Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tunda Atasi Perubahan Iklim Butuh Biaya 4 Kali Lebih Banyak

Kompas.com - 07/12/2024, 15:44 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Penelitian baru menyoroti pilihan sulit yang harus kita hadapi dalam menghadapi perubahan iklim.

Opsi yang dimaksud peneliti dalam studinya ini adalah pilihan untuk menyelesaikan krisis sekarang atau menghabiskan lebih banyak uang serta sumber daya untuk menyelesaikan krisis di masa mendatang setelah titik kritis lingkungan telah terlewati.

Titik kritis sendiri mengacu pada ambang batas di mana perubahan yang meluas dan signifikan menjadi tak terelakkan, bahkan jika pendorong perubahan itu disingkirkan.

"Anda harus menanggung biayanya sekarang, tepat sebelum ambang batas terlampaui," ungkap ahli matematika Parvathi Kooloth, dari Pacific Northwest National Laboratory (PNNL), Washington AS.

Baca juga:

"Dan jika Anda menunggu, tingkat intervensi yang diperlukan untuk mengembalikan sistem iklim ke tempatnya semula meningkat tajam," katanya lagi seperti dikutip dari Science Alert, Sabtu (7/12/2024).

Masuk akal. Pasalnya semakin lama perubahan iklim berlanjut, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk membalikkan keadaan.

Namun dalam studi baru ini, peneliti ingin secara khusus mengukur peningkatan biaya yang terjadi pasca titik kritis menggunakan skenario hilangnya es di laut.

Peneliti kemudian menemukan bahwa tidak semua dampak perubahan iklim dapat dipulihkan.

Mereka juga mencatat biaya untuk membalikkan keadaan dan memulihkan ekosistem sepenuhnya meningkat tajam, bahkan hingga empat kali lebih banyak dari yang diduga sebelumnya.

Memulihkan kerusakan itu pun juga membutuhkan lebih banyak waktu dan upaya.

"Gambarannya, jika kita tiba di tahun 2100 tanpa es laut, mungkin tidak cukup untuk mengembalikan es tersebut dengan cara menurunkan emisi ke tingkat yang kita hasilkan pada 2024, ketika kita masih memiliki sedikit es yang tersisa," papar Kooloth.

Kendati demikian ada juga beberapa hal positif yang ditemukan dalam studi ini. Misalnya saja, penelitian tersebut berpotensi membantu kita mengidentifikasi dan memprediksi titik kritis dengan lebih baik saat itu mendekat.

Secara teori, hal tersebut akan membantu kita menghindarinya.

Baca juga:

"Kita tahu banyak tentang sistem iklim saat ini. Tetapi bahkan sekarang kita tidak pernah benar-benar yakin seberapa jauh atau dekatnya kita dengan titik kritis," tambah kata Kooloth.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau