KOMPAS.com - Di Kamboja, inisiatif ekowisata yang dilakukan warga lokal dan operator swasta bisa membantu upaya konservasi keanekaragaman hayati sekaligus memberdayakan perekonomian masyarakat.
Upaya tersebut dilakukan warga desa terpencil Tmat Boey yang terletak di dataran utara Kamboja. Desa tersebut berada di dalam Suaka Margasatwa Kulen Promtemp.
Diansir dari situs web lembaga non governmental organzation (NGO) LT&C, dataran utara Kamboja merupakan kawasan unik dengan berbagai ekosistem mulai dari hutan kering yang langka, lahan basah, hingga padang rumput.
Habitat yang kaya tersebut mendukung satu-satunya populasi spesies burung air yang tersisa di dunia.
Salah satu yang paling ikonik adalah burung ibis raksasa yang terancam punah, burung nasional Kamboja.
Dan ekowisata warga desa Tmat Boey secara langsung membantu melindungi ekosistem unik di daratan utara Kamboja sekaligus spesies di dalamnya.
Baca juga: Dorong Konservasi Penyu di Bali, WWF dan Indosat Kembangkan Program Berbasis IoT
Kisah sukses di Tmat Boey tersebut terwujud berkat kolaborasi antara warga lokal, NGO, pemerintah, dan sektor swasta.
Keberhasilan tersebut bermula ketika Wildlife Conservation Society (WCS) bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup Kamboja dan mitra masyarakat mendirikan proyek ekowisata Tmat Boey pada 2003.
WCS awalnya mengelola sebagian besar pariwisata di sana hingga 2006. Tahun itu pula, warrga lokal mengambil alih tanggung jawab hukum dan praktis.
Penduduk desa menerima pembayaran langsung sebagai imbalan atas perlindungan dan konservasi habitat dan spesies.
Kunci keberhasilan di tahun-tahun awal adalah rencana penggunaan lahan yang dibuat bersama-sama dengan masyarakat dan WCS.
WCS menetapkan area mana yang dapat digunakan untuk pembangunan dan mana yang harus dilestarikan.
Selain itu, ada hibah melalui WCS dan sumber lain untuk membangun pondok ekologi atau ecolodge di desa tempat para tamu dapat menginap.
Baca juga: Dapat Penukaran Utang untuk Konservasi Terumbu Karang, KKP Fokus Laut Timur
Setelah pelatihan pariwisata, WCS menyerahkan tanggung jawab proyek tersebut kepada komite desa dan operator tur yang bertanggung jawab yakni Sam Veasna Center for Wildlife Conservation, sekarang bernama Sam Veasna Conservation Tours (SVC).
Komite desa bekerja pada program pendidikan, perlindungan spesies, dan patroli yang dilakukan warga sendiri, serta memberlakukan larangan berburu di desa.
Sedangkan SVC mengelola pemesanan pariwisata, pelatihan pemandu, serta menginvestasikan kembali keuntungannya ke dalam pekerjaan konservasi.
Contoh jenis tur yang ditawarkan kepada turis adalah pengamatan burung.
Kemitraan antara masyarakat dan operator tur swasta tersebut saling menguntungkan, karena juga memberikan pendapatan langsung bagi masyarakat melalui layanan pariwisata.
Melalui manfaat ekowisata, penduduk desa sekarang melihat kehidupan burung dan habitatnya sebagai sumber daya penting yang dapat dibanggakan dan dilestarikan, bukannya diburu.
Baca juga: Greenpeace: UU Konservasi Malah Pisahkan Peran Masyarakat Adat
Sejak program tersebut dijalankan, kehidupan keanekaragaman hayati di sana menjadi meningkat.
Populasi ibis bahu putih dari awalnya satu sarang dan satu pasang kini menjadi enam sarang dan 35 ekor. Populasi ibis raksasa juga berkembang menjadi 25 ekor.
Perburuan dan perdagangan burung liar telah menurun secara signifikan karena penduduk desa kini mendapatkan keuntungan dari wisata mengamati burung.
Pemesanan wisata di Tmat Boey meningkat dari tahun ke tahun. Seiring dengan meningkatnya pemesanan, pendapatan pun meningkat.
Tmat Boey telah memenangkan banyak penghargaan termasuk Responsible Tourism Award 2007, Equator Prize 2008, dan juara dua Green Destination’s 100 Sustainable Destinations untuk Best of Ecotourism pada 2018.
Baca juga: DPR Sahkan Revisi UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem
SVC juga memperluas pendekatan ekowisata Tmat Boey ke delapan masyarakat lain di seluruh Kamboja Utara dan Timur.
Sekarang, warga lokal dan SVC berupaya untuk membangun kembali ekowisata di sana dengan lebih baik pasca pandem Covid-19.
Mereka mulai berbenah dan akan menjadikan kawasan tersebut sebagai pusat pertumbuhan ekowisata di dataran utara Kamboja.
Pondok ekologi yang baru ini akan siap pada 2024 dan akan menawarkan standar akomodasi yang lebih tinggi.
Selain itu akan ada pilihan tur dan aktivitas sepanjang tahun yang lebih banyak di wilayah tersebut.
Baca juga: Studi: Warga Pesisir Dekat Area Konservasi Masih Kurang Sejahtera
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya