Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalur Penerbangan Padat Diusulkan Gunakan Bahan Bakar Berkelanjutan

Kompas.com - 18/11/2024, 17:10 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Penelitian yang dipimpin oleh tim internasional yang berbasis di Universitas Heriot-Watt di Inggris Raya dan Universitas Amerika Sharjah di Uni Emirat Arab menemukan jalur penerbangan ramah lingkungan yang mempercepat waktu tempuh.

Penelitian ini menyebut bahwa sejumlah penerbangan jarak jauh dengan volume penumpang yang tinggi dapat digunakan untuk membangun jalur penerbangan ramah lingkungan tersebut.

Salah satu contoh penerbangan bervolume tinggi yang dimaksud adalah rute dari London ke Dubai.

Bandara Dubai dan London Heathrow adalah dua bandara tersibuk di dunia dan peringkat pertama serta kedua tertinggi di dunia dalam hal emisi CO2.

Baca juga:

Profesor John Andresen, Associate Director of the Research Center for Carbon Solutions (RCCS) di Heriot-Watt University sendiri mengatakan konsep jalur penerbangan hijau atau ramah lingkungan terinspirasi oleh koridor pelayaran hijau, yang membuka jalan bagi pelayaran nol emisi.

"Kerangka kerja serupa untuk memprioritaskan segmen penerbangan jarak jauh menjadi semakin mendesak," katanya.

Dikutip dari Techxplore, Senin (18/11/2024) jalur penerbangan hijau ini
nantinya akan menggunakan bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF) sehingga memungkinkan terjadinya percepatan penerbangan yang bebas karbon.

Jalur penerbangan hijau tersebut bahkan nantinya akan memicu investasi skala besar yang dibutuhkan untuk mendorong penggunaan bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF) di seluruh dunia.

Termasuk mengarah pada kerja sama internasional untuk pengembangan SAF dan teknologi bersih terkait yang diperlukan untuk mencapai nol emisi pada tahun 2050 dalam skala global.

SAF adalah bahan bakar berbasis non-minyak bumi yang mengeluarkan emisi gas rumah kaca yang jauh lebih sedikit daripada bahan bakar jet berbasis fosil tradisional.

Keuntungan penggunaan SAF ini karena kompatibel dengan sistem bahan bakar yang ada dan dapat digunakan pada mesin serta infrastruktur pesawat saat ini tanpa memerlukan modifikasi apa pun.

Hal ini membuat SAF lebih mudah diterapkan karena maskapai penerbangan dapat menggunakannya dengan armada yang ada sekarang.

Menargetkan sejumlah rute jarak jauh dengan volume tinggi pun diharapkan juga akan mempercepat pengembangan rantai pasokan SAF yang layak secara komersial.

Pasalnya, lokasi global yang ditargetkan sering kali terletak dekat secara geografis dengan klaster industri yang sudah berupaya menuju dekarbonisasi.

Baca juga:

"Menggabungkan rencana jalur penerbangan hijau dengan agenda yang berkembang untuk mendekarbonisasi seluruh klaster ekonomi seperti misalnya, industri atau transportasi memberikan peluang untuk mengatasi tantangan dengan cara yang terkoordinasi dan holistik," tulis peneliti dalam makalahnya.

Penelitian tersebut juga menyebut jalur penerbangan ramah lingkungan ini bisa menjadi bagian dari keadilan iklim.

Hal itu karena hanya sekitar 10 persen dari populasi dunia saat ini yang melakukan penerbangan, sehingga jalur penerbangan hijau secara tepat menempatkan tanggung jawab pada negara-negara yang paling diuntungkan dari penerbangan untuk mengembangkan solusi agar berkelanjutan.

Namun tentu saja masih ada pekerjaan rumah yang perlu dibereskan supaya pemberlakuan jalur penerbangan ramah lingkungan ini bisa tersedia secara luas dan berkembang.

Dalam hal ini adalah dukungan terhadap produksi SAF dengan harga yang terjangkau. Seperti yang kita ketahui, produksi SAF masih tergolong mahal karena masih dalam tahap awal sehingga diperlukan investasi yang signifikan untuk mengurangi risiko dan mengurangi biaya produksi.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau