Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi: Warga Pesisir Dekat Area Konservasi Masih Kurang Sejahtera

Kompas.com, 24 Juni 2024, 13:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat di wilayah pesisir yang dekat dengan kawasan konservasi perairan, dianggap masih kurang sejahtera. 

Padahal, Pemerintah Indonesia melalui dokumen “MPA Vision 2030” telah menetapkan target untuk mewujudkan 32,5 juta hektare kawasan konservasi perairan.

Studi dari The SMERU Research Institute (SMERU) juga menunjukkan, kawasan konservasi di wilayah perairan juga didesain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.

Hal ini tercantum dalam beberapa kebijakan di bidang kelautan dan perikanan.

Namun sayangnya, menurut Peneliti SMERU Annabel Noor Asyah, bukti kajian menunjukkan bahwa pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di kawasan konservasi belum berjalan beriringan.

"Tingkat kemiskinan dan ketimpangan di desa konservasi lebih tinggi dibandingkan dengan desa-desa yang letaknya tidak dekat dari kawasan konservasi atau desa non konservasi," ujar Annabel dalam webinar "Forum Kajian Pembangunan" secara daring, Kamis (20/6/2024). 

Baca juga: Masyarakat Pesisir Paling Rentan Terdampak Perubahan Iklim

Masyarakat pesisir, menghadapi banyak persoalan sosial-ekonomi dan beberapa di antaranya masih hidup di bawah garis kemiskinan.

"Akses masyarakat pesisir terhadap pelayanan dasar masih terbatas," imbuh Annabel.

Pelayanan dasar tersebut antara lain dalam hal kesulitan sinyal, tenaga kesehatan terbatas, fasilitas kesehatan kurang memadai, minimnya opsi bank perkreditan rakyat, hingga fasilitas sanitasi yang belum sepenuhnya memadai.

Tantangan desa konservasi

SMERU melakukan kajian terkait pengelolaan kawasan konservasi perairan dengan melihat kondisi serta tantangan kesejahteraan masyarakat pesisir. 

Salah satu alasan utama masih banyak tantangan sosial-ekonomi yang dihadapi desa yang dekat dengan kawasan konservasi adalah karena lokasi mereka yang terpencil, sehingga lebih susah dijangkau. 

Selain itu, sebagian besar dari masyarakat tersebut baru memiliki matapencaharian utama sebagai penangkap ikan. 

"Pengelola kawasan konservasi umumnya memiliki latar belakang pengelolaan kelautan. Oleh karena itu, mereka perlu dibekali pengetahuan mengenai aspek kesejahteraan masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi," ujar Annabel. 

Sementara itu, Pengelola Ekosistem Laut dan Pesisir Ahli Utama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Andi Rusandi memaparkan sejumlah tantangan dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan.

Di antaranya, peningkatan kebutuhan produksi protein karena ledakan penduduk, pemenuhan kebutuhan pasar ekspor dan domestik, dan meningkatnya jumlah sampah yang mencemari laut.

Baca juga:

Untuk itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan pengembangan budi daya laut, pesisir, dan air tawar. Sedangkan untuk sampah laut, dilakukan penanganan sampah laut dengan nilai ekonomi. 

"Mengurangi kegiatan penangkapan ikan di laut akan menjaga populasi ikan dan hasil budi daya targetnya untuk peningkatan produksi perikanan pasar ekspor dan dalam negeri. Sementara untuk mengurangi sampah laut hingga 70 persen pada 2030, KKP membuat program-program, salah satunya Bulan Cinta Laut," papar Andi.

Adapun menurut Kepala Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang Imam Fauzi, masyarakat di tiap-tiap kawasan konservasi memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

"Jadi, upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan perairan juga perlu memperhatikan faktor budaya lokalnya. Jika kita tidak memahami soal itu, program atau proyek peningkatan kesejahteraan masyarakat bisa tidak berjalan dengan optimal," ujar Imam.

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Studi Sebut Bahasa Iklim PBB Kikis Kepercayaan Publik terhadap Sains
Studi Sebut Bahasa Iklim PBB Kikis Kepercayaan Publik terhadap Sains
Pemerintah
Lahan Pertanian Bisa Jadi Kunci Melawan Perubahan Iklim
Lahan Pertanian Bisa Jadi Kunci Melawan Perubahan Iklim
Pemerintah
494 Karton Udang PT Bahari Makmur Sejati Dimusnahkan Usai Terkontaminasi Cs-137
494 Karton Udang PT Bahari Makmur Sejati Dimusnahkan Usai Terkontaminasi Cs-137
Pemerintah
Pertamina Salurkan Bantuan untukUrban Farming dan Pengelolaan Sampah Senilai Rp 6,5 Miliar
Pertamina Salurkan Bantuan untukUrban Farming dan Pengelolaan Sampah Senilai Rp 6,5 Miliar
BUMN
Pengunjung Taman Mini Kini Bisa Tabung Kemasan Botol Sekali Pakai
Pengunjung Taman Mini Kini Bisa Tabung Kemasan Botol Sekali Pakai
Swasta
Studi Sebut Teknologi Digital Efektif Ajarkan Keberlanjutan Laut pada Generasi Muda
Studi Sebut Teknologi Digital Efektif Ajarkan Keberlanjutan Laut pada Generasi Muda
Pemerintah
Ancaman Baru, Perubahan Iklim Perluas Habitat Nyamuk Malaria
Ancaman Baru, Perubahan Iklim Perluas Habitat Nyamuk Malaria
Pemerintah
Ironis, Tembok Alami di Pesisir Selatan Jawa Kian Terkikis Tambang Pasir
Ironis, Tembok Alami di Pesisir Selatan Jawa Kian Terkikis Tambang Pasir
Pemerintah
Maybank Group Alokasikan Rp 322 Triliun untuk Pendanaan Berkelanjutan
Maybank Group Alokasikan Rp 322 Triliun untuk Pendanaan Berkelanjutan
Swasta
Sampah Campur dan Kondisi Geografis Bikin Biaya Daur Ulang di RI Membengkak
Sampah Campur dan Kondisi Geografis Bikin Biaya Daur Ulang di RI Membengkak
Swasta
Kemenperin Setop Insentif Impor EV CBU Demi Genjot Hilirisasi Nikel
Kemenperin Setop Insentif Impor EV CBU Demi Genjot Hilirisasi Nikel
Pemerintah
Tak Hanya EV, Sektor Metalurgi Hijau Bisa Dongkrak Hilirisasi Nikel
Tak Hanya EV, Sektor Metalurgi Hijau Bisa Dongkrak Hilirisasi Nikel
LSM/Figur
Studi: Masyarakat Salah Paham Tentang Dampak Lingkungan Makanan Sehari-hari
Studi: Masyarakat Salah Paham Tentang Dampak Lingkungan Makanan Sehari-hari
Pemerintah
Kisah Kakao Kampung Merasa di Berau, Dulu Dilarang Dimakan Kini Jadi Cuan
Kisah Kakao Kampung Merasa di Berau, Dulu Dilarang Dimakan Kini Jadi Cuan
Swasta
UNICEF Peringatkan Ada 600 Juta Anak Berpotensi Terpapar Kekerasan di Rumah
UNICEF Peringatkan Ada 600 Juta Anak Berpotensi Terpapar Kekerasan di Rumah
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau