Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanaman Energi di Jateng: Strategi Transisi atau Sekadar Bisnis Biasa?

Kompas.com - 20/09/2024, 23:15 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

Kamuflase transisi energi

KOMPAS.com/DANUR LAMBANG PRISTIANDARU Konsumsi batu bara untuk energi dan kapasitas terpasang PLTU

Di satu sisi, Anggi menyampaikan, tidak adanya asesmen yang jelas dari awal mengenai suplai dan permintaan membuat tanaman energi yang sudah terlanjur ditanam menjadi mubazir.

Pemilihan Jawa untuk penanaman tanaman energi disebut Anggi tak lepas dari hasil kebijakan yang bersifat top down.

"Jadi memang ada upaya mainstreaming (pengarusutamaan) dari sisi kebijakan, termasuk juga implementasi di lapangan bahwa tanaman biomassa ini harus digalakkan juga oleh BUMN (badan usaha milik negara)," tutur Anggi.

Di sisi lain, meski proyek penanaman tanaman energi di Jawa jalan terus dan tidak terserap, Anggi menyampaikan co-firing di PLTU hanya menjadi kamuflase transisi energi.

Sebab, seberapa pun banyaknya campuran biomassa dalam co-firing, PLTU akan tetap menghasilkan emisi dan mengkonsumsi batu bara. Di samping itu, program terseubt hanya akan melanggengkan penggunaan batu bara untuk kebutuhan PLTU.

Menurut data Handbook Of Energy & Economic Statistics of Indonesia (HEESI) 2024 yang dirilis Kementerian ESDM, jumlah PLTU batu bara selalu meningkat dari tahun ke tahun.

Pada 2013 kapasitas terpasang PLTU batu bara tercatat 23.812 megawatt (MW). Pada 2020, kapasitas terpasang PLTU batu bara naik dua kali lipat menjadi 49.756 MW.

Konsumsi batu bara untuk kebutuhan energi juga meningkat selama 10 tahun terakhir. Dari 42 juta setara barel minyak pada 2013 melonjak tujuh kali lipat pada 2023 menjadi 316 juta setara barel minyak. Bila dikonversikan, konsumsi batu bara untuk energi sepanjang tahun lalu sekitar 66 juta ton untuk energi.

Konsumsi batu bara untuk energi tersebut sangat jomplang dibandingkan realisasi penyerapan co-firing biomassa PLTU yang sebesar 1 juta ton pada tahun lalu.

Anggi menyampaikan, pada akhirnya co-firing PLTU tidak akan menjawab sekaligus menjadi solusi transisi energi berkeadilan. Kacamata bisnis menjadi satu-satunya faktor dalam kebijakan tanaman energi tersebut, bukan berlandaskan pada keberlanjutan lingkungan.

"Mereka nggak peduli kalau pada akhirnya hutan rusak begitu, ya. Tidak menjawab juga misalkan apakah co-firing juga menurunkan emisi di Indonesia karena pengurangan konsumsi batu bara? Kan enggak juga" ujar Anggi.

Baca juga: Teknologi PLTU di Indonesia Mampu Serap Target Co-firing Biomassa

Banjir insentif

Manajer Program Biomassa Trend Asia Amalya Oktaviani menilai, program tanaman energi untuk co-firing biomassa, termasuk oleh Perhutani, tak lepas dari berbagai insentif yang akan ditawarkan oleh pemerintah.

Tanaman energi bisa memberikan berbagai keuntungan karena adanya kebijakan yang bakal memberikan insentif baik dari segi pengembangan tanaman energi maupun dari segi penjualannya.

"Kalau insentif terkait kebun energi, itu akan ada RUU EBT (Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan) yang akan memberikan insentif terkait kebun energi," kata Amalya.

Sedangkan insentif penjualan dipayungi oleh Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2023, di mana pembelian biomassa dilaksanakan berdasarkan harga patokan tertinggi atau harga kesepakatan.

Berbagai insentif tersebut akan membuat transisi energi menjadi semakin jauh. Menurutnya, insentif yang ada seharusnya dialihkan untuk pengembangan energi terbarukan di level komunitas atau pembangunan energi terbarukan yang sebenarnya.

Amalya berujar, kebijakan biomassa untuk co-firing tersebut justru malah memberikan insentif atau kepastian bisnis kebun energi yang hanya menguntungkan segelintir pihak.

Padahal, ujar Amalya, alih fungsi lahan menjadi kebun energi mempunyai berbagai dampak seperti perubahan fungsi lahan, persaingan pangan dan energi, hingga potensi konflik dengan warga.

"Jadi mereka hitungannya hanya ekonomi saja. Belum sampai ke tahapan bahwa itu (co-firing dengan biomassa) menghasilkan emisi di pembakaran," pungkasnya.

Baca juga: Co-firing EBTKE di 43 PLTU Sukses Kurangi Emisi Karbon 1,1 Juta Ton

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau