Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanaman Energi di Jateng: Strategi Transisi atau Sekadar Bisnis Biasa?

Kompas.com, 20 September 2024, 23:15 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

"Saat ini kami sedang membangun pabriknya dulu. Baru proses kemarin ground breaking," ucap Tri.

Menurutnya, biomassa dari tanaman energi memiliki prospek bisnis yang bagus di masa depan. Selain bisa diserap untuk co-firing PLTU, Tri meyakini pasar ekspor masih terbuka lebar.

"Tidak harus di PLN juga. Bisa ekspor biomassa ke luar negeri, (seperti) untuk pemanas ruangan," papar Tri.

Kompas.com mencoba meminta wawancara dan mengirim permintaan konfirmasi mengenai realisasi serapan biomassa dari Perhutani ke PLN melalui Executive Vice President Komunikasi Korporat & TJSL PLN Gregorius Adi. Namun hingga berita ini ditulis, belum ada tanggapan.

Baca juga: Co-firing PLTU: Subtitusi Batu Bara sambil Berdayakan Keekonomian Kerakyatan

Pilih limbah

Direktur Biomassa PLN Energi Primer Indonesia (EPI) Antonius Aris Sudjatmiko mengatakan, pihaknya selama ini hanya menyerap limbah sebagai campuran pembakaran PLTU batu bara. Dia menegaskan, tidak sebatang pun biomassa yang dipakai untuk co-firing yang terealisasi diambil dari hutan tanaman industri (HTI).

Aris juga menuturkan, untuk mencukupi target co-firing PLTU yang telah ditetapkan, PT PLN EPI selaku anak perusahan PT PLN meyakini dapat tercukupi dengan potensi limbah biomassa yang ada.

Dia menuturkan, bahan baku biomassa untuk co-firing PLTU didapatkan dari berbagai sumber yaitu limbah pertanian, limbah tanaman pakan ternak, limbah serbuk dari berbagai produk perkayuan, limbah HTI, atau limbah replanting alias penanaman kembali tanaman contohnya karet.

"Jadi kalau selama ini di HTI, seperti pulp and paper, itu kan banyak ranting yang ditinggal begitu saja. Nah limbah-limbah itu bisa dipakai (untuk co-firing PLTU)," ujar Aris saat dihubungi Kompas.com.

PLTN EPI, lanjut Aris, tidak mengolah kayu dari HTI untuk dijadikan bahan co-firing karena akan bertolak belakang dengan semangat menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) di PLTU.

"Kalau HTI itu artinya mulainya dari mengubah dari suatu kontur, suatu lahan menjadi hutan yang dikhususkan untuk tanaman energi. Artinya secara emisi itu sudah terganggu. Sistem biodiversitas dan lain-lain. Karena tujuannya co-firing biomassa itu kan untuk menurunkan emisi," papar Aris.

Dengan memanfaatkan limbah untuk bahan baku co-firing PLTU, Aris berujar langkah tersebut sekaligus mencegah pelepasan emisi metana ke atmosfer.

"Jadi yang selama selama ini ditimbun seperti sekam padi, kemudian serbuk gergaji yang selama ini dibuang-buang, serbuk aren, limbah jagung yang ditimbun, itu menghasilkan metana," ucap Aris.

Baca juga: Susun NDC Kedua, Penangkap Karbon dan Co-firing Perlu Ditimbang Ulang

Perubahan fungsi

Peta tutupan hutan di Jawa Tengah pada tahun 2022. FOREST WATCH INDONESIA Peta tutupan hutan di Jawa Tengah pada tahun 2022.

Direktur Eksekutif Sajogyo Institute Maksum Syam menyampaikan, penanaman tanaman energi yang dilakukan oleh Perhutani mengukuhkan "hutan politik" alias monopoli kawasan hutan di Jawa oleh pemerintah.

Melalui monopoli tersebut, pemerintah dapat melakukan kontrol atas tiga hal di hutan yakni kontrol teritori, kontrol spesies, dan kontrol warga.

"Kalau dipakai untuk kebun energi, berarti tanamannya menjadi monokultur dan sudah tidak bisa lagi disebut sebagai hutan," ujar Maksum kepada Kompas.com melalui sambungan telepon.

Di sisi lain, alih fungsi hutan untuk ditanami komoditas keperluan energi dapat mengubah pergeseran sosial di masyarakat sekitar.

Bila dulu masyarakat bergantung kepada hutan di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan pangan, energi, dan ternak, alih fungsi hutan akan membuat masyarakat sekitar mau tak mau menjadi pekerja yang diupah atau buruh.

Manager Kampanye, Advokasi, dan Media Forest Watch Indonesia (FWI) Anggi Putra Prayoga menyebutkan, Jawa sebagai wilayah yang sudah padat penduduk sangat rentan bila terjadi perubahan fungsi hutan.

Menurut data FWI, luas tutupan hutan tersisa di Jawa Tengah hanya sekitar 602.237,71 hektare atau sekitar 18 persen dari total wilayah provinsi tersebut yang mencapai 3,25 juta hektare.

Perubahan fungsi dan tutupan hutan lebih lanjut berpotensi besar memicu bencana hidrologis yang dapat memengaruhi masyarakat di sekitarnya.

"Jawa sebagai lanskap sudah seharusnya butuh treatment untuk mengembalikan fungsi hutan. Bukan untuk menambah perubahan-perubahan pola tanam atau fungsi dari hutan itu sendiri," ujar Anggi kepada Kompas.com, Senin (5/8/2024).

Untuk mengembalikan fungsi hutan di Jawa, seharusnya dilakukan rehabilitasi permanen. Hal tersebut perlu dilakukan agar fungsi hutan di Jawa bisa kembali pulih, contohnya untuk konservasi air dan tanah.

Baca juga: Studi: Co-firing PLTU Batu Bara Bikin Emisi Tambah 26,5 Juta Ton

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
CIMB Niaga Salurkan 'Green Financing' Syariah ke IKPT untuk Dukung Transisi Energi
CIMB Niaga Salurkan "Green Financing" Syariah ke IKPT untuk Dukung Transisi Energi
Swasta
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Pemerintah
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
LSM/Figur
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
LSM/Figur
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
Pemerintah
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
LSM/Figur
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
LSM/Figur
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
LSM/Figur
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Pemerintah
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Pemerintah
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Pemerintah
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Pemerintah
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Pemerintah
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau