Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertemuan Global Sepakati Perjanjian Atasi Polusi Plastik

Kompas.com, 28 November 2024, 15:09 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Intergovernmental Negotiating Committee (INC), pertemuan antarnegara, sepakat membuat perjanjian mengatasi krisis polusi plastik. Forum ini digelar di Busan, Korea Selatan.

Para negosiator dari 66 negara serta Uni Eropa akan mengatasi plastik dengan mengendalikan desain, produksi, konsumsi, hingga pembuangannya.

"Kita harus mengakhiri polusi plastik sebelum polusi plastik mengakhiri kita," ujar Menteri Lingkungan Korea Selatan Kim Wan-sup dikutip dari Al Jazeera, Kamis (28/11/2024).

Baca juga: Temukan Partikel Plastik, Ecoton Minta BPOM Awasi Produk Kosmetik

Perjanjian tersebut membahas soal produksi plastik berbahan bakar fosil yang tidak terkendali. Hal ini memperparah polusi plastik di negara kepulauan.

INC mengungkapkan, negara kepulauan seperti Mikronesia saat ini berhadapan dengan sebagian besar sampak plastik dari negara lain. Berdasarkan laporan Carbon Brief, plastik menyebabkan tiga kali lebih banyak emisi gas rumah kaca dibandingkan emisi dari penerbangan.

"Kami pikir itu adalah jantung dari perjanjian, untuk pergi ke hulu dan sampai ke masalah pada sumbernya," ucap penasihat hukum sekaligus negosiator plastik untuk Mikronesia Dennis Clare.

Kendati demikian, perusahaan maupun negara penghasil minyak dan plastik menginginkan perjanjian tersebut lebih fokus pada langkah-langkah daur ulang.

Padahal, menurut Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), daur ulang hanya 10 persen dari 400 juta ton plastik yang diproduksi setiap tahunnya.

Akibatnya, ratusan juta ton plastik berakhir di tempat pembuangan sampah atau insinerator bahkan terdampar ke lautan.

Baca juga: 5 Perusahaan Minyak Dituding Hasilkan Plastik 1.000 Kali Lebih Banyak, Benarkah?

Dikhawatirkan Pengaruhi Perjanjian

Negara-negara dalam INC mewanti-wanti perusahaan yang memproduksi plastik justru memengaruhi kesepakatan tersebut.

Data terbaru Greenpeace menyebutkan, lima perusahaan minyak dan kimia menghasilkan 1.000 kali lebih banyak plastik dari yang dikelola, dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

Perusahaan itu tergabung dalam Alliance to End Plastic Waste (AEPW), aliansi yang bertujuan untuk menghentikan polusi plastik.

"Anggota inisiatif termasuk perusahaan minyak dan kimia besar dari seluruh rantai pasokan plastik, termasuk perusahaan minyak ExxonMobil, Shell dan TotalEnergies, yang memproduksi bahan kimia dasar dalam kemasan plastik serta produk lainnya," kata Greenpeace.

Baca juga: Studi: Perubahan Iklim Makin Mengkhawatirkan akibat Polusi Plastik

Greenpeace mengungkapkan, kelima perusahaan memproduksi 132 juta ton jenis plastik polietilen (PE) dan PP (polipropilena) dalam lima tahun. Angka ini, 1.000 kali lipat lebih banyak dari total 118.500 ton sampah plastik yang dihasilkan AEPW pada periode yang sama.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
LSM/Figur
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
LSM/Figur
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
LSM/Figur
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
LSM/Figur
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
Pemerintah
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Pemerintah
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau