KOMPAS.com - Seiring dengan majunya teknologi, peralatan olahraga yang dulunya dibuat dengan material sederhana kini telah berevolusi dan diproduksi dengan beragam bahan-bahan.
Namun, beberapa bahan baku yang digunakan untuk peralatan tersebut ternyata memiliki dampak tersendiri bagi lingkungan dan menimbulkan biaya tersembunyi.
Misalnya saja, Fiber Reinforced Plastic (FRP) atau material komposit yang terdiri dari serat dan matriks resin yang dapat ditemukan di sebagian besar peralatan cabang olahraga.
Salah satu cabang olahraga yang menggunakannya adalah tenis. Raket yang terbuat dari komposit ringan dan kuat sehingga memungkinkan pemain mengayunkannya dengan lebih cepat. Berbeda dengan raket kayu.
Sepatu lari pun jugaa mengandalkan komposit karbon untuk meningkatkan kelenturan, membantu daya dorong, meningkatkan stabilitas tumit, dan mengurangi kelelahan kaki.
Baca juga:
Singkatnya, ke mana pun Anda melihat, Anda akan melihat komposit plastik yang diperkuat serat.
Akan tetapi, seperti dikutip dari Techxplore, Selasa (31/12/2024) bahan komposit tersebut terkenal sulit didaur ulang.
Di Inggris misalnya, sekitar 90 persen dari semua limbah komposit berakhir di tempat pembuangan sampah.
Hanya 2 persen yang digunakan kembali untuk serat karbon. Sementara memproduksi komposit baru menghabiskan banyak energi.
Secara global, sekitar 7.000 metrik ton peralatan olahraga komposit mencapai akhir masa pakainya. Aliran limbah ini kini mencakup hampir 9 persen dari total pasar komposit.
Dengan fakta besarnya limbah tersebut, peneliti dari University of Sydney, Australia pun mencoba mencari cara yang lebih baik untuk mendaur ulangnya.
Dalam penelitian terbaru mereka, peneliti menguji satu metode yaitu daur ulang termokimia.
Komposit sering dilapisi dengan polimer atau resin agar permukaannya lebih tahan lama. Namun, hal ini membuat bahan-bahan ini lebih sulit dipisahkan.
Baca juga:
Untuk menemukan cara mengekstraksi serat tersebut, peneliti melakukan eksperimen dengan menggunakan sepeda rusak yang terbuat dari komposit serat karbon dan mencoba mendaur ulang menggunakan bahan kimia dan panas.
Peneliti mengembangkan metode kimia yang sangat efisien dan menemukan suhu optimal untuk melelehkannya, yaitu 425 derajat Celcius.
Pada suhu tersebut, peneliti dapat mengekstraksi serat secara relatif utuh.
Serat daur ulang mempertahankan 94 persen dari kekakuan aslinya dan 90 persen dari kekuatan aslinya.
Dengan begitu, serat karbon pun dapat digunakan untuk berbagai keperluan, di mana kekuatan dan kekakuan yang sedikit lebih rendah dapat diterima.
Peneliti pun berharap metode tersebut akan berguna untuk membantu proses daur ulang dari produk komposit yang dihasilkan peralatan olahraga.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya