KOMPAS.com - Akademisi Universitas Kristen Indonesia (UKI) Manuel Kaisiepo mengingatkan segala bentuk investasi dalam bidang eksplorasi sumber daya alam (SDA) di Indonesia harus ada persetujuan dari masyarakat adat sebelum dijalankan atau disepakati.
Hal tersebut disampaikan Manuel dalam diskusi bertema Masyarakat Adat Sebagai Garda Terdepan Pelestarian Alam yang diadakan oleh Lembaga Konservasi Indonesia di Jakarta, Sabtu (23/11/2024).
"Persetujuan dari masyarakat adat menjadi langkah awal untuk memastikan bahwa pembangunan berkelanjutan yang sedang digadang saat ini benar-benar berjalan sesuai tujuannya," kata Manuel, sebagaimana dilansir Antara.
Baca juga: 14 Tahun Mangkrak, RUU Masyarakat Adat Didesak Segera Disahkan
Penasihat Senior Kepala Kantor Staf Presiden RI 2019-2024 ini mengakui, langkah hilirisasi yang digenjot pemerintah untuk memaksimalkan manfaat bagi masyarakat lokal adalah keputusan yang patut diapresiasi.
Namun ia menegaskan, pendekatan hilirisasi bukan hanya tentang memanfaatkan kekayaan alam, tetapi juga memberikan manfaat langsung bagi masyarakat sekitar, termasuk peningkatan ekonomi masyarakat adat.
"Masyarakat adat adalah penjaga ekosistem yang telah hidup harmonis dengan alam selama berabad-abad sehingga perlunya dialog antara masyarakat adat, pemerintah, dan investor dalam setiap proses pembangunan," kata Manuel.
Baca juga: Masyarakat Adat Perlu Dilibatkan untuk Optimalkan Upaya Konservasi
Manuel menjabarkan prinsip free, prior, and informed consent (FPIC) harus menjadi pedoman.
Beberapa iktikad untuk memberikan kepastian hukum yang diinisiasi pemerintah kepada masyarakat adat harusnya dapat dipahami bagi para pemodal asing maupun domestik. Pasalnya, perlindungan hak masyarakat adat tidak boleh dikesampingkan.
Adapun pengakuan terhadap keberadaan masyarakat adat semakin diperkuat setelah diakuinya hutan adat melalui putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 tahun 2012.
Selain itu, Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat saat ini sudah masuk program legislasi nasional di DPR.
Baca juga: Indonesia Akhirnya Dukung Pembentukan Badan Permanen Masyarakat Adat dalam COP16
Ia menuturkan, kolaborasi antara masyarakat adat, sektor swasta, dan lembaga pemerintah dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan tanpa mengorbankan kearifan lokal.
Pendampingan yang dilakukan kementerian bersama lembaga non-pemerintah lainnya kepada masyarakat adat harus pula diteruskan.
Manuel mencontohkan salah satunya di Papua yang sampai dengan 2024 ini sudah lebih dari 200 komunitas masyarakat adat setempat dipastikan mendapat perhatian terhadap sosial-ekonomi dari pemerintah.
"Papua, sebagai salah satu wilayah dengan kekayaan alam dan budaya terbesar di dunia, memiliki potensi besar untuk terus berkembang dengan masyarakat adat sebagai penjaga alam dan budaya. Langkah ini merupakan wujud nyata untuk memastikan hak-hak masyarakat adat atas tanah dan hutan mereka terlindungi," ucap Manuel.
Baca juga: Jaga Keanekaragaman Hayati, Masyarakat Adat Kalimantan Bersuara di COP 16
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya