Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 4 Agustus 2024, 07:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Anggota Komisi VII Bidang Energi DPR RI Mulyanto menilai, skema power wheeling dapat mengurangi peran PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan berpotensi meliberalisasi sektor ketenagalistrikan nasional. 

Power wheeling adalah skema di mana produsen tenaga listrik swasta dapat menyalurkan listrik langsung kepada pengguna akhir menggunakan jaringan transmisi dan distribusi yang dimiliki pemegang izin seperti PT PLN.

Skema power wheeling semakin mencuat dan masuk dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).

Baca juga: IESR: Power Wheeling dapat Tarik Investasi Perusahaan Multinasional

Mulyanto mengatakan, RUU EBET merupakan inisiatif DPR. Saat dibahas, ada sejumlah usulan dari pemerintah untuk dimasukkan dalam RUU EBET, salah satunya pasal tentang power wheeling.

"Selama pembahasan lebih dari satu tahun RUU EBET, yang belum selesai pasal tentang power wheeling tersebut," ujar Mulyanto dalam diskusi bertajuk Menyoal Penerapan Skema Power Wheeling dalam RUU EBET, Kamis (1/8/2024), sebagaimana dilansir Antara.

Dia menambahkan, power wheeling juga akan bakal memangkas peran negara dalam menjaga tarif listrik yang terjangkau bagi masyarakat.

Menurut dia, skema power wheeling merupakan mekanisme yang dapat memudahkan transfer energi listrik dari pembangkit swasta ke fasilitas operasi milik negara secara langsung, sehingga berdampak pada sulitnya mengendalikan tarif listrik.

Untuk itu, peran negara harus kuat dalam menentukan tarif yang tetap terjangkau karena listrik merupakan kebutuhan dasar setiap warga negara.

Baca juga: IESR: Power Wheeling Percepat Pengembangan Energi Terbarukan RI

"Jangan lantas diliberalisasi. Power wheeling merupakan bentuk liberalisasi ketenagalistrikan. Negara tidak bisa lagi berperan," ucap Mulyanto.

Sementara itu, Kepala Center of Food, Energy, and Sustainable Development Indef Abra Talattov mengatakan, usulan power wheeling sebagai pemanis dalam menstimulasi investasi pembangkit energi baru terbarukan (EBT) tidak memiliki urgensi sama sekali.

"Tanpa adanya gula-gula pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik, pemerintah sebetulnya sudah menggelar karpet merah bagi swasta untuk memperluas bauran EBT sebagaimana yang dijaminkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030," kata Abra.

Dalam RUPLT itu, Abra menjelaskan ada target tambahan pembangkit EBT mencapai 20,9 gigawatt (GW) dengan porsi swasta mencapai 56,3 persen atau setara dengan 11,8 GW.

Artinya, dengan menjalankan RUPTL 2021-2030 secara konsisten saja, secara alamiah bauran pembangkit EBT hingga akhir 2030 akan mencapai 51,6 persen.

Baca juga: Power Wheeling Dinilai Buka Peluang Investasi Energi Terbarukan di Indonesia

Menurut Abra, ide penerapan power wheeling menjadi tidak relevan. Mengingat saat ini beban negara yang semakin berat menahan kompensasi listrik akibat kondisi kelebihan pasokan listrik atau oversupply yang terus melonjak.

Saat ini, kondisi sektor ketenagalistrikan terjadi disparitas yang lebar antara produksi dan permintaan, yang mana diproyeksikan oversupply listrik pada 2022 menyentuh 6 sampai 7 GW.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
KKP: 20 Juta Ton Sampah Masuk ke Laut, Sumber Utamanya dari Pesisir
KKP: 20 Juta Ton Sampah Masuk ke Laut, Sumber Utamanya dari Pesisir
Pemerintah
POPSI: Naiknya Pungutan Ekspor Sawit untuk B50 Bakal Gerus Pendapatan Petani
POPSI: Naiknya Pungutan Ekspor Sawit untuk B50 Bakal Gerus Pendapatan Petani
LSM/Figur
Suhu Global Tetap Tinggi, meski Siklus Alami Pemanasan El Nino Absen
Suhu Global Tetap Tinggi, meski Siklus Alami Pemanasan El Nino Absen
Pemerintah
Rantai Pasok Global Bisa Terganggu akibat Cuaca Ekstrem
Rantai Pasok Global Bisa Terganggu akibat Cuaca Ekstrem
Swasta
DLH Siapkan 3.395 Petugas Kebersihan, Angkut Sampah Saat Tahun Baru Jakarta
DLH Siapkan 3.395 Petugas Kebersihan, Angkut Sampah Saat Tahun Baru Jakarta
Pemerintah
Bupati Agam Beberkan Kondisi Pasca-Banjir Bandang
Bupati Agam Beberkan Kondisi Pasca-Banjir Bandang
Pemerintah
Banjir Sumatera Berpotensi Terulang Lagi akibat Kelemahan Tata Kelola
Banjir Sumatera Berpotensi Terulang Lagi akibat Kelemahan Tata Kelola
LSM/Figur
INDEF: Struktur Tenaga Kerja di Indonesia Rentan Diganti Teknologi
INDEF: Struktur Tenaga Kerja di Indonesia Rentan Diganti Teknologi
LSM/Figur
Perangi Greenwashing, Industri Fashion Segera Luncurkan Paspor Produk
Perangi Greenwashing, Industri Fashion Segera Luncurkan Paspor Produk
Pemerintah
Bencana Iklim 2025 Renggut Lebih dari Rp 2.000 Triliun, Asia Paling Terdampak
Bencana Iklim 2025 Renggut Lebih dari Rp 2.000 Triliun, Asia Paling Terdampak
LSM/Figur
BNPB Catat 3.176 Bencana Alam di Indonesia 2025, Banjir dan Longsor Mendominasi
BNPB Catat 3.176 Bencana Alam di Indonesia 2025, Banjir dan Longsor Mendominasi
Pemerintah
Banjir Ekstrem akibat Lelehan Gletser Diprediksi Lebih Mematikan
Banjir Ekstrem akibat Lelehan Gletser Diprediksi Lebih Mematikan
LSM/Figur
Produksi Listrik Panas Bumi KS Orka Renewables Lampaui 1 Juta MWh
Produksi Listrik Panas Bumi KS Orka Renewables Lampaui 1 Juta MWh
Swasta
Bencana Demografi di Indonesia Makin Nyata, Kalah dari Negara Tetangga
Bencana Demografi di Indonesia Makin Nyata, Kalah dari Negara Tetangga
LSM/Figur
Hirup Udara Berpolusi Berpotensi Berdampak pada Kekebalan Tubuh
Hirup Udara Berpolusi Berpotensi Berdampak pada Kekebalan Tubuh
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau