Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Akan Tambah 2 Kapal Riset Baru, Dorong Studi Kelautan

Kompas.com - 20/05/2024, 07:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sedang membangun dua kapal riset dengan kecanggihan teknologi, untuk memperkuat penelitian laut dalam di Indonesia.

Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan BRIN Mego Pinandito mengatakan, saat ini masih ada empat kapal riset aktif yang dimiliki oleh BRIN.

Namun, untuk melakukan riset kegiatan laut dalam, Indonesia memerlukan kapal riset yang lebih canggih dan baru.

"Saat ini sedang dilakukan perencanaan pengadaan kapal. Ada dua kapal yang masih dalam masa pengadaan untuk mendukung kegiatan riset laut dalam,” ujar Mego.

Baca juga: Konservasi Laut, Pupuk Kaltim Turunkan 6.882 Terumbu Karang Sejak 2011

Hal itu disampaikan dalam konferensi pers yang dilaksanakan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves), BRIN, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) di Nusa Dua, Bali, Rabu (15/5/2024).

Konferensi Pers ini merupakan peresmian Ekspedisi laut di Indonesia antara OceanX, periset BRIN, perguruan tinggi, dan lembaga terkait lainnya.

Kapal baru untuk riset kelautan

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pengelolaan Armada Kapal Riset BRIN Nugroho Dwi Hananto menyampaikan bahwa saat ini ada lima kapal riset yang sedang dikelola.

“Ada dua kapal yang sedang dibangun, masih dalam masa tender (open international tender)," ujarnya.

Dua kapal riset itu berupa kapal penjelajah samudera ke laut lepas dengan kedalaman mencapai 10.000 meter dan kapal riset penjelajah pesisir untuk melakukan riset di pesisir di muara sungai, teluk, hingga landasan benua.

Baca juga: Konektivitas Laut dan Atmosfer Berperan dalam Perubahan Iklim

BRIN menyiapkan kedua kapal itu untuk melakukan empat tema riset utama. Pertama, geosains kelautan untuk melihat secara aktif bawah laut, sumber mineral, sumber migas, gunung api bawah laut, hingga potensi tsunami bawah laut. 

Kedua, untuk melihat interaksi antara laut dan atmosfer, antara samudera dan atmosfer, serta oseanografi. Melihat aspek kolam air dan interaksinya dengan atmosfer, serta melihat bagaimana pengaruh laut dan atmosfer pada iklim regional dan global.

Ketiga, untuk penelitian biodiversitas dan stock assessment ikan. Melihat biodiversitas terkait jenis, proses hidup, daur hidup, dan bagaimana memanfaatkannya secara berkelanjutan. Lalu  keempat adalah hidrotropi atau pemetaan lantai.

Program kerjasama

Saat ini, pemerintah tengah menjalankan program kerja sama dengan badan usaha. Program ini dibuat untuk pengelolaan dan pembangunan armada kapal riset nasional.

Baca juga: Tinggi Muka Laut RI Naik Hingga 1,2 Sentimeter per Tahun karena Perubahan Iklim

“Ruang lingkup kegiatan ini adalah pengembangan bisnis riset industri pesisir, laut, dan samudera berbasis kapal riset. Dalam kerja sama tersebut, BRIN memfokuskan pengembangan penelitian kelautan yang mendukung pemetaan wilayah laut lebih detail," tambahnya.

Lebih lanjut, Mego menyampaikan bahwa BRIN membuka peluang untuk mendanai riset-riset di bidang kelautan, baik untuk periset BRIN maupun entitas selain BRIN.

Program itu terbuka kepada seluruh komunitas riset Indonesia, ilmuwan, universitas, industri, dan pihak terkait lainnya, setelah melalui prosedur yang telah ditetapkan.

 

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Penggunaan Pupuk Kimia Tinggi, Tanda Pertanian Indonesia Belum Berkelanjutan
Penggunaan Pupuk Kimia Tinggi, Tanda Pertanian Indonesia Belum Berkelanjutan
LSM/Figur
Populasi Hiu Paus Kian Terancam, Dibutuhkan Rencana Aksi Nasional Baru
Populasi Hiu Paus Kian Terancam, Dibutuhkan Rencana Aksi Nasional Baru
Pemerintah
Energi Bersih Diperkirakan Gantikan 75 Persen Kebutuhan Bahan Bakar Fosil
Energi Bersih Diperkirakan Gantikan 75 Persen Kebutuhan Bahan Bakar Fosil
Pemerintah
Setelah 20 Tahun, WTO Resmi Larang Subsidi Perikanan Ilegal dan Merusak
Setelah 20 Tahun, WTO Resmi Larang Subsidi Perikanan Ilegal dan Merusak
Pemerintah
Menteri LH: Tanggul Beton di Cilincing Kantongi Persetujuan Lingkungan
Menteri LH: Tanggul Beton di Cilincing Kantongi Persetujuan Lingkungan
Pemerintah
Asia Tenggara Kini Jadi Magnet Hijau, Banjir Dana Iklim
Asia Tenggara Kini Jadi Magnet Hijau, Banjir Dana Iklim
Swasta
Lewat SuperSUN, PLN Hadirkan Energi Terbarukan untuk Dukung Pemerataan Akses Teknologi Pembelajaran di Maluku Utara
Lewat SuperSUN, PLN Hadirkan Energi Terbarukan untuk Dukung Pemerataan Akses Teknologi Pembelajaran di Maluku Utara
BUMN
ITDC Perkuat Konservasi Kawasan KEK Mandalika melalui Penanaman Mangrove
ITDC Perkuat Konservasi Kawasan KEK Mandalika melalui Penanaman Mangrove
BUMN
Inisiatif Global Baru: IUCN Bentuk Kelompok Konservasi Mikroba
Inisiatif Global Baru: IUCN Bentuk Kelompok Konservasi Mikroba
Pemerintah
Kembangkan Kapasitas PLTN, Asia Tenggara Perlu Investasi 208 Miliar Dollar AS
Kembangkan Kapasitas PLTN, Asia Tenggara Perlu Investasi 208 Miliar Dollar AS
Swasta
Derawan Bangun TPS3R, Dorong Pariwisata Berkelanjutan
Derawan Bangun TPS3R, Dorong Pariwisata Berkelanjutan
LSM/Figur
KTM Solutions Ingatkan Laporan ESG Bukan Sekadar Dokumen Kepatuhan
KTM Solutions Ingatkan Laporan ESG Bukan Sekadar Dokumen Kepatuhan
Swasta
Kemenhut Buka Loker Tenaga Operator Input Data PPKH, Ini Syaratnya
Kemenhut Buka Loker Tenaga Operator Input Data PPKH, Ini Syaratnya
Pemerintah
AHY: Kami Harus Mengatasi Kemacetan
AHY: Kami Harus Mengatasi Kemacetan
Pemerintah
Bappenas Minta AHY Ikuti Jejak Ali Sadikin Bangun Kota Berkelanjutan
Bappenas Minta AHY Ikuti Jejak Ali Sadikin Bangun Kota Berkelanjutan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau