KOMPAS.com – Produsen panel surya global dengan pengalaman lebih dari dua dekade dan kapasitas global 25 gigawatt (GW), Suntech, mengambil langkah strategis untuk memperkuat industri panel surya di Indonesia.
Melalui skema investasi, Suntech berencana membangun pabrik manufaktur panel surya domestik dengan kapasitas produksi 2 GW yang dijadwalkan beroperasi pada akhir 2024.
Langkah tersebut sejalan dengan upaya pemerintah Indonesia dalam mempercepat transisi energi dan memperkuat kemandirian energi melalui pengembangan rantai pasok industri panel surya.
Tak hanya itu, Suntech juga mengajak perusahaan-perusahaan dalam rantai pasoknya untuk berinvestasi di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk mempercepat pengembangan industri energi terbarukan dalam negeri dan mendukung peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam setiap produk yang dihasilkan.
Penandatanganan kerja sama antara Suntech Indonesia dan rantai pasoknya dilakukan di sela-sela acara diskusi panel Road To ISF 2024: The Future of Energy Value Chains in The Regional Low-Carbon Economy Development, yang berlangsung di Ballroom Thamrin Nine Tower, Selasa (20/8/2024). Penandatanganan ini diwakili langsung oleh Chairman Suntech, Wu Fei.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenkomarves RI, Rachmat Kaimuddin, yang turut hadir dalam acara tersebut, menegaskan pentingnya pengembangan teknologi dan rantai pasok industri panel surya di Indonesia.
"Ke depan, teknologi dan rantai pasok industri panel surya serta baterai energy storage harus berkembang di Indonesia. Listrik dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang dihasilkan di Indonesia idealnya harus berasal dari panel surya yang dibuat di Indonesia. Indonesia harus mampu menjadi hub manufaktur di tengah transisi energi nasional dan dunia,” ujarnya.
Untuk diketahui sebelumnya, pemerintah Indonesia mempunyai rencana pembangunan jaringan transmisi kelistrikan dari wilayah Sumatera, Jawa, Kepulauan Riau, Batam, hingga Singapura seiring dengan rencana ekspor elektron atau listrik hijau ke Singapura sebesar 2 GW.
“Dengan memanfaatkan peta jalan TKDN, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi hub manufaktur energi terbarukan di kawasan ini, termasuk proyek listrik lintas batas ke Singapura,” ucap Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Net Zero Hub Dharsono Hartono.
Investasi Suntech tersebut juga dinilai oleh Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Kemaritiman, Investasi, dan Luar Negeri Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Shinta W Kamdani sebagai langkah penting untuk mempercepat pengembangan industri manufaktur panel surya dalam negeri.
Menurutnya, keberadaan rantai pasok komponen PLTS yang kuat dan terintegrasi akan membuka akses industri ke energi terbarukan dengan biaya yang lebih terjangkau.
“Dengan adanya industri PLTS domestik, bisnis-bisnis ini dan ratusan bisnis lainnya di seluruh Indonesia mendapat akses listrik yang lebih murah, lebih bersih, sehingga mampu membantu mereka memenuhi komitmen internasional dan memastikan tercapainya target Net Zero Emission,” tambah Shinta.
Sebagai informasi, melalui investasi strategis tersebut, Suntech tidak hanya berupaya memenuhi kebutuhan panel surya nasional, tetapi juga menjadikan Indonesia sebagai pusat manufaktur panel surya yang kompetitif di kawasan Asia.
“Indonesia akan menjadi fokus kami sebagai salah satu produsen panel surya terbesar di dunia. Dengan kapasitas dan jaringan rantai pasok Suntech, kita akan mendukung program pemerintah,” ujar Wu Fei.
Dengan langkah strategis tersebut, tambah Wu Fei, pihaknya mempertegas posisinya sebagai pemain utama dalam industri energi terbarukan di Indonesia, serta berkontribusi dalam upaya global untuk mencapai target bauran energi yang lebih ramah lingkungan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya