Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/10/2024, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Ahli geospasial hukum laut Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta I Made Andi Arsana mengatakan, selama ini banyak produk hukum yang tidak memperhatikan aspek krisis planet, seperti perubahan iklim dan kerusakan lingkungan.

Padahal, perubahan iklim dan kerusakan lingkungan merupakan kenyataan yang tidak dapat diabaikan.

Dia menuturkan, salah satu tantangan utama saat ini adalah sering kali penyusunan produk hukum atu regulasi dilakukan oleh institusi resmi yang bersifat monodisiplin.

Baca juga: Antarktika Semakin Menghijau karena Perubahan Iklim

Oleh karena itu, sudah saatnya melibatkan berbagai disiplin ilmu dalam merumuskan hukum yang lebih komprehensif.

Made Ande menuturkan, kerja sama antardisiplin ilmu diperlukan agar hukum yang dihasilkan dapat mempertimbangkan berbagai aspek yang relevan.

"Jika kita ingin memperbaiki situasi ini, kita harus mulai dari hukum yang lebih peduli terhadap situasi planet," kata dia dikutip dari situs web UGM, Jumat (4/10/2024).

Di samping itu, untuk mengatasi krisis ekologi saat ini diperlukan pergeseran paradigma dalam hukum lingkungan yang berfokus sejumlah prinsip baru.

Baca juga: Dianggap Berhasil Tangani Emisi dan Iklim, RI Raih Penghargaan Green Eurasia 2024

Prinsip-prinsip tersebut adalah seperti integritas ekologis, batasan ekologis, keadilan ekologis, serta aspek pengutamaan ekosistem dan lingkungan.

Dengan mengadopsi paradigma baru ini, hukum lingkungan diharapkan dapat lebih responsif terhadap tantangan global yang terus berkembang dan memberikan solusi yang lebih berkelanjutan dalam menghadapi krisis planet.

Research Professor di Faculty of Law North-West University Afrika Selatan Louis Kotze menyampaikan, agenda reformasi hukum dalam menghadapi krisis planet saat ini menjadi hal krusial yang harus segera dilakukan.

Sebab, hukum lingkungan selama ini masih sebatas menentukan limitasi berupa dampak dari suatu aktivitas manusia kepada lingkungan berdasarkan satu wilayah saja.

Baca juga: Baru Dilantik, DPR Dituntut Perjuangkan UU Kriris Iklim

Namun, hukum lingkungan masih tidak memperhitungkan dampak kumulatif yang akan dihasilkan dalam lingkup sistem Bumi yang lebih luas.

"Diperlukan paradigma baru dalam hukum lingkungan yang tidak hanya mengutamakan kepentingan manusia, tetapi juga mempertimbangkan ekosistem dan prinsip-prinsip seperti integritas ekologis dan keadilan ekologis," kata ucapnya dalam Forum Group Discussion yang bertajuk Legal Challenges to Address Planetary Crisis in the Anthropocene di Ruang Sidang Pimpinan Gedung Pusat UGM, Kamis (3/10/2024).

Chief Executive Officer Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) Mas Achmad Santosa menegaskan, masyarakat dan pemerintah perlu melakukan rekonstruksi dan paradigma baru terhadap hukum tata lingkungan.

"Seperti yang diketahui, saat ini hukum hanya tegak untuk manusia, tetapi lingkungan masih ditinggalkan," ujarnya.

Baca juga: Perencanaan Kebijakan Harus Pahami Perubahan Iklim Regional

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pekerjaan di Bidang Energi Terbarukan Global Catat Rekor pada 2023

Pekerjaan di Bidang Energi Terbarukan Global Catat Rekor pada 2023

Pemerintah
Krisis Satwa Liar Bisa Mengancam Target Pembangunan Berkelanjutan

Krisis Satwa Liar Bisa Mengancam Target Pembangunan Berkelanjutan

LSM/Figur
Hadapi Krisis Planet, Paradigma Hukum Lingkungan Perlu Diubah

Hadapi Krisis Planet, Paradigma Hukum Lingkungan Perlu Diubah

LSM/Figur
Gletser Terluas di Dunia Mencair Cepat, Permukaan Laut Bisa Naik 3 Meter

Gletser Terluas di Dunia Mencair Cepat, Permukaan Laut Bisa Naik 3 Meter

LSM/Figur
Tak Ada Tujuan SDGs yang Tercapai Tanpa Libatkan Perempuan

Tak Ada Tujuan SDGs yang Tercapai Tanpa Libatkan Perempuan

Pemerintah
Kompas.com Ajak Korporasi Peduli Bumi Lewat Program 'Wali Asuh Mangrove'

Kompas.com Ajak Korporasi Peduli Bumi Lewat Program "Wali Asuh Mangrove"

Swasta
Pemerintah Bakal Terapkan BBM Rendah Sulfur Bertahap, Mulai dari Solar

Pemerintah Bakal Terapkan BBM Rendah Sulfur Bertahap, Mulai dari Solar

Pemerintah
Pembatalan Cukai Rokok Dinilai Halangi Eradikasi TBC

Pembatalan Cukai Rokok Dinilai Halangi Eradikasi TBC

LSM/Figur
Pemanfaatan Panas Bumi Masih Rendah, Pakar Saran Tingkatkan Kualitas Data

Pemanfaatan Panas Bumi Masih Rendah, Pakar Saran Tingkatkan Kualitas Data

LSM/Figur
Antarktika Semakin 'Menghijau' karena Perubahan Iklim

Antarktika Semakin "Menghijau" karena Perubahan Iklim

LSM/Figur
Dukung Transisi Energi Bersih Berkelanjutan, Kalbe Morinaga Resmikan PLTS Atap di Karawang

Dukung Transisi Energi Bersih Berkelanjutan, Kalbe Morinaga Resmikan PLTS Atap di Karawang

Swasta
Keputusan Menteri Energi ASEAN Dorong CCS Dinilai Setengah Hati Wujudkan Transisi

Keputusan Menteri Energi ASEAN Dorong CCS Dinilai Setengah Hati Wujudkan Transisi

LSM/Figur
Dunia Makin Lirik Hidrogen Rendah Emisi, Investasi Berlipat Ganda

Dunia Makin Lirik Hidrogen Rendah Emisi, Investasi Berlipat Ganda

LSM/Figur
Solusi Air Bersih di Desa Sungai Payang, Begini Upaya MMSGI Dorong Kesejahteraan Warga

Solusi Air Bersih di Desa Sungai Payang, Begini Upaya MMSGI Dorong Kesejahteraan Warga

Swasta
Dilobi Sejumlah Pihak Termasuk RI, Uni Eropa Tunda Implementasi UU Anti-Deforestasi

Dilobi Sejumlah Pihak Termasuk RI, Uni Eropa Tunda Implementasi UU Anti-Deforestasi

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau