KOMPAS.com - Pakar kelautan dari University of Exeter menerbitkan laporan yang mendefinisikan ulang konsep penangkapan ikan berkelanjutan. Laporan itu juga mengusulkan 11 aturan yang menentang pendekatan yang saat ini berlaku dalam pengelolaan perikanan.
Aturan tersebut dirancang untuk mengakhiri kerusakan lautan yang sedang berlangsung yang disebabkan oleh penangkapan ikan. Selain itu juga aturan ingin memastikan adanya pembaharuan populasi ikan untuk menjamin generasi mendatang.
Mengutip laman resmi University of Exeter, Kamis (26/9/2024) dalam laporan setidaknya ada dua prinsip panduan yang akan merevolusi cara kita mengelola sumber daya laut.
Baca juga: Indonesia Akan Tambah 2 Kapal Riset Baru, Dorong Studi Kelautan
Pertama, penangkapan ikan harus meminimalkan dampak pada spesies dan habitat laut, beradaptasi dengan perubahan iklim, dan memungkinkan regenerasi kehidupan laut dan habitat.
Kemudian yang kedua, penangkapan ikan harus mendukung dan meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, dan ketahanan masyarakat serta komunitas dan tidak hanya menguntungkan perusahaan.
Para ilmuwan pun menyerukan kepada para pembuat kebijakan, produsen, nelayan, dan pemimpin industri untuk merangkul visi baru ini dan berkomitmen pada implementasinya.
Ketinggalan Zaman
Penangkapan ikan diakui secara global sebagai penyebab utama kerusakan laut. Hal tersebut membuat populasi spesies laut yang terus turun, kerusakan habitat alami dan penyerap karbon, serta hilangnya komunitas nelayan tradisional di seluruh dunia.
Baca juga: PBB: Planet yang Sehat Disumbang dari Laut yang Juga Sehat
"Dan konsep 'penangkapan ikan berkelanjutan' saat ini yang diadopsi oleh pemerintah dan pelaku swasta sejak periode pascaperang sudah usang secara ilmiah," kata penulis utama Profesor Callum Roberts, dari Universitas Exeter.
Konsep tersebut bergantung pada teori produktivitas sederhana yang mengasumsikan bahwa selama volume tangkapan global tetap di bawah batas yang ditetapkan, siapa pun dapat menangkap ikan apa saja, di mana saja, dengan metode apa pun.
Nah, konsep itu menurut ilmuwan telah ketinggalan zaman karena mengabaikan faktor-faktor penting lingkungan, manusia, dan pembangunan.
Baca juga: 85 Persen Perusahaan Dunia Tingkatkan Investasi Keberlanjutan
"Standar "keberlanjutan" saat ini gagal mengatasi kerusakan keanekaragaman hayati dan iklim global yang mendesak, dan sebaliknya mendukung praktik industri bermodal tinggi yang menguntungkan beberapa pihak," tulis peneliti dalam laporannya.
Oleh karena itu definisi baru mengenai keberlanjutan perikanan perlu memadukan wawasan dari biologi, oseanografi, ilmu sosial, dan ekonomi.
“Pekerjaan kami mengadvokasi perikanan yang melestarikan fungsi vital ekosistem laut, mengurangi perubahan iklim, menjamin keamanan pangan, dan menghormati hak asasi manusia,” kata Profesor Daniel Pauly, dari Universitas British Columbia.
Laporan berjudul “Rethinking sustainability of marine fisheries for a fast-changing planet” ini dipublikasikan di Ocean Sustainability.
sumber https://news.exeter.ac.uk/faculty-of-environment-science-and-economy/leading-scientists-redefine-sustainability-to-save-the-ocean-and-feed-a-hungry-and-warming-planet/
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya