KOMPAS.com - Studi dari Transport & Environment (T&E) menemukan 87 persen maskapai tidak melanjutkan upaya mereka dalam transisi ke bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF).
Menurut studi tersebut, hanya 10 dari 77 maskapai yang dinilai melakukan bagian mereka untuk memfasilitasi transisi ke bahan bakar berkelanjutan.
Dikutip dari Know ESG, Selasa (10/12/2024) meski beberapa maskapai menggunakan SAF, mereka tidak memiliki campuran yang tepat atau menggunakan campuran yang salah sama sekali.
E-kerosene dianggap sebagai opsi yang paling berkelanjutan dan dapat ditingkatkan, tetapi mereka beralih ke biofuel yang terbuat dari jagung atau kedelai, yang tidak berkelanjutan dan tidak dapat digunakan untuk produksi skala besar.
Baca juga:
Studi pun mencatat maskapai dengan kinerja terbaik adalah Air France-KLM, United Airlines, dan Norwegian.
Mereka disebut telah berinvestasi dalam e-kerosene, bahan bakar hijau yang terbuat dari listrik terbarukan dan biofuel lain yang terbuat dari produk limbah.
SAF penting karena mengurangi emisi karbon industri penerbangan karena dapat menggantikan bahan bakar jet tradisional, yang merupakan penyumbang utama emisi karbon dioksida, dan memainkan peran konstruktif dalam memenuhi tujuan iklim.
Sayangnya, perusahaan minyak besar tidak berinvestasi lebih banyak dalam produksi SAF dan sebagian besar SAF yang mereka produksi adalah bahan bakar berbasis bio, yang kurang berkelanjutan.
Di sisi lain, perusahaan kecil dan perusahaan rintisan berinvestasi dalam produksi e-kerosene, tetapi mereka kekurangan sumber daya keuangan untuk meningkatkannya, sehingga sulit untuk memenuhi permintaan bahan bakar hijau yang terus meningkat di industri penerbangan.
Baca juga:
Studi ini pun menyerukan lebih banyak peraturan dan sikap yang lebih tegas terhadap perusahaan minyak yang menolak untuk berhenti menggunakan bahan bakar fosil.
"Terlalu sedikit maskapai penerbangan yang berkomitmen pada bahan bakar yang benar-benar berkelanjutan. Mayoritas membeli jenis bahan bakar yang salah atau, lebih buruk lagi, tidak menggunakan SAF sama sekali," kata Francesco Catte, manajer SAF di T&E.
Maskapai penerbangan harus berusaha keras untuk mengubah hal ini.
"Mereka perlu mengirimkan sinyal yang tepat kepada pemasok bahan bakar bahwa apa yang dijual kepada mereka tidak akan membuat penerbangan mereka ramah lingkungan. Jika tidak, mereka dapat melupakan tujuan nol emisi bersih mereka," tambah Catte.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya