KOMPAS.com - Studi terbaru mengungkapkan bahwa es di Samudra Arktik akan mencair dan habis di 2027. Prediksi ini lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya, yaitu pada 2030.
Dalam studi yang dipublikasikan di Nature Communications, peneliti melakukan sembilan simulasi. Mereka menyebut, peristiwa Kutub Utara tanpa es tidak terhindari dan tak dapat diubah, terlepas dari bagaimana upaya manusia menghadapi emisi gas rumah kaca.
“Hari pertama tanpa es di Kutub Utara tidak akan mengubah keadaan secara drastis,” ujar peneliti University of Colorado Boulder Alexandra Jahn dikutip dari Euro News, Senin (9/12/2024).
Baca juga:
“Namun hal ini menunjukkan bahwa kita telah mengubah salah satu karakteristik penentu lingkungan alam di Samudra Arktik, yakni tertutup es laut dan salju sepanjang tahun, karena emisi gas rumah kaca," tambah dia.
Tim peneliti internasional menggunakan lebih dari 300 model komputer untuk memprediksi mencairnya seluruh es di Samudra Arktik. Hasilnya memperlihatkan, waktu pencairan es yang lebih cepat daripada proyeksi sebelumnya.
Para peneliti menyatakan, hilangnya es yang cepat biasanya dikaitkan dengan musim dingin dan pemanasan di musim semi.
"Jika Samudra Arktik dinyatakan bebas es dapat berdampak signifikan terhadap ekosistem di laut paling utara. Mulai dari beruang kutub yang menjadi simbol hingga zooplankton yang penting," ungkap para peneliti.
Adapun Samudra Arktik memiliki luas lebih dari 16 juta kilometer persegi. Namun, berdasarkan analisis citra satelit Scanning Multichannel Microwave Radiometer jumlah es makin menyusut.
Es laut menurun 12 persen setiap 10 tahun sejak 1978. Area es yang menurun hingga kurang dari 1 juta kilometer persegi dalam waktu singkat itu, dianggap sebagai titik kritis iklim.
Studi menunjukkan, masih ada peluang untuk menunda jangka waktu pencairan es laut dalam waktu dekat.
“Setiap pengurangan emisi akan membantu melestarikan es laut,” tutur Jahn.
Para peneliti mencatat, apabila semua es di kutub mencair maka lautan akan menyerap lalu mendistribusikan sejumlah besar panas di sekitar Bumi.
Dampak lainnya, industri komersial dapat menangkap ikan dan menambang populasi laut ataupun mineral yang sebelumnya tidak dapat diakses di perairan Arktik.
Baca juga:
Sementara perusahaan angkutan barang bisa mengambil rute pengiriman yang lebih cepat melalui Lintasan Barat Laut.
Pemanasan juga dapat menyebabkan peristiwa cuaca yang lebih tidak menentu dan ekstrem. Mereka menyatakan, suhu di sebagian wilayah Arktika makin lebih hangat pada Maret 2022.
Suhunya naik 10 derajat celsius, dibandingkan suhu rata-rata hingga menyebabkan area di sekitar Kutub Utara hampir mencair.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya