KOMPAS.com - Studi yang dirilis di jurnal Science menunjukkan, 2023 menjadi tahun terpanas karena pengaruh awan.
Para peneliti menjelaskan, melonjaknya suhu di bumi diperparah dengan minimnya awan rendah di atas lautan. Awan rendah adalah jenis awan yang terbentuk pada ketinggian kurang dari 2 kilometer di atas permukaan laut.
"Secara sederhana, lebih sedikit awan terang dan rendah menyebabkan bumi menjadi gelap, memungkinkannya menyerap lebih banyak sinar matahari," ujar peneliti dari Alfred Wegener Institute Helge Goessling.
Baca juga:
Dikutip dari CNN, Jumat (6/12/2024), Goessling menyatakan fenomena itu disebut albedo yang merujuk pada kemampuan permukaan memantulkan energi matahari kembali ke luar angkasa.
Studi mengungkapkan, albedo bumi menurun sejak 1970. Penyebabnya ialah mencairnya salju dan es laut, sehingga mengakibatkan penyerapan energi matahari yang lebih besar.
Berdasarkan data satelit NASA, peneliti menemukan minimnya awan rendah telah menurunkan albedo ke rekor terendah pada tahun lalu. Namun, para peneliti belum mengetahui mengapa ini bisa terjadi.
"Ini adalah masalah yang sangat rumit dan sulit untuk dipecahkan," tutur Goessling.
Goessling menduga, fenomena tersebut terkait dengan pengurangan polusi emisi sulfur. Meskipun berdampak bagi kesehatan manusia, emisi sulfur bisa membantu mendinginkan Bumi dengan mencerahkan awan.
Faktor lainnya, kata dia, adalah pemanasan global. Goessling menyampaikan, awan tingkat rendah cenderung tumbuh subur di atmosfer bawah yang dingin dan lembap.
Ketika permukaan Bumi memanas, awan dapat menipis atau menghilang sepenuhnya kemudian memicu pemanasan lebih lanjut.
"Jika hal ini benar-benar terjadi, proyeksi pemanasan global di masa mendatang mungkin akan diremehkan. Kita harus memperkirakan terjadinya pemanasan global yang cukup intens di masa mendatang,” ucap Goessling.
Sementara itu, ilmuwan Lawrence Livermore National Laboratory Mark Zalinka, sepakat bahwa awan berperan penting dalam pemanasan global.
Baca juga:
"Fakta bahwa awan memainkan peran penting dalam cerita ini logis, karena pada dasarnya awan merupakan pelindung matahari. Perubahan kecil pada tutupan awan dapat mengubah albedo Bumi secara drastis," jelas Zalinka.
Dia menekankan, mendalami bagaimana awan akan bereaksi terhadap pemanasan global harus dilakukan.
"Hal itu benar-benar menentukan seberapa besar pemanasan di masa mendatang akan berlangsung," sebut Zalinka.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya