Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengetahuan Masyarakat Adat Perlu Diarusutamakan untuk Restorasi Lahan

Kompas.com, 8 Desember 2024, 11:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

 

KOMPAS.com - Pengetahuan masyarakat adat dalam menjaga alam perlu dibawa dan diarusutamakan dalam mengatasi krisis yang melanda Bumi.

Direktur Potsdam Institute for Climate Impact Johan Rockstrom mengatakan, pengetahuan masyarakat adat tersebut bila perlu diimplementasikan untuk pengelolaan planet.

Hal tersebut disampaikan ilmuwan penerima pengharaan Tyler Prize dalam salah satu sesi Konferensi Para Pihak ke-16 (COP16) Convention to Combat Desertification (UNCCD) di Riyadh, Arab Saudi, Sabtu (7/12/2024) secara virtual.

Baca juga: Restorasi Lahan Perlu Libatkan Masyarakat Adat Lebih Banyak

Menurut studi dan pengukuran sistem Bumi dalam Planetary Health Check, saat ini Bumi dalam kondisi bahaya karena enam dari sembilan batas planet telah terlewati.

Keenam batas yang terlewati tersebut adalah polusi, iklim, biosfer, penggunaan lahan, air tawar, dan biogeokimia.

Sedangkan tiga lainnya yakni ozon, muatan aerosol atmosfer, dan pengasaman air laut masih dalam batas aman namun menuju ke ambang batas.

Krisis yang dialami Bumi saat ini disebabkan berbagai aktivitas manusia modern saat ini yang telah melepaskan hubungan dengan alam.

Baca juga: Pentingnya Pengakuan Hak Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Hutan

"Kita membiarkan diri kita dalam ekonomi yang didorong oleh bahan bakar fosil, mengglobal, konsumsi berlebihan, berbasis pertumbuhan PDB (produk domestik bruto) secara fundamental memutuskan hubungan ini dengan Bumi," kata Rockstrom.

Dia menuturkan, jika ingin Bumi stabil dan sehat, semuanya perlu dimulai dari lahan dan tanah.

Pasalnya, kesehatan tanah dan lahan sangat terkait dengan iklim, keanekaragaman hayati, air, polusi, bahan kimia, dan stabilitas sistem lahan itu sendiri.

Rockstrom bertutur, lahan adalah kunci kesehatan seluruh planet, sekaligus titipan bagi generasi masa depan.

"Lahan berfungsi sebagai fondasi keamanan di planet Bumi. Dan ini adalah sesuatu yang harus dipahami," tutur Rockstrom.

Baca juga: Investasi Eksplorasi SDA Harusnya Dapat Persetujuan Masyarakat Adat Lebih Dulu

Penjaga alam sebenarnya

Masyarakat adat menjadi penjaga alam dan lahan yang sebenarnya. Sebagai contoh, di Kongo, Afrika, dan Amazon, Amerika Selatan, 54 persen hutannya masih utuh karena berada di tangan masyarakat adat.

"Dan mereka adalah pilihan terakhir untuk membantu kita melindungi stabilitas sistem ini. Terhubung kembali hubungan dengan Bumi adalah kebutuhan mendesak yang mendasar. Budaya masyarakat adat adalah bantuan terbaik yang kita miliki di sini," ucap Rockstrom.

Rockstrom mendesak tindakan cepat untuk mengimplementasikan pengetahuan masyarakat adat dalam melakukan upaya restorasi dan pelindungan lahan.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
LSM/Figur
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Pemerintah
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
LSM/Figur
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
LSM/Figur
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
LSM/Figur
Guru Besar IPB Sebut Tak Tepat Kebun Sawit Penyebab Banjir Sumatera
Guru Besar IPB Sebut Tak Tepat Kebun Sawit Penyebab Banjir Sumatera
LSM/Figur
Perkuat Profesionalisme, AIIR Jadi Organisasi Profesi Investor Relations Pertama di Indonesia
Perkuat Profesionalisme, AIIR Jadi Organisasi Profesi Investor Relations Pertama di Indonesia
LSM/Figur
13 Perusahaan Dinilai Picu Banjir Sumatera, Walhi Desak Kemenhut Cabut Izinnya
13 Perusahaan Dinilai Picu Banjir Sumatera, Walhi Desak Kemenhut Cabut Izinnya
LSM/Figur
Agroforestri Karet di Kalimantan Barat Kian Tergerus karena Konversi Sawit
Agroforestri Karet di Kalimantan Barat Kian Tergerus karena Konversi Sawit
LSM/Figur
Perkebunan Sawit Tak Bisa Gantikan Hutan untuk Serap Karbon dan Cegah Banjir
Perkebunan Sawit Tak Bisa Gantikan Hutan untuk Serap Karbon dan Cegah Banjir
Pemerintah
Di Balik Kayu Gelondongan yang Terdampar
Di Balik Kayu Gelondongan yang Terdampar
LSM/Figur
Survei LinkedIn 2025 Sebut Permintaan Green Skills di Dunia Kerja Meningkat
Survei LinkedIn 2025 Sebut Permintaan Green Skills di Dunia Kerja Meningkat
Swasta
Menunda Net Zero Picu Gelombang Panas Ekstrem, Wilayah Dekat Khatulistiwa Paling Terdampak
Menunda Net Zero Picu Gelombang Panas Ekstrem, Wilayah Dekat Khatulistiwa Paling Terdampak
LSM/Figur
Guru Besar IPB Sebut Kebun Sawit di Sumatera Bisa Jadi Hutan Kembali
Guru Besar IPB Sebut Kebun Sawit di Sumatera Bisa Jadi Hutan Kembali
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau