Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 15/07/2024, 11:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (RUU KSDAHE), Selasa (9/7/2024).

Pengesahan diputuskan dalam rapat paripurna ke-21 DPR RI Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024.

Di sisi lain, Greenpeace Indonesia menilai ada sederet masalah dalam proses formil maupun substansi UU KSDAHE.

Baca juga: Konservasi Terumbu Karang, YKAN Rilis Koralestari di Kaltim dan NTT

Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Sekar Banjaran Aji mengatakan, secara formil, proses pembahasan rancangan UU KSDAHE sangat minim pelibatan masyarakat.

"Pembahasan rancangan UU KSDAHE tak berjalan transparan. Sejumlah organisasi masyarakat sipil kesulitan untuk memonitor prosesnya," kata Sekar dikutip dari siaran pers, Kamis (11/7/2024).

Dia menambahkan, pemerintah dan DPR patut ditengarai telah mengabaikan partisipasi publik yang bermakna dalam proses penyusunan dan pembahasan RUU KSDAHE.

Secara substansi, UU KSDAHE juga bermasalah karena masih menggunakan paradigma lama yang mengeksklusi atau memisahkan masyarakat adat dan komunitas lokal dalam pelindungan ekosistem.

Baca juga: DPR Sahkan Revisi UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem

Pemerintah dan DPR dinilai tak mengakomodasi usulan masyarakat sipil agar memastikan adanya pengakuan, partisipasi, dan pelindungan masyarakat adat dan komunitas lokal dalam UU KSDAHE.

Kendati ada pasal yang menyebut peran serta masyarakat, termasuk masyarakat adat, proses itu dinilai Greenpeace Indonesia sebagai formalitas belaka.

Proses penetapan kawasan konservasi dalam UU KSDAHE bersifat sangat sentralistik karena berada di bawah kewenangan pemerintah pusat.

Hal tersebut berpotensi memicu konflik dengan masyarakat setempat yang kehilangan ruang hidup dan tempat beraktivitas.

Baca juga: Mengenal Program Lautra, Upaya Kelola Kawasan Konservasi Perairan RI

Watak yang sentralistik ini diperparah dengan pasal-pasal sanksi pidana dalam UU KSDAHE terhadap perorangan, yang berpotensi menambah deret panjang kriminalisasi warga.

Prinsip konservasi seharusnya mengacu pada Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention of Biological Diversity)–yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia dalam UU Nomor 5 Tahun 1994.

Konvensi ini mengatur, negara mestinya mengakui ketergantungan yang erat dan berciri tradisional sejumlah masyarakat asli dan masyarakat setempat, yang berkaitan dengan konservasi keanekaragaman hayati dan pemanfaatannya secara berkelanjutan.

Diberitakan Kompas.com sebelumnya, ada beberapa perubahan dalam UU KSDAHE yang telah disepakati, sebagaimana dikutp dari situs web DPR RI.

Baca juga: Studi: Warga Pesisir Dekat Area Konservasi Masih Kurang Sejahtera

Di antaranya yakni penambahan satu bab yakni BAB VIIIA tentang pendanaan dan perubahan terhadap BAB IX tentang peran serta masyarakat.

Selain itu, RUU tersebut menghapus BAB X tentang penyerahan urusan dan tugas pembantuan, penambahan delapan pasal baru, serta perubahan terhadap 17 pasal.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Budisatrio Djiwandono meminta pemerintah melakukan sosialisasi setelah RUU tersebut diundangkan.

"Selain itu, Komisi IV DPR RI meminta agar peraturan pelaksanaan yang diamanatkan dalam undang-undang ini dapat segera diterbitkan," ujar Budisatrio dari Fraksi Partai Gerindra itu.

Baca juga: Kulonprogo Kembangkan Program Konservasi Air Berkelanjutan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Dari Ambisi ke Realita, Industri Daging Australia Stop Rencana Netral Karbon 2030
Dari Ambisi ke Realita, Industri Daging Australia Stop Rencana Netral Karbon 2030
Pemerintah
Pemakaian AI Melesat, Pertanian Asia Pasifik Bakal Lebih Adaptif Iklim
Pemakaian AI Melesat, Pertanian Asia Pasifik Bakal Lebih Adaptif Iklim
LSM/Figur
Tambang Kapur Ubah Wajah Gunung Karang Bogor, Rusak 50 Hektare Lahan
Tambang Kapur Ubah Wajah Gunung Karang Bogor, Rusak 50 Hektare Lahan
Pemerintah
Kemenhut Segel Lahan Tambang Kapur Ilegal di Gunung Karang Bogor
Kemenhut Segel Lahan Tambang Kapur Ilegal di Gunung Karang Bogor
Pemerintah
Suarakan Darurat Lingkungan, Sederet Musisi Indonesia Ikuti Lokakarya IKLIM
Suarakan Darurat Lingkungan, Sederet Musisi Indonesia Ikuti Lokakarya IKLIM
LSM/Figur
Produksi Beras Berkelanjutan, Jatim-Eropa Jalin Kerjasama
Produksi Beras Berkelanjutan, Jatim-Eropa Jalin Kerjasama
Pemerintah
Waste4Change Ungkap Tiga Langkah Kunci Atasi Krisis Sampah
Waste4Change Ungkap Tiga Langkah Kunci Atasi Krisis Sampah
LSM/Figur
Tekan Emisi, Sejumlah Negara akan Kenakan Pajak untuk Penerbangan Mewah
Tekan Emisi, Sejumlah Negara akan Kenakan Pajak untuk Penerbangan Mewah
Pemerintah
KKP Gandeng Multi-Pihak Susun Strategi Perlindungan Penyu dan Cetacea
KKP Gandeng Multi-Pihak Susun Strategi Perlindungan Penyu dan Cetacea
Pemerintah
Melihat Desa Wisata Samtama, Warga Kelola Sampah hingga Tanam Pohon di Gang Sempit
Melihat Desa Wisata Samtama, Warga Kelola Sampah hingga Tanam Pohon di Gang Sempit
LSM/Figur
Bagaimana Pembuat Kebijakan Atasi Kesenjangan Pendanaan Transisi Hijau?
Bagaimana Pembuat Kebijakan Atasi Kesenjangan Pendanaan Transisi Hijau?
Pemerintah
IESR Ungkap Strategi Penuhi 100 Persen Kebutuhan Energi dari Sumber Terbarukan
IESR Ungkap Strategi Penuhi 100 Persen Kebutuhan Energi dari Sumber Terbarukan
LSM/Figur
Sulawesi, Timor, dan Sumbawa Bisa Hidup 100 Persen dari Energi Terbarukan
Sulawesi, Timor, dan Sumbawa Bisa Hidup 100 Persen dari Energi Terbarukan
LSM/Figur
Indonesia Krisis Anggaran Kontrasepsi, Cuma Cukup Sampai September 2025
Indonesia Krisis Anggaran Kontrasepsi, Cuma Cukup Sampai September 2025
Pemerintah
Badan Geologi Temukan Lokasi Layak untuk Relokasi Korban Gempa
Badan Geologi Temukan Lokasi Layak untuk Relokasi Korban Gempa
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau