KOMPAS.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjadikan Indonesia-Africa Forum (IAF) ke-2 sebagai ajang untuk menggali perluasan pemanfaatan panas bumi yang dimiliki Afrika.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, Indonesia memiliki pengalaman dalam pengembangan energi panas bumi.
"Mereka (Afrika) punya potensi (energi panas bumi) besar. (Contohnya) Menteri Energi Kenya menyebut ada 10 ribu megawatt (MW) di sana potensinya," kata Dadan di sela IAF di Nusa Dua, Bali, Selasa (3/9/2024), sebagaimana dilansir Antara.
Baca juga: Indonesia Punya 362 Lokasi Potensi Panas Bumi, Tersebar dari Sumatera sampai Papua
Dia menambahkan, eksplorasi dua blok sumber energi panas bumi di Kenya akan dilaksanakan pada akhir 2024 atau paling lambat awal 2025.
Eksplorasi lapangan panas bumi itu dilakukan atas kerja sama cucu usaha BUMN Pertamina yakni Pertamina Geothermal Energy dengan Africa Geothermal International Limited (AGIL) dan Geothermal Development Company (GDC) untuk pengembangan di Blok Suswa dan Longonot.
Dadan menambahkan, Indonesia sudah memulai diversifikasi industri khususnya energi yakni mengalihkan penggunaan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.
Di samping itu, Dadan berujar Indonesia berhasil mengimplementasikan penggantian dari diesel ke biodiesel dengan bahan bakar berbasis sawit.
Baca juga: Pemerintah Dorong Optimalisasi Energi Panas Bumi Lewat Co-Generation
"Tahun ini, kami mencampur 35 persen dari biodiesel ke dalam bahan bakar diesel. Tahun depan, saya rasa, kami tidak menyiapkan untuk meningkatkan persentase ke 40," ucapnya.
Dia bertutur, Indonesia memiliki pengalaman yang cukup panjang dalam berhubungan dengan orang, teknologi, dan pembiayaan dalam transisi energi.
Indonesia bahkan disebutnya menjadi negara dengan sumber daya terlengkap dalam hal energi terbarukan.
Baca juga: Pertamina Geothermal dan PLN IP Dorong Kapasitas Panas Bumi Lewat PLTP
Lebih lanjut, Dadan menyampaikan Indonesia dan negara-negara Afrika bakal menjalin kerja sama di bidang submineral, khususnya litium, yang banyak tersedia di benua tersebut.
Melalui pengalaman Indonesia dalam melakukan hilirisasi industri submineral, dirinya meyakini bisa menjalin kemitraan dalam mendukung kolaborasi transisi energi.
"Oleh karena itu, kami berharap dapat mengembangkan kerja sama kita dan kami yakin dapat belajar banyak dari pengalaman Indonesia," tuturnya.
Baca juga: Panas Bumi dan Bioenergi Potensial Jadi Beban Listrik Utama
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya