KOMPAS.com - Peningkatan kualitas bahan bakar minyak (BBM) bisa menghemat biaya kesehatan Rp 550 miliar setiap tahunnya di Jakarta.
Temuan tersebut mengemuka berdasarkan studi terbaru berjudul Analisis Dampak Kebijakan Pengetatan Standar Kualitas BBM pada Aspek Lingkungan, Kesehatan, dan Ekonomi yang dilakukan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR), Center of Reform on Economics (CORE Indonesia), Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), dan Research Center for Climate Change Universitas Indonesia (RCCC-UI).
Kajian tersebut menunjukkan pengetatan standar kualitas BBM setara Euro IV berdampak signifikan terhadap pengurangan polusi udara.
Baca juga: Studi: Perubahan Iklim Makin Mengkhawatirkan akibat Polusi Plastik
Sehingga, kualitas kesehatan masyarakat dapat meningkat karena menurunkan biaya sosial dan ekonomi yang diakibatkan karena pengeluaran biaya kesehatan.
Selain itu, dampak pengetatan standar kualitas BBM juga mencegah hilangnya kesempatan ekonomi, mencegah kerusakan lingkungan, serta mendukung pertumbuhan ekonomi.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menjelaskan, sekitar 45 persen polusi udara di Jakarta berasal dari sektor transportasi.
Fabby mengungkapkan, mayoritas BBM di pasar Indonesia, seperti Pertalite dan Pertamax, memiliki kualitas rendah yang diindikasikan dari kandungan sulfur mencapai 150–400 ppm, jauh di atas standar Euro IV.
Sulfur merupakan komponen alami minyak mentah yang terdapat pada bensin dan diesel. Saat dibakar, sulfur menghasilkan emisi berupa sulfur dioksida.
Untuk itu, ia mendorong penurunan kandungan sulfur dengan memperketat standar kualitas BBM, seperti menerapkan Euro IV yang membatasi sulfur maksimal 50 ppm.
Baca juga: Menanti Hilirisasi Tanpa Polusi di Era Prabowo
"Polusi udara menyebabkan kerugian perekonomian yang meningkatkan biaya kesehatan, menurunkan produktivitas masyarakat dan kerusakan lingkungan," kata Fabby dikutip dari siaran pers, Selasa (19/11/2024).
Berdasarkan laporan Bank Dunia, polusi udara di Indonesia mengurangi produk domestik bruto (PDB) 220 miliar dollar AS atau sekitar 6,6 persen per tahun.
"Jika ingin mencapai pertumbuhan ekonomi delapan persen, seperti yang dicita-citakan Presiden Prabowo, maka pemerintah perlu sungguh-sungguh mengatasi masalah polusi udara ini," tutur Fabby.
Ia mengungkapkan, penerapan standar Euro IV memang memerlukan investasi yang relatif besar untuk teknologi pengolahan bahan bakar, serta memperbarui infrastruktur kilang minyak.
Baca juga: Tolak PLTU Captive, Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi Minta Prabowo Revisi Perpres 112/2022
Meski demikian, biaya ini akan terbayar dari perbaikan kualitas udara yang berdampak pada penurunan biaya kesehatan dan pertumbuhan ekonomi yang jauh signifikan dibandingkan investasi yang dikeluarkan.
Ketua RCCC UI Profesor Budi Haryanto menyampaikan, di Jakarta, total kasus penyakit akibat polusi udara seperti ISPA, asma, radang dan infeksi paru-paru, mencapai 175.000 hingga 599.000 kasus pada periode 2016-2021.
Total biaya pengobatan yang diklaim melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada periode yang sama mencapai Rp 191 juta hingga Rp 1,8 miliar.
Dia menyampaikan, kualitas udara yang lebih bersih akan mengurangi risiko rawat inap dan biaya pengobatan terkait penyakit akibat polusi.
Baca juga: Kemenkes: Polusi Udara Faktor Resiko Kematian ke-5 di Indonesia
"Dengan mempromosikan kualitas BBM yang lebih tinggi, maka dapat melindungi kesehatan masyarakat sekaligus mengurangi beban ekonomi yang disebabkan oleh biaya pengobatan jangka panjang," ucap Budi.
Analis Senior IESR Julius Christian mengungkapkan, penerapan Euro IV dapat secara signifikan mengurangi beban polusi udara di Jabodetabek.
Penerapan ini mampu menurunkan emisi polutan dan konsentrasi PM2,5 dan PM10 hingga lebih dari 80 persen.
Selain itu, peningkatan kualitas BBM ke standar Euro IV juga berpotensi menurunkan lebih dari 50 persen penyakit yang disebabkan oleh polusi udara.
Baca juga: Polusi Ozon Berpotensi Kurangi Pertumbuhan Hutan Tropis
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya