Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 23 November 2024, 13:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Setelah mangkrak selama 14 tahun, Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat didesak segera digolkan DPR RI periode ini.

Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) Kasmita Widodo mewakili Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat berharap, delapan fraksi partai politik DPR RI segera membahasnya pada 2025.

Pasalnya, RUU Masyarakat Adat masuk dalam Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 dan sudah dinanti oleh jutaan masyarakat adat di seluruh penjuru negeri.

Baca juga: Masyarakat Adat Perlu Dilibatkan untuk Optimalkan Upaya Konservasi

Ketua Badan Pelaksana Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) Alam Agus berujar, selama ini tidak adanya payung hukum yang melindungi masyarakat adat. Kondisi tersebut menciptakan ruang yang semakin memperparah ketidakadilan terhadap mereka.

"Kriminalisasi terhadap mereka semakin masif, dengan banyak kasus penangkapan hanya karena mereka berusaha mempertahankan tanah ulayat atau menjalankan hukum adat," kata Agus dikutip dari siaran pers, Kamis (22/11/2024).

Di sisi lain, tanah ulayat yang menjadi sumber kehidupan berbasis adat terus terampas oleh proyek-proyek besar tanpa persetujuan atau konsultasi yang layak.

Agus menambahkan, proyek-proyek tersebut mengabaikan prinsip hak asasi manusia dan hak-hak masyarakat adat. Selain itu, mereka juga menghadapi kriminalisasi secara struktural.

Baca juga: Indonesia Akhirnya Dukung Pembentukan Badan Permanen Masyarakat Adat dalam COP16

Manager Kampanye Hutan dan Kebun Wahana Lingungan Hidup (Walhi) Nasional Uli Arta Siagian berujar, di tengah krisis iklim yang semakin mendesak, masyarakat adat juga menghadapi ancaman baru.

Dia menambahkan, komitmen global yang mengedepankan solusi palsu iklim seringkali menjadi petaka bagi mereka.

"Atas nama iklim, proyek-proyek 'hijau' menjadi alat perampasan wilayah adat dan kriminalisasi," tutur Uli.

Beberapa contoh proyek hijau yang dia maksud seperti perdagangan karbon, teknikalisaai karbon, transisi energi hanya terus memperpanjang krisis sembari menjadikan wilayah adat sebagai komoditas yang layak untuk dijadikan objek bisnis.

Baca juga: Jaga Keanekaragaman Hayati, Masyarakat Adat Kalimantan Bersuara di COP 16

"Sehingga yang dibutuhkan adalah kebijakan yang melindungi masyarakat adat, wilayahnya bahkan pengetahuannya serta praktik tradisional nya dalam melindungi bumi," tutur Uli.

Perempuan adat, pemuda pemudi adat, serta kelompok penyandang disabilitas di komunitas adat menjadi kelompok yang paling rentan menghadapi semua tekanan ini.

Kehilangan tanah ulayat sebagai sumber penghidupan berarti perempuan adat kehilangan ruang untuk mendukung keluarga dan komunitas mereka.

Beban ganda yang mereka alami semakin menonjol, kontras dengan program pemerintah yang sering kali menjanjikan tempat tinggal layak bagi warganya.

Baca juga: Dari Aru sampai Kolombia, Masyarakat Adat Tuntut Pengakuan Perlindungan Keanekaragaman Hayati

Pengabaian hak-hak masyarakat adat membuat mereka kehilangan akses dan terpinggirkan secara struktural, menambah daftar panjang ketimpangan yang harus dihadapi oleh negara.

Senior Campaigner Kaoem Telapak Veni Siregar berututur, RUU Masyarakat Adat menjadi peluang untuk memperbaiki berbagai ketidakadilan ini.

Dia menyampaikan, Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat mendesak DPR RI agar segera memenuhi janjinya untuk mengesahkan RUU ini menjadi undang-undang pada 2025.

"Masyarakat Adat tidak membutuhkan janji baru atau sekadar wacana, melainkan perlindungan yang nyata dan menyeluruh atas wilayah adat, hukum adat, dan kelembagaan adat mereka," kata Veni.

Baca juga: Organisasi Maysrakat Sipil Serukan Perlindungan Masyarakat Adat dalam KTT Keanekaragaman Hayati COP16

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
AI Jadi Ancaman Jutaan Pekerjaan di Asia, Ini Peringatan PBB
AI Jadi Ancaman Jutaan Pekerjaan di Asia, Ini Peringatan PBB
Pemerintah
Asia Pasifik Diprediksi Makin Panas, Ancaman untuk Kesehatan dan Infrastruktur
Asia Pasifik Diprediksi Makin Panas, Ancaman untuk Kesehatan dan Infrastruktur
Pemerintah
Mikroplastik Cemari Pakan Ternak, Bisa Masuk ke Produk Susu dan Daging
Mikroplastik Cemari Pakan Ternak, Bisa Masuk ke Produk Susu dan Daging
LSM/Figur
Krisis Iklim Perparah Bencana di Asia Tenggara, Ketergantungan Energi Fosil Harus Dihentikan
Krisis Iklim Perparah Bencana di Asia Tenggara, Ketergantungan Energi Fosil Harus Dihentikan
LSM/Figur
Ada Perusahaan Sawit Diduga Beroperasi di Area Hutan dan Tak Lolos Verifikasi, Sertifikasi Dipertanyakan
Ada Perusahaan Sawit Diduga Beroperasi di Area Hutan dan Tak Lolos Verifikasi, Sertifikasi Dipertanyakan
Swasta
Emisi Kebakaran Hutan Global Jauh Lebih Tinggi dari Prediksi
Emisi Kebakaran Hutan Global Jauh Lebih Tinggi dari Prediksi
LSM/Figur
Indonesia Berpotensi Manfaatkan Panas Bumi Generasi Terbaru, Bisa Penuhi 90 Persen Kebutuhan Industri
Indonesia Berpotensi Manfaatkan Panas Bumi Generasi Terbaru, Bisa Penuhi 90 Persen Kebutuhan Industri
LSM/Figur
Banjir Ancam Kota Pesisir di Dunia, Risikonya Terus Meningkat
Banjir Ancam Kota Pesisir di Dunia, Risikonya Terus Meningkat
Pemerintah
Lubang Ozon di Antartika Menyusut, Tanda Bumi Mulai Pulih?
Lubang Ozon di Antartika Menyusut, Tanda Bumi Mulai Pulih?
Pemerintah
Tanah, Tangan, dan Tutur: Model Komunikasi Budaya Lokal Melawan Komodifikasi
Tanah, Tangan, dan Tutur: Model Komunikasi Budaya Lokal Melawan Komodifikasi
LSM/Figur
Penelitian Ungkap Kaitan Terumbu Karang dan Kenaikan Suhu Bumi
Penelitian Ungkap Kaitan Terumbu Karang dan Kenaikan Suhu Bumi
Swasta
Ekoteologi Didorong jadi Gerakan Pendidikan Nasional
Ekoteologi Didorong jadi Gerakan Pendidikan Nasional
Pemerintah
Lebih dari 70 Jenis Hiu Kini Dilindungi dan Diperketat Perdagangannya
Lebih dari 70 Jenis Hiu Kini Dilindungi dan Diperketat Perdagangannya
Pemerintah
Cuaca Ekstrem di Sumatera Dipicu Anomali Siklon Tropis, Ini Penjelasan Pakar
Cuaca Ekstrem di Sumatera Dipicu Anomali Siklon Tropis, Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
6 Cara Sederhana Mengurangi Food Waste di Rumah
6 Cara Sederhana Mengurangi Food Waste di Rumah
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau