Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Badan Geologi Ungkap Pemicu Tambang Galian C di Cirebon Longsor dan Tewaskan 14 Orang

Kompas.com - 31/05/2025, 21:17 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Geologi, Muhammad Wafid, mengungkapkan longsor yang terjadi di tambang galian C Gunung Kuda, Cirebon, Jawa Barat dipicu kemiringan lereng yang terjal serta gangguan pada lereng akibat pemotongan lereng. Sejauh ini tercatat bahwa longsor di area tersebut menyebabkan 14 orang tewas.

"Faktor penyebab terjadinya tanah longsor diperkirakan karena kemiringan lereng tebing yang sangat terjal lebih dari 45 derajat, lokasi gerakan tanah berada area tambang terbuka dengan metode penambangan teknik under cutting, dan kondisi tanah pelapukan dan litologi batuan yang labil," kata Wafid dalam keterangannya, Sabtu (31/5/2025).

Adapun longsor terjadi pada Jumat 30 Mei 2025 pukul 10.00 WIB. Wafid mencatat, berdasarkan data BPBD Kabupaten Cirebon, insiden itu menyebabkan empat orang lainnya luka-luka, delapan orang diperkirakan masih tertimbun material longsor, serta beberapa unit kendaraan jenis truk rusak berat dan tertimbun.

Baca juga: Picu Banjir dan Longsor, 12 Perusahaan di Bogor Dipaksa Bongkar Properti

Dia menjelaskan, batuan penyusun di lokasi bencana termasuk dalam satuan batuan terobosan andesit hipersten (Hya) yang memiliki komposisi mineral hipersten, plagioklas dan sedikit kuarsa. Merujuk pada Peta Prakiraan Wilayah Terjadinya Gerakan Tanah Provinsi pada Mei 2025, lokasi kejadian terletak di prakiraan gerakan tanah tinggi.

"Artinya, daerah yang mempunyai potensi tinggi untuk terjadi gerakan tanah. Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan di atas normal, sedangkan gerakan tanah lama dapat aktif kembali," tutur Wafid.

Sementara ini, pihaknya meminta agar warga sekitar segera mengungsi ke lokasi yang lebih aman lantaran masih berpotensi terjadi longsor susulan. Selain itu, memasang rambu rawan bencana longsor untuk meningkatkan kewaspadaan.

Baca juga: PBB Sebut 2,8 Miliar Orang Tidak Punya Akses Perumahan yang Layak

 

Evakuasi atau pencarian korban tertimbun pun harus memperhatikan cuaca dan lereng terjal.

"Rekomendasi lainnya, melakukan pemantauan secara rutin agar bisa mendeteksi lebih dini terkait potensi longsor, meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat untuk lebih mengenal dan memahami gerakan tanah dan gejala-gejala yang mengawalinya sebagai upaya mitigasi bencana," ucap Wafid.

"Masyarakat setempat diimbau untuk selalu mengikuti arahan dari pemerintah daerah atau BPBD setempat," imbuh dia.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Darurat Karhutla, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca di Sumut
Darurat Karhutla, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca di Sumut
Pemerintah
Dampak Berlapis Karhutla, Bunuh Harimau dan Hanguskan Habitatnya
Dampak Berlapis Karhutla, Bunuh Harimau dan Hanguskan Habitatnya
Pemerintah
Pakar Satwa Liar Ungkap, Lahan HTI Prabowo Perlu Restorasi Sebelum Jadi Rumah Gajah
Pakar Satwa Liar Ungkap, Lahan HTI Prabowo Perlu Restorasi Sebelum Jadi Rumah Gajah
LSM/Figur
IPB Kembangkan 6 Galur Ulat Sutra, Kurangi Impor hingga Jadi Solusi Gizi dan Lingkungan
IPB Kembangkan 6 Galur Ulat Sutra, Kurangi Impor hingga Jadi Solusi Gizi dan Lingkungan
Swasta
Ahli IPB: Hukum yang Kurang Bertaring Sebab Harimau Sumatera Kian Terdesak
Ahli IPB: Hukum yang Kurang Bertaring Sebab Harimau Sumatera Kian Terdesak
LSM/Figur
Usung Fesyen Berkelanjutan, Paramatex Bangun Stan Daur Ulang di PICA Fest 2025
Usung Fesyen Berkelanjutan, Paramatex Bangun Stan Daur Ulang di PICA Fest 2025
Swasta
Kearifan Lokal sebagai Jembatan Koeksistensi Manusia dan Harimau Sumatra
Kearifan Lokal sebagai Jembatan Koeksistensi Manusia dan Harimau Sumatra
LSM/Figur
Menhut Wanti-wanti Kemarau hingga Awal Agustus, Berpotensi Picu Karhutla
Menhut Wanti-wanti Kemarau hingga Awal Agustus, Berpotensi Picu Karhutla
Pemerintah
Mengapa Terumbu Karang yang Cantik Mendorong Konservasi yang Lebih Kuat
Mengapa Terumbu Karang yang Cantik Mendorong Konservasi yang Lebih Kuat
LSM/Figur
Pelajaran dari Riset di India: Jaga Harimau Juga Selamatkan Hutan dan Iklim
Pelajaran dari Riset di India: Jaga Harimau Juga Selamatkan Hutan dan Iklim
Pemerintah
Tambah Panel Surya, Lippo Malls Bisa Tekan Emisi Karbon hingga Ribuan Ton CO2 per Tahun
Tambah Panel Surya, Lippo Malls Bisa Tekan Emisi Karbon hingga Ribuan Ton CO2 per Tahun
Swasta
Untirta Pasang Panel Surya hingga Kelola Sampah dan Air di Kampus
Untirta Pasang Panel Surya hingga Kelola Sampah dan Air di Kampus
Swasta
Ancaman Nyata, Air Tawar di Seluruh Dunia Makin Menyusut
Ancaman Nyata, Air Tawar di Seluruh Dunia Makin Menyusut
Pemerintah
Banteng Jawa Menolak Punah, Anakan Bernama Exploitasia Lahir di Pangandaran
Banteng Jawa Menolak Punah, Anakan Bernama Exploitasia Lahir di Pangandaran
Pemerintah
Populasi Harimau Turun 10 Persen dari 2008 - 2017, Manusia Ancaman Terbesar
Populasi Harimau Turun 10 Persen dari 2008 - 2017, Manusia Ancaman Terbesar
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau