KOMPAS.com - Sebuah penelitian terbaru menyimpulkan pengurangan sejumlah kecil produksi daging sapi di negara kaya dapat membantu mengatasi perubahan iklim.
Studi dari Universitas New York, Amerika Serikat menyebut pengurangan produksi itu dapat menghilangkan 125 miliar ton karbon dioksida dari atmosfer.
Angka itu melebihi jumlah total emisi bahan bakar fosil global selama tiga tahun terakhir.
Mengutip Phys, Rabu (6/11/2024) pengurangan produksi daging sebanyak 13 persen dari total produksi di negara berpenghasilan tinggi ini dilakukan dengan mengurangi jumlah lahan yang dibutuhkan untuk menggembalakan ternak.
Baca juga:
Lahan penggembalaan tersebut kemudian akan dialih fungsikan kembali sebagai hutan alami. Tumbuhnya pepohonan inilah yang pada akhirnya akan mendorong penurunan signifikan emisi bahan bakar fosil.
"Kita dapat memperoleh manfaat iklim yang sangat besar dengan perubahan sederhana pada total produksi daging sapi global," kata Matthew N. Hayek, asisten profesor di Departemen Studi Lingkungan Universitas New York.
"Dengan berfokus pada wilayah dengan potensi penyerapan karbon yang tinggi di hutan, beberapa strategi restorasi dapat memaksimalkan manfaat iklim sekaligus meminimalkan perubahan pada pasokan pangan," paparnya lagi.
Peneliti menyebut negara-negara berpenghasilan tinggi dan menengah ke atas merupakan kandidat yang layak untuk mengurangi produksi daging sapi.
Alasannya, negara-negara tersebut memiliki beberapa wilayah padang rumput yang sebenarnya bisa tumbuh sebagai hutan yang luas dan rimbun serta tanah yang berfungsi untuk menyerap karbon.
Padang rumput juga tidak menghasilkan banyak rumput per hektar dan hanya tumbuh selama musim tanam yang pendek sehingga tidak menghasilkan banyak pakan ternak.
"Ini memang bukan solusi yang cocok untuk semua. Namun temuan kami menunjukkan bahwa peningkatan strategis dalam efisiensi kawanan ternak di beberapa wilayah, ditambah dengan penurunan produksi di wilayah lain, dapat menghasilkan skenario yang menguntungkan bagi iklim dan produksi pangan," papar Hayek.
Lebih lanjut, studi ini juga mengungkap potensi untuk mitigasi iklim jika cakupan restorasi diperluas.
Baca juga:
Peneliti menemukan bahwa memindahkan ternak dari semua wilayah yang berpotensi dapat menjadi hutan secara alami di seluruh dunia bisa menyerap 445 gigaton CO2 pada akhir abad ini.
Jumlah tersebut setara dengan lebih dari satu dekade emisi bahan bakar fosil global saat ini.
Dalam studi ini, peneliti juga menghasilkan peta yang dapat mengidentifikasi area mana yang diprioritaskan untuk mengurangi produksi daging sapi dan mempercepat pemulihan hutan.
Kendati demikian, peneliti mengingatkan bahwa menumbuhkan kembali ekosistem bukanlah pengganti upaya untuk mengurangi emisi bahan bakar fosil.
Akan tetapi hal itu dapat berfungsi sebagai pelengkap yang ampuh untuk memerangi perubahan iklim.
Peneliti juga menekankan meski temuan tersebut tidak menyerukan perubahan ekstrem pada produksi pangan global, tindakan cepat diperlukan untuk memenuhi tujuan iklim.
Baca juga: Pembiayaan Campuran Iklim meningkat Dua Kali Lipat pada 2023
"Dalam dua dekade mendatang, negara-negara bertujuan untuk memenuhi target mitigasi iklim yang penting berdasarkan perjanjian internasional, dan pemulihan ekosistem di lahan penggembalaan yang dikonversi dapat menjadi bagian penting dari itu," kata Hayek.
"Temuan studi kami dapat menawarkan bagi para pembuat kebijakan yang ingin mengatasi masalah mitigasi iklim dan ketahanan pangan. Kami berharap penelitian ini dapat membantu mengidentifikasi dan memprioritaskan area yang paling efektif untuk upaya penyerapan karbon sambil mempertimbangkan kebutuhan pangan global," tambahnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya