Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertanian Tak Berkelanjutan Sebabkan Degradasi Lahan, Arab Saudi Luncurkan Agenda Aksi Riyadh

Kompas.com - 06/12/2024, 12:36 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Pemegang Presidensi Konferensi Para Pihak ke-16 (COP16) Convention to Combat Desertification (UNCCD) Arab Saudi meluncurkan Agenda Aksi Riyadh pada Kamis (5/12/2024).

Agenda aksi tersebut menjadi inisiatif untuk memobilisasi aktor negara dan non-negara guna memberikan solusi berkelanjutan untuk degradasi lahan, penggurunan, dan kekeringan.

Deputi Menteri Lingkungan Hidup, Kementerian Lingkungan Hidup, Air, dan Pertanian Arab Saudi Osama Faqeeha mengatakan, Agenda Aksi Riya melibatkan berbagai pemangku kepentingan utama selama dua tahun masa Presidensi COP16 Arab Saudi.

Baca juga: COP16 Riyadh: Kesehatan Tanah Jadi Cermin Kualitas Makanan

Dia menambahkan, agenda aksi yang diluncurkan bertujuan mendorong tindakan nyata bagi semua orang, mulai dari petani hingga masyarakat adat.

Peluncuran Agenda Aksi Riyadh dilakukan pada hari keempat COP16 yakni Hari Sistem Pangan dan Pertanian.

Untuk diketahui, pertanian yang tidak berkelanjutan menjadi penyebab utama degradasi lahan di dunia.

Sistem pangan dan pertanian yang tidak berkelanjuan berkontribusi terhadap penggundulan hutan, pelepasan emisi gas rumah kaca, dan hilangnya keanekaragaman hayati.

Baca juga: COP16 Riyadh: Investasi Restorasi Lahan Berdampak Ekonomi 30 Kali Lipat

Menurut UNCCD, pertanian menyumbang 23 persen emisi gas rumah kaca, 80 persen penggundulan hutan, dan 70 persen penggunaan air tawar.

"Sekitar 95 persenmakanan kita berasal dari tanah, namun kita terus memperlakukannya seperti lumpur," ujar Faqeeha.

Dia menambahkan, pengelolaan lahan yang tidak berkelanjutan, pertanian skala besar, dan peternakan skala industri menciptakan laju degradasi lahan yang tidak berkelanjutan.

Karena berbagai aktivitas tersebut, 24 miliar ton tanah subur hilang setiap tahun.

Baca juga: COP16 Riyadh Hasilkan Janji Rp 191 Triliun Atasi Kekeringan dan Degradasi Lahan

"Ini adalah penyebab utama kerawanan pangan dan air global, yang berdampak pada semua orang mulai dari petani yang bekerja keras di ladang yang semakin tandus, hingga konsumen yang membayar lebih untuk barang-barang penting," tutur Faqeeha.

UNCCD memperkirakan, pada 2050, hasil panen dapat menurun hingga 10 persen secara global karena degradsi lahan. Skenario ini dapat menyebabkan kenaikan harga pangan sekitar 30 persen.

Di sisi lain, kenaikan jumlah penduduk membutuhkan lebih banyak lahan pertanian untuk mencukupi kebutuhan makanan.

"Kita tidak perlu menciptakan kembali roda untuk memberikan solusi mendesak bagi krisis yang mencengkeram tanah dan lahan kita. Menginvestasikan kembali subsidi pertanian yang merugikan dapat segera memberikan bantuan keuangan untuk pemulihan lahan dan mereformasi praktik yang tidak berkelanjutan," ujar Faqeeha.

Baca juga: Mengenal Land Degradation Neutrality, Upaya Dunia Melawan Degradasi Lahan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau