JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan menyampaikan bahwa polusi udara dapat menyebabkan penyakit yang berujung pada kematian.
Direktur Penyehatan Lingkungan Kesehatan, Kemenkes, Anas Ma'ruf menjelaskan, berbagai riset menemukan ada beberapa penyakit akibat polusi.
“Berbagai riset yang ada menunjukkan bahwa polusi udara ini merupakan faktor risiko kematian tertinggi ke-5 di Indonesia,” ujar Anas pada acara Climate & Air Quality Fair 2024 di Kantor BMKG, Jakarta, Selasa (15/10/2024).
Baca juga: Pakar UI: BBM Berkualitas Tinggi Mampu Kurangi Polusi Udara
Berdasarkan data yang dipaparkan Anas, mengutip IHME Global Burden of Disease 2019, di Indonesia ada lebih dari 123.000 kematian setiap tahun akibat polusi udara.
Beberapa penyakit yang beresiko kematian itu, antara lain penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), pneumonia, asma, kanker paru, dan tuberkulosis (TBC).
Tak hanya beresiko kematian, sejumlah penyakit pernapasan juga termasuk memiliki beban biaya yang tertinggi.
Berdasarkan data BPJS Kesehatan pada 2022, total penyakit pernapasan yang disampaikan Anas mencapai biaya sekitar Rp 10 triliun.
“Data yang kami dapatkan di tahun 2022, untuk penyakit terkait dengan respirasi seperti pneumonia, TBC, ISPA, asma, kanker paru obstruktif kronis, itu membutuhkan biaya kurang lebih Rp 10 triliun,” terang dia.
Dalam data paparan yang disampaikan Anas, angka tertinggi adalah pneumonia dengan beban biaya sekitar Rp 5,8 triliun. Lalu kedua adalah TBC di angka Rp 1,3 triliun. Ketiga yakni Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) Rp 1,1 triliun, dan terakhir asma sebesar Rp 602 juta.
Baca juga: Polusi Mikroplastik Diperkirakan akan Terus Meningkat
“Demikian juga kanker paru membutuhkan biaya banyak,” terangnya.
Saat ini, menurutnya, pemerintah tengah memfokuskan perhatuan terhadap tuberculosis (TBC) karena angka TBC di Indonesia merupakan tertinggi ke-2 di dunia.
“Kurang lebih 1.090.000 di tahun 2024, ini estimasi kasus baru untuk TBC, dan itu harus kita temukan dan obati,” ujarnya.
Selain itu, penyakit pernapasan lain seperti ISPA dan kanker paru juga terus meningkat.
Menurut data yang disampaikan Anas, di DKI Jakarta, tren penyakit pernafasan meningkat dalam satu tahun terakhir.
Dari data Nafas Indonesia terbaru, kasus ISPA di DKI Jakarta meningkat dari 50.000 pasien pada Januari 2021, menjadi sekitar 150.000 pasien pada Juni 2023.
“Jadi ini perlu kita sama-sama mengatasi kualitas udara, baik di Jakarta maupun di beberapa kota besar di Indonesia,” pungkasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya