Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 18 November 2024, 09:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Wakil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Febrian Alphyanto Ruddyard menyatakan, Indonesia berada dalam posisi yang tepat untuk memimpin industri baterai.

Hal tersebut disampaikan Febrian dalam salah satu sesi KTT Iklim COP29 di Baku, Azerbaijan, Jumat (15/11/2024).

"Dengan cadangan nikel terbesar di dunia, Indonesia berada pada posisi yang tepat untuk memimpin industri baterai, memasok material yang sangat diperlukan untuk dekarbonisasi global," ujarnya, sebagaimana dilansir Antara

Baca juga: Tantangan Produksi Baterai untuk Meningkatkan Energi Terbarukan

Saat dunia menghadapi dampak perubahan iklim yang semakin meningkat, lanjutnya, negara-negara mempercepat upaya menuju transisi energi dan resiliensi ekonomi.

Setelah COP28 di Uni Emirat Arab (UEA), masyarakat global menyepakati pencapaian target net zero emission yang memacu peningkatan permintaan atas mineral kritis sebagai bahan penting untuk transisi energi.

Dalam hal ini, Febrian menyampaikan bahwa Indonesia berpotensi menghasilkan pasokan material mineral kritis yang melimpah untuk mendukung dekarbonisasi global mengingat adanya cadangan nikel terbesar sedunia di Tanah Air.

Sejak tahun 2020, Indonesia disebut telah melarang ekspor bijih nikel untuk membangun rantai pasokan mineral domestik yang komprehensif, termasuk produksi baterai kendaraan listrik.

Baca juga: 10 Negara dengan Kapasitas Baterai Paling Besar di Dunia, China Nomor Wahid

Langkah strategis ini dinilai terbukti karena menciptakan keberhasilan signifikan, yakni peningkatan sepuluh kali lipat ekspor produk hasil dari proses manufaktur.

Melalui Kementerian PPN/Bappenas yang bekerja sama dengan World Resource Institute, pemerintah Indonesia sedang mengembangkan peta jalan nasional untuk dekarbonisasi industri nikel sebagai tanggapan terhadap fenomena pergeseran global menuju keberlanjutan.

"Peta jalan tersebut akan diintegrasikan ke dalam rencana pembangunan nasional Indonesia. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, Indonesia berkomitmen untuk menjadi negara yang berdaulat dan berkelanjutan pada tahun 2045," ungkap Febrian.

Transformasi ekonomi menjadi langkah utama untuk mencapai visi besar Indonesia Emas 2045, yang dipandu dengan strategi ekonomi hijau dan pembangunan rendah karbon.

Baca juga: RI dan Asean Diingatkan untuk Siapkan Infrastruktur Daur Ulang Baterai Mobil Listrik

Dalam rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, pemerintah Indonesia disebut memprioritaskan pendekatan transformatif.

Caranya dengan penekanan terhadap pengembangan industri hilir berbasis sumber daya, sektor padat karya, industri yang digerakkan oleh teknologi dan inovasi, serta sektor mineral kritis berorientasi ekspor, khususnya nikel.

Febrian menyampaikan, Indonesia siap memainkan peran integral dalam rantai pasokan nikel rendah karbon global.

Selain itu, Indonesia juga siap memberikan solusi praktis yang mendukung tujuan transisi energi global dengan menegakkan standar lingkungan, sosial, dan tata kelola di setiap tahap proses industri.

Baca juga: Hanya 4 Tahun, AS Tambah Kapasitas Baterai Setara 20 Reaktor Nuklir

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Kemenperin Setop Insentif Impor EV CBU Demi Genjot Hilirisasi Nikel
Kemenperin Setop Insentif Impor EV CBU Demi Genjot Hilirisasi Nikel
Pemerintah
Tak Hanya EV, Sektor Metalurgi Hijau Bisa Dongkrak Hilirisasi Nikel
Tak Hanya EV, Sektor Metalurgi Hijau Bisa Dongkrak Hilirisasi Nikel
LSM/Figur
Studi: Masyarakat Salah Paham Tentang Dampak Lingkungan Makanan Sehari-hari
Studi: Masyarakat Salah Paham Tentang Dampak Lingkungan Makanan Sehari-hari
Pemerintah
Kisah Kakao Kampung Merasa di Berau, Dulu Dilarang Dimakan Kini Jadi Cuan
Kisah Kakao Kampung Merasa di Berau, Dulu Dilarang Dimakan Kini Jadi Cuan
Swasta
UNICEF Peringatkan Ada 600 Juta Anak Berpotensi Terpapar Kekerasan di Rumah
UNICEF Peringatkan Ada 600 Juta Anak Berpotensi Terpapar Kekerasan di Rumah
Pemerintah
Survei Morgan Stanley: 80 Persen Investor Siap Tambah Alokasi Investasi Berkelanjutan
Survei Morgan Stanley: 80 Persen Investor Siap Tambah Alokasi Investasi Berkelanjutan
Pemerintah
Maybank Gandeng YKAN Berdayakan Petani Kakao Perempuan di Berau
Maybank Gandeng YKAN Berdayakan Petani Kakao Perempuan di Berau
Swasta
Dukung Pemerintah Bangun 33 PLTSa pada 2029, PLN Siap Jadi Kunci Ekosistem 'Waste-to-Energy'
Dukung Pemerintah Bangun 33 PLTSa pada 2029, PLN Siap Jadi Kunci Ekosistem "Waste-to-Energy"
BUMN
Ruang Terbuka Hijau untuk Lindungi Kesehatan Mental Seluruh Dunia
Ruang Terbuka Hijau untuk Lindungi Kesehatan Mental Seluruh Dunia
Pemerintah
Perubahan Iklim di Pegunungan Melesat Cepat, Ancam Miliaran Orang
Perubahan Iklim di Pegunungan Melesat Cepat, Ancam Miliaran Orang
LSM/Figur
Dorong Praktik Hotel Berkelanjutan, Swiss-Belhotel International Indonesia Targetkan 100 Persen Telur Bebas Kandang pada 2035
Dorong Praktik Hotel Berkelanjutan, Swiss-Belhotel International Indonesia Targetkan 100 Persen Telur Bebas Kandang pada 2035
Advertorial
COP30 Berakhir Mengecewakan, Brasil dan RI Gagal Dorong Komitmen Cegah Deforestasi
COP30 Berakhir Mengecewakan, Brasil dan RI Gagal Dorong Komitmen Cegah Deforestasi
LSM/Figur
Bibit Siklon Tropis Terpantau, BMKG Prediksi Hujan Turun di Beberapa Wilayah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, BMKG Prediksi Hujan Turun di Beberapa Wilayah
Pemerintah
Indonesia Dianggap Kena Jebakan di KTT COP30 karena Jual Karbon Murah
Indonesia Dianggap Kena Jebakan di KTT COP30 karena Jual Karbon Murah
LSM/Figur
Rafflesia, Tesso Nilo, dan Dua Wajah Hutan Indonesia di Media Sosial
Rafflesia, Tesso Nilo, dan Dua Wajah Hutan Indonesia di Media Sosial
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau