebatan mengenai energi nuklir dan kekhawatiran dampak lingkungan.

Untuk mencapai target transisi energi, diperlukan perbaikan implementasi regulasi, peningkatan investasi, dan penyelesaian tantangan teknis serta ekonomi dalam pengembangan energi terbarukan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

CDP: Setengah Perusahaan Dunia Tak Gunakan Listrik Terbarukan

CDP: Setengah Perusahaan Dunia Tak Gunakan Listrik Terbarukan

LSM/Figur
PLN Jalin Kolaborasi dengan Pemain EBT Global untuk Transisi Energi

PLN Jalin Kolaborasi dengan Pemain EBT Global untuk Transisi Energi

Pemerintah
BP Taskin dan Genta Pangan Dorong Ketahanan Pangan Jadi Solusi Pengentasan Kemiskinan

BP Taskin dan Genta Pangan Dorong Ketahanan Pangan Jadi Solusi Pengentasan Kemiskinan

Pemerintah
Sistem Pangan Berkelanjutan Cegah 300 Juta Orang Kekurangan Gizi

Sistem Pangan Berkelanjutan Cegah 300 Juta Orang Kekurangan Gizi

Pemerintah
IFRS Foundation Terbitkan Panduan soal Keberlanjutan dalam Laporan Keuangan

IFRS Foundation Terbitkan Panduan soal Keberlanjutan dalam Laporan Keuangan

Swasta
WWF: Penurunan Populasi Satwa Liar Bisa Berdampak ke Ekonomi

WWF: Penurunan Populasi Satwa Liar Bisa Berdampak ke Ekonomi

LSM/Figur
Jakarta Dihantui Banjir Rob, Pemprov Bakal Bangun Tanggul Pantai

Jakarta Dihantui Banjir Rob, Pemprov Bakal Bangun Tanggul Pantai

Pemerintah
Perubahan Iklim Berakibat Kasus DBD Global Naik 19 Persen Tahun Ini

Perubahan Iklim Berakibat Kasus DBD Global Naik 19 Persen Tahun Ini

Pemerintah
5 Kerja Sama PLN untuk Transisi Energi pada COP29

5 Kerja Sama PLN untuk Transisi Energi pada COP29

Pemerintah
UMKM Butuh Dukungan 789 Miliar Dollar AS untuk Peluang Pertumbuhan Hijau

UMKM Butuh Dukungan 789 Miliar Dollar AS untuk Peluang Pertumbuhan Hijau

Pemerintah
Pemerintah Didesak Setop Perdagangan Karbon pada COP29

Pemerintah Didesak Setop Perdagangan Karbon pada COP29

LSM/Figur
Tanoto Foundation Gelar Simposium Perkuat Komitmen Kebijakan PAUD-HI

Tanoto Foundation Gelar Simposium Perkuat Komitmen Kebijakan PAUD-HI

LSM/Figur
90 Persen Pemimpin Bisnis Percaya AI Berdampak Positif pada Keberlanjutan

90 Persen Pemimpin Bisnis Percaya AI Berdampak Positif pada Keberlanjutan

Pemerintah
Sistem Penyimpanan Jadi Kunci Ketahanan Energi Terbarukan di Asia Tenggara

Sistem Penyimpanan Jadi Kunci Ketahanan Energi Terbarukan di Asia Tenggara

LSM/Figur
Bentuk Karakter Anak, KemenPPPA akan Hadirkan Ruang Bersama Merah Putih

Bentuk Karakter Anak, KemenPPPA akan Hadirkan Ruang Bersama Merah Putih

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau