Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Kelautan Definisikan Ulang Konsep Penangkapan Ikan Berkelanjutan

Kompas.com - 28/09/2024, 12:22 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pakar kelautan dari University of Exeter menerbitkan laporan yang mendefinisikan ulang konsep penangkapan ikan berkelanjutan. Laporan itu juga mengusulkan 11 aturan yang menentang pendekatan yang saat ini berlaku dalam pengelolaan perikanan.

Aturan tersebut dirancang untuk mengakhiri kerusakan lautan yang sedang berlangsung yang disebabkan oleh penangkapan ikan. Selain itu juga aturan ingin memastikan adanya pembaharuan populasi ikan untuk menjamin generasi mendatang.

Mengutip laman resmi University of Exeter, Kamis (26/9/2024) dalam laporan setidaknya ada dua prinsip panduan yang akan merevolusi cara kita mengelola sumber daya laut.

Baca juga: Indonesia Akan Tambah 2 Kapal Riset Baru, Dorong Studi Kelautan

Pertama, penangkapan ikan harus meminimalkan dampak pada spesies dan habitat laut, beradaptasi dengan perubahan iklim, dan memungkinkan regenerasi kehidupan laut dan habitat.

Kemudian yang kedua, penangkapan ikan harus mendukung dan meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, dan ketahanan masyarakat serta komunitas dan tidak hanya menguntungkan perusahaan.

Para ilmuwan pun menyerukan kepada para pembuat kebijakan, produsen, nelayan, dan pemimpin industri untuk merangkul visi baru ini dan berkomitmen pada implementasinya.

Ketinggalan Zaman

Penangkapan ikan diakui secara global sebagai penyebab utama kerusakan laut. Hal tersebut membuat populasi spesies laut yang terus turun, kerusakan habitat alami dan penyerap karbon, serta hilangnya komunitas nelayan tradisional di seluruh dunia.

Baca juga: PBB: Planet yang Sehat Disumbang dari Laut yang Juga Sehat

"Dan konsep 'penangkapan ikan berkelanjutan' saat ini yang diadopsi oleh pemerintah dan pelaku swasta sejak periode pascaperang sudah usang secara ilmiah," kata penulis utama Profesor Callum Roberts, dari Universitas Exeter.

Konsep tersebut bergantung pada teori produktivitas sederhana yang mengasumsikan bahwa selama volume tangkapan global tetap di bawah batas yang ditetapkan, siapa pun dapat menangkap ikan apa saja, di mana saja, dengan metode apa pun.

Nah, konsep itu menurut ilmuwan telah ketinggalan zaman karena mengabaikan faktor-faktor penting lingkungan, manusia, dan pembangunan.

Baca juga: 85 Persen Perusahaan Dunia Tingkatkan Investasi Keberlanjutan

"Standar "keberlanjutan" saat ini gagal mengatasi kerusakan keanekaragaman hayati dan iklim global yang mendesak, dan sebaliknya mendukung praktik industri bermodal tinggi yang menguntungkan beberapa pihak," tulis peneliti dalam laporannya.

Oleh karena itu definisi baru mengenai keberlanjutan perikanan perlu memadukan wawasan dari biologi, oseanografi, ilmu sosial, dan ekonomi.

“Pekerjaan kami mengadvokasi perikanan yang melestarikan fungsi vital ekosistem laut, mengurangi perubahan iklim, menjamin keamanan pangan, dan menghormati hak asasi manusia,” kata Profesor Daniel Pauly, dari Universitas British Columbia.

Laporan berjudul “Rethinking sustainability of marine fisheries for a fast-changing planet” ini dipublikasikan di Ocean Sustainability.

sumber https://news.exeter.ac.uk/faculty-of-environment-science-and-economy/leading-scientists-redefine-sustainability-to-save-the-ocean-and-feed-a-hungry-and-warming-planet/

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Solusi Air Bersih di Desa Sungai Payang, Begini Upaya MMSGI Dorong Kesejahteraan Warga

Solusi Air Bersih di Desa Sungai Payang, Begini Upaya MMSGI Dorong Kesejahteraan Warga

Swasta
Dilobi Sejumlah Pihak Termasuk RI, Uni Eropa Tunda Implementasi UU Anti-Deforestasi

Dilobi Sejumlah Pihak Termasuk RI, Uni Eropa Tunda Implementasi UU Anti-Deforestasi

Pemerintah
BRIN: Teknologi Nuklir Dapat Deteksi Pemalsuan Pangan

BRIN: Teknologi Nuklir Dapat Deteksi Pemalsuan Pangan

Pemerintah
Dalam 6 Bulan, Sampah di Cekungan Bandung Bisa Jadi Bencana

Dalam 6 Bulan, Sampah di Cekungan Bandung Bisa Jadi Bencana

Pemerintah
Kekeringan Global Ancam Pasokan Pangan dan Produksi Energi

Kekeringan Global Ancam Pasokan Pangan dan Produksi Energi

Pemerintah
Laporan 'Health and Benefits Study 2024': 4 Tren Tunjangan Kesehatan Karyawan Indonesia

Laporan "Health and Benefits Study 2024": 4 Tren Tunjangan Kesehatan Karyawan Indonesia

Swasta
Perubahan Iklim Tingkatkan Kekerasan terhadap Perempuan

Perubahan Iklim Tingkatkan Kekerasan terhadap Perempuan

Pemerintah
Forum 'ESG Edge' Inquirer: Kolaborasi Sekolah Swasta dan Negeri Jadi Solusi Holistik Masalah Pendidikan Filipina

Forum "ESG Edge" Inquirer: Kolaborasi Sekolah Swasta dan Negeri Jadi Solusi Holistik Masalah Pendidikan Filipina

LSM/Figur
Batik: Menenun Kesadaran untuk Bumi

Batik: Menenun Kesadaran untuk Bumi

Pemerintah
Ilmuwan Kembangkan Padi yang Lebih Ramah Lingkungan

Ilmuwan Kembangkan Padi yang Lebih Ramah Lingkungan

Pemerintah
Pemerintah Kendalikan Merkuri untuk Jaga Lingkungan dan Kesehatan Manusia

Pemerintah Kendalikan Merkuri untuk Jaga Lingkungan dan Kesehatan Manusia

Pemerintah
DPR RI yang Baru Siapkan UU Perkuat Pedagangan Karbon

DPR RI yang Baru Siapkan UU Perkuat Pedagangan Karbon

Pemerintah
Kerja sama Transisi Energi Indonesia-Jepang Berpotensi Naikkan Emisi

Kerja sama Transisi Energi Indonesia-Jepang Berpotensi Naikkan Emisi

Pemerintah
Tekan Stunting, Rajawali Nusindo Salurkan 438.000 Bantuan Pangan Pemerintah di NTT

Tekan Stunting, Rajawali Nusindo Salurkan 438.000 Bantuan Pangan Pemerintah di NTT

BUMN
Kemendagri: Alokasi APBD untuk Pengolahan Sampah Rata-rata Kurang dari 1 Persen

Kemendagri: Alokasi APBD untuk Pengolahan Sampah Rata-rata Kurang dari 1 Persen

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau