Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis Industri Penerbangan, Target Keberlanjutan Terancam Tak Tercapai

Kompas.com - 30/05/2025, 18:44 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber Reuters

KOMPAS.com - Perang dagang yang tidak menentu dan target lingkungan menjadi dua hal utama yang akan dibahas oleh para pemimpin maskapai penerbangan global dalam pertemuan tahunan yang berlangsung di India 1-3 Juni 2025.

Prospek masa depan industri ini terlihat suram karena kekhawatiran bahwa ketidakpastian politik global akan mengurangi minat orang untuk bepergian dan pada saat yang sama, meningkatkan biaya operasional bagi maskapai.

Melansir Reuters, Jumat (30/5/2025), lebih banyak orang bepergian dengan pesawat setelah pemulihan pasar penumpang pasca pandemi sepenuhnya, tetapi maskapai penerbangan secara global menghadapi tantangan serius yang menggerogoti profitabilitas mereka.

Tantangan-tantangan ini meliputi tekanan kenaikan biaya operasional, keterlambatan dalam pengiriman pesawat baru, masalah rantai pasokan yang terus-menerus serta penurunan harga tiket pesawat.

Selain itu perang dagang yang dilancarkan oleh Presiden Donald Trump telah secara drastis mengubah kondisi industri dirgantara global.

Baca juga: Unhas dan University of Hawai’i Bahas Kemiri Jadi Bahan Bakar Pesawat

Industri yang selama puluhan tahun menikmati perdagangan bebas tarif, kini harus menghadapi pengenaan pajak impor yang baru.

Hal ini menciptakan tingkat ketidakpastian dan risiko baru yang signifikan bagi seluruh sektor, mulai dari produsen pesawat hingga maskapai penerbangan, karena biaya operasional dan perencanaan bisnis menjadi lebih sulit diprediksi.

Meskipun maskapai penerbangan di Eropa dan Asia menikmati permintaan perjalanan udara yang kuat, sektor maskapai penerbangan di Amerika Serikat justru menghadapi masalah penurunan permintaan penumpang baru-baru ini.

Kondisi ini menyulitkan maskapai-maskapai AS untuk secara akurat memperkirakan tren perilaku penumpang di masa depan dan memproyeksikan biaya operasional mereka, sehingga menambah ketidakpastian dan tantangan dalam perencanaan bisnis.

Selain membahas perang dagang, maskapai global akan membicarakan mengenai keraguan pencapaian target nol bersih industri ini.

Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) memperingatkan bahwa maskapai penerbangan kemungkinan besar tidak akan mencapai target keberlanjutan mereka.

Kekhawatiran utama adalah masalah pendanaan untuk transisi menuju penggunaan Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan (SAF) dan pengembangan teknologi baru.

Baca juga: Studi: Hanya 10 dari 77 Maskapai yang Mendorong Penerapan SAF

Meskipun maskapai telah menyepakati pada tahun 2021 untuk mencapai target nol emisi bersih pada tahun 2050 , maskapai menghadapi tantangan utama yakni biaya pemakaian SAF.

SAF, yang terbuat dari limbah minyak dan biomassa, saat ini jauh lebih mahal daripada bahan bakar jet konvensional, sehingga menyulitkan implementasinya secara luas.

Direktur Jenderal IATA Willie Walsh pun mengatakan industri perlu mengevaluasi kembali komitmen tersebut.

"Maskapai penerbangan diharapkan menanggung biaya bahan bakar yang lebih mahal dan tidak mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan dari produsen SAF," kata Walsh.

IATA juga menyebut produksi SAF lambat. IATA melaporkan bahwa produksi SAF di seluruh dunia pada tahun 2024 hanya mencapai 1 juta metrik ton. Angka ini lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 1,5 juta metrik ton.

"Permintaan SAF terus melampaui pasokan, dan biayanya tetap sangat tinggi. Kerangka regulasi untuk mendorong produksi SAF masih belum berkembang, tidak konsisten, atau tidak memadai," kata Subhas Menon, direktur jenderal Asosiasi Maskapai Penerbangan Asia Pasifik.

Baca juga: Industri Sumbang 34 Persen Emisi, CSP Dorong Dekarbonisasi

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menteri LH Desak Pembenahan Lingkungan di Kawasan Industri Pulogadung
Menteri LH Desak Pembenahan Lingkungan di Kawasan Industri Pulogadung
Pemerintah
Cabai Palurah dari IPB, Solusi Pedas Berkelanjutan untuk Dapur dan Industri
Cabai Palurah dari IPB, Solusi Pedas Berkelanjutan untuk Dapur dan Industri
LSM/Figur
Produksi Hidrogen Lepas Pantai Tingkatkan Suhu Lokal, Perlu Mitigasi
Produksi Hidrogen Lepas Pantai Tingkatkan Suhu Lokal, Perlu Mitigasi
Pemerintah
Tanam 1.035 Pohon, Kemenhut Kompensasi Jejak Karbon Institusi
Tanam 1.035 Pohon, Kemenhut Kompensasi Jejak Karbon Institusi
Pemerintah
Valuasi Ekonomi Tunjukkan Raja Ampat Lebih Kaya dari Hasil Tambangnya
Valuasi Ekonomi Tunjukkan Raja Ampat Lebih Kaya dari Hasil Tambangnya
LSM/Figur
Murah tapi Mematikan: Pembakaran Plastik Tanpa Kontrol Hasilkan Dioksin dan Furan
Murah tapi Mematikan: Pembakaran Plastik Tanpa Kontrol Hasilkan Dioksin dan Furan
Pemerintah
Driver Ojol Mitra UMKM Grab Akan Dapat Insentif BBM dan KUR
Driver Ojol Mitra UMKM Grab Akan Dapat Insentif BBM dan KUR
Pemerintah
Menhut: Target NDC Perlu Realistis, Ambisius tetapi Tak Tercapai Malah Rugikan Indonesia
Menhut: Target NDC Perlu Realistis, Ambisius tetapi Tak Tercapai Malah Rugikan Indonesia
Pemerintah
Populasi Penguin Kaisar Turun 22 Persen dalam 15 Tahun, Lebih Buruk dari Prediksi
Populasi Penguin Kaisar Turun 22 Persen dalam 15 Tahun, Lebih Buruk dari Prediksi
LSM/Figur
Pembukaan Lahan dan Pembangunan Sebabkan Buaya Muncul ke Permukiman
Pembukaan Lahan dan Pembangunan Sebabkan Buaya Muncul ke Permukiman
Pemerintah
Grab Rekrut Ribuan Driver Ojol untuk Sekaligus Jadi Mitra UMKM
Grab Rekrut Ribuan Driver Ojol untuk Sekaligus Jadi Mitra UMKM
Swasta
Potensi Rumput Laut Besar, tetapi Baru 11 Persen Lahan Budidaya yang Dimanfaatkan
Potensi Rumput Laut Besar, tetapi Baru 11 Persen Lahan Budidaya yang Dimanfaatkan
Pemerintah
Veronica Tan Ingin Jakarta Ramah Perempuan dan Anak
Veronica Tan Ingin Jakarta Ramah Perempuan dan Anak
Pemerintah
BRI Fellowship Journalism 2025 Kukuhkan 45 Jurnalis Penerima Beasiswa S2
BRI Fellowship Journalism 2025 Kukuhkan 45 Jurnalis Penerima Beasiswa S2
BUMN
Sistem Tanam Padi Rendah Karbon, Apakah Memungkinkan?
Sistem Tanam Padi Rendah Karbon, Apakah Memungkinkan?
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau