Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ide Selamatkan Karang dari Dampak Pemanasan Global Seperti Apa?

Kompas.com - 18/08/2024, 15:30 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Terumbu karang sangat terdampak pemanasan global sehingga penting untuk segera melakukan aksi penyelamatan sebelum semuanya terlambat.

Dua peneliti karang mengungkapkan satu-satunya cara untuk menyelamatkan ekosistem terumbu karang adalah dengan memasukkan spesies karang asing yang lebih tahan panas dari tempat lain di dunia ke ekosistem terumbu karang asli.

Tindakan ini sering disebut sebagai penggantian ekologis.

Mengutip New Scientist, Jumat (16/8/2024) karang hidup sangat penting bagi kesehatan terumbu karang dan orang-orang yang bergantung padanya.

"Karang tidak hanya terlihat cantik di terumbu karang. Karang menyediakan ruang bagi berbagai organisme untuk hidup. Karang juga menghalangi gelombang dari garis pantai dan membuat pasir untuk pantai tropis," kata Michael Webster dari Universitas New York.

Tantangan memindahkan karang

Dalam opini yang ditulis bersama Daniel Schindler dari University of Seattle, Washington, Webster menyarankan untuk menyelamatkan karang dengan memindahkan spesies yang lebih tahan panas ke lingkungan baru.

Baca juga: Krisis Iklim Makin Parah, 53 Negara Alami Pemutihan Terumbu Karang Massal

Misalnya saja, dua spesies karang bercabang yang berasal dari Karibia berada dalam kondisi yang sangat buruk.

Namun, ada lebih dari 100 spesies karang bercabang di seluruh dunia, dan menurut mereka beberapa di antaranya dapat menciptakan kembali habitat jika diperkenalkan di Karibia.

"Spesies ini tidak akan selalu memiliki warna yang sama. Tetapi secara ekologis mereka serupa," kata Webster.

Kendati demikian tetap ada risiko tersendiri memindahkan karang ke habitat baru.

Skenario terburuk adalah penyakit atau predator merusak yang secara tidak sengaja diperkenalkan bersama karang pendatang baru tersebut.

Karang yang diperkenalkan juga dapat mengalahkan spesies asli atau melakukan hibridisasi dengan mereka.

Tak heran berbagai pihak yang mencoba menyelamatkan terumbu karang terkejut dengan gagasan dua peneliti tersebut. Tetapi situasinya semakin buruk sehingga perlu untuk mempertimbangkan usulan mereka.

Opsi praktis

Webster menambahkan memasukkan spesies baru yang melakukan peran serupa jauh lebih praktis daripada opsi lain yang sedang dieksplorasi seperti mencoba merekayasa karang secara genetik agar dapat menoleransi suhu yang lebih tinggi.

Kendati demikian ide tersebut juga masih mendapatkan kritikan dari ahli, salah satunya Terry Hughes dari Universitas James Cook di Queensland, Australia.

Baca juga: Brasil Hadapi Pemutihan Terumbu Karang Terparah akibat Perubahan Iklim

Menurutnya, penggantian ekologis yang tidak berbahaya itu naif dan sangat arogan.

"Para penulis studi gagal mengakui bahwa kerusakan ekologi yang besar telah terjadi pada terumbu karang dunia akibatnya masuknya spesies lain secara tidak sengaja dan sengaja," papar Hughes.

Misalnya, pada tahun 1980-an, penyakit Pasifik yang tidak diketahui menyebar dari pintu masuk Terusan Panama, memusnahkan bulu babi pemakan alga di Karibia, yang menyebabkan pertumbuhan alga yang merajalela yang membunuh jutaan karang.

“Spesies invasif merupakan masalah bagi terumbu karang dan bukan solusi," tambah Hughes.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penyaluran Pembiayaan Berkelanjutan Capai Rp 1.959 Triliun pada 2023

Penyaluran Pembiayaan Berkelanjutan Capai Rp 1.959 Triliun pada 2023

Pemerintah
Terobosan, Jet Tempur Inggris Pakai Bahan Bakar Berkelanjutan

Terobosan, Jet Tempur Inggris Pakai Bahan Bakar Berkelanjutan

Pemerintah
Pemenang SDG Pioneers 2024 dari Afrika: Kevin Getobai, Usung Peternakan Berkelanjutan

Pemenang SDG Pioneers 2024 dari Afrika: Kevin Getobai, Usung Peternakan Berkelanjutan

LSM/Figur
Den Haag Jadi Kota Pertama di Dunia yang Larang Iklan Energi Fosil

Den Haag Jadi Kota Pertama di Dunia yang Larang Iklan Energi Fosil

Pemerintah
 PUBG Mobile Ajak Jutaan Pemain Ikut Jaga Kelestarian Lingkungan lewat Kampanye Play For Green

PUBG Mobile Ajak Jutaan Pemain Ikut Jaga Kelestarian Lingkungan lewat Kampanye Play For Green

Swasta
Kontribusi Pembangunan Berkelanjutan, 12 Tokoh Bisnis Dunia Sabet SDG Pioneer 2024

Kontribusi Pembangunan Berkelanjutan, 12 Tokoh Bisnis Dunia Sabet SDG Pioneer 2024

Swasta
5 Perusahaan Indonesia Masuk 1.000 Terbaik Dunia Versi Majalah TIME, Ini Daftarnya

5 Perusahaan Indonesia Masuk 1.000 Terbaik Dunia Versi Majalah TIME, Ini Daftarnya

Swasta
Integrasi Kecerdasan Buatan, PLN NP Optimalkan Pembangkit EBT

Integrasi Kecerdasan Buatan, PLN NP Optimalkan Pembangkit EBT

BUMN
Separuh Penduduk Dunia Tak Punya Perlindungan Sosial di Tengah Krisis Iklim

Separuh Penduduk Dunia Tak Punya Perlindungan Sosial di Tengah Krisis Iklim

Pemerintah
Pemerintah Janji Sediakan BBM Rendah Sulfur dengan Harga Subsidi

Pemerintah Janji Sediakan BBM Rendah Sulfur dengan Harga Subsidi

Pemerintah
Survei: Satu dari Lima Pekerja Tertarik Pelajari Green Skill

Survei: Satu dari Lima Pekerja Tertarik Pelajari Green Skill

Pemerintah
Polusi Udara dan Krisis Kesehatan Jadi Alasan Mendesaknya BBM Rendah Sulfur

Polusi Udara dan Krisis Kesehatan Jadi Alasan Mendesaknya BBM Rendah Sulfur

Pemerintah
Stasiun Pengisian Daya Kendaraan Listrik Berpotensi Tingkatkan Bisnis Lokal

Stasiun Pengisian Daya Kendaraan Listrik Berpotensi Tingkatkan Bisnis Lokal

Pemerintah
Survei CBRE: “Green Building” Dipandang Makin Penting Bagi Perusahaan

Survei CBRE: “Green Building” Dipandang Makin Penting Bagi Perusahaan

Pemerintah
McKinsey Sebut Transisi Energi Global Hadapi Rintangan

McKinsey Sebut Transisi Energi Global Hadapi Rintangan

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau