KOMPAS.com - Pasar karbon Asia Tenggara berpotensi menghasilkan pendapatan kumulatif antara 946 miliar dollar AS hingga 3 triliun dollar AS selama 25 tahun ke depan hingga tahun 2050.
Hal tersebut mengacu laporan terbaru dari platform pasar karbon Abatable, ASEAN Alliance on Carbon Markets, dan konsultan yang fokus pada Indonesia, Equatorise, bisa terjadi jika pasar tersebut menetapkan kebijakan yang tepat untuk membuka peluang itu.
Dikutip dari Business Times, Selasa (10/12/2024) pendapatan tersebut akan berasal dari berbagai proyek karbon yang berpotensi bernilai hingga 267,7 miliar dollar AS pada tahun 2050.
Lalu, proyek-proyek yang bertujuan untuk membatasi penggundulan hutan berpotensi bernilai sebesar 27, 8 miliar dollar AS, proyek karbon biru bernilai hingga 95,9 miliar dollar AS, dan sisanya sebesar 144 miliar dollar AS berasal dari proyek biochar, jenis proyek baru yang mungkin dikembangkan ASEAN.
Diperkirakan bahwa berbagai proyek karbon, secara total, dapat mengurangi emisi lebih dari 1,1 miliar ton setara karbon dioksida setiap tahun pada tahun 2050, dan menciptakan 13,7 juta lapangan kerja dalam industri hijau baru ini.
Baca juga:
Negara-negara ASEAN diberkahi dengan stok karbon yang melimpah sehingga memiliki banyak potensi untuk memasok kredit karbon melalui proyek-proyek berbasis alam.
Sekitar 47 persen dari total luas daratan kawasan ini ditutupi oleh ekosistem hutan, meskipun penelitian telah menemukan bahwa sekitar 610.000 km2 hutan telah ditebangi antara 2001 hingga 2019.
Selain itu, ASEAN juga memiliki sekitar 35 persen hutan bakau dunia.
"Oleh karena itu, ada peluang signifikan bagi ASEAN untuk memperluas proyek Redd+, aforestasi, reforestasi, dan revegetasi (ARR), dan karbon biru untuk melindungi dan memperluas hutan dan ekosistem laut," tulis laporan ini.
Mengingat negara-negara ASEAN termasuk di antara produsen beras global terbesar di dunia, ini membuka ruang pula bagi kawasan untuk mengembangkan metodologi kredit karbon yang berfokus pada pengurangan emisi dari produksi beras.
Laporan tersebut menambahkan bahwa proyek berbasis alam cenderung menghasilkan manfaat tambahan yang signifikan, karena masyarakat lokal dalam batas-batas proyek dapat memperoleh pekerjaan, rumah mereka terlindungi melalui layanan ekosistem tambahan, dan mendapat manfaat dari inisiatif sosial di sekitar proyek.
“Proyek berbasis alam juga dapat memainkan peran penting dalam melindungi dan memulihkan keanekaragaman hayati, yang sangat penting bagi ASEAN karena tiga dari 17 negara dengan keanekaragaman hayati terbesar di dunia berada di kawasan tersebut yakni Indonesia, Malaysia, dan Filipina,” imbuh laporan tersebut.
Area potensial lain bagi ASEAN untuk menghasilkan kredit karbon adalah melalui penutupan pembangkit listrik tenaga batu bara.
Baca juga:
Dikenal sebagai kredit transisi, kredit ini menghadirkan jalan untuk membiayai penutupan awal pembangkit listrik tenaga batu bara dan penggantiannya dengan energi terbarukan sehingga pemilik pembangkit dapat memulihkan kerugian pendapatan mereka.
Laporan juga mencatat bahwa ASEAN memiliki potensi dalam mengembangkan proyek biochar, mengingat banyaknya hutan, sekam padi, dan kelapa sawit di kawasan tersebut.
Biochar dibuat dari sisa-sisa pertanian atau kehutanan dan kemudian dimasukkan kembali ke dalam tanah untuk memfasilitasi penghapusan karbon dari atmosfer.
Dengan proyeksi bahwa permintaan global untuk kredit karbon sukarela akan mencapai 1,2 miliar ton setara karbon dioksida per tahun pada tahun 2030 dan 5,4 miliar ton setiap tahun pada tahun 2050, laporan tersebut mencatat bahwa negara-negara ASEAN berada dalam posisi yang baik untuk memanfaatkan kekayaan alamnya untuk memenuhi permintaan dan mendapatkan kompensasi.
Lebih lanjut, Laporan tersebut memperkirakan bahwa proyek-proyek di Asia Tenggara telah menghasilkan kredit karbon yang sesuai dengan pengurangan atau penghapusan 233 juta ton setara karbon dioksida antara tahun 2009 dan 2024, mewakili 7 persen dari total penerbitan global.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya