Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Kembangkan E-Textile Ramah Lingkungan, Apa Itu?

Kompas.com - 08/01/2025, 19:06 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tim ilmuwan yang dipimpin peneliti dari University of Southampton dan UWE Bristol berhasil mengembangkan tekstil elektronik (e-textile) yang berkelanjutan dan dapat terurai secara hayati.

Tekstil elektronik tersebut dinamai SWEET.

Tapi apa sih e-textile itu?

Dikutip dari laman resmi University of Southampton, Rabu (8/1/2025), e-textile merupakan tekstil yang memiliki komponen listrik tertanam seperti sensor, baterai, atau lampu.

Tekstil tersebut dapat digunakan dalam mode, untuk pakaian olahraga, atau untuk keperluan medis sebagai pakaian yang memantau tanda-tanda vital orang.

Namun seiring dengan kesadaran masyarakat, tekstil itu tidak hanya harus tahan lama, aman dipakai, dan nyaman tetapi juga harus ramah lingkungan saat tidak lagi dibutuhkan.

“Mengintegrasikan komponen listrik ke dalam tekstil konvensional mempersulit daur ulang bahan karena sering kali mengandung logam, seperti perak, yang tidak mudah terurai secara biologis," kata Profesor Nazmul Karim, peneliti dari University of Southampton yang memimpin studi.

Baca juga: Industri Pakaian Sumber Polusi Plastik yang Terabaikan

"Pendekatan ramah lingkungan kami yang potensial untuk memilih bahan dan manufaktur yang berkelanjutan mengatasi hal tersebut dan memungkinkan kain terurai saat dibuang,” paparnya.

Desain tekstil sendiri memiliki tiga lapisan yaitu lapisan penginderaan, lapisan untuk berinteraksi dengan sensor, dan kain dasar. Kain dasar ini menggunakan tekstil yang disebut Tencel, yang terbuat dari kayu terbarukan dan dapat terurai secara biologis.

Elektronik aktif dalam desain ini terbuat dari grafena, bersama dengan polimer yang disebut PEDOT:PSS. Bahan konduktif ini dicetak dengan inkjet presisi ke kain.

Hasil penelitian mengonfirmasi bahwa material tersebut dapat mengukur detak jantung dan suhu secara efektif dan andal pada tingkat standar industri.

"Mencapai pemantauan yang andal dan berstandar industri dengan material ramah lingkungan merupakan tonggak penting. Hal ini menunjukkan bahwa keberlanjutan tidak harus mengorbankan fungsionalitas, terutama dalam aplikasi penting seperti perawatan kesehatan,” papar Dr Shaila Afroj, Associate Professor of Sustainable Materials dari University of Exeter dan salah satu penulis penelitian.

Bisa Terurai

Tim peneliti kemudian mengubur e-textile di tanah untuk mengukur sifat biodegradable-nya. Setelah empat bulan, kain tersebut telah kehilangan 48 persen beratnya dan 98 persen kekuatannya, yang menunjukkan dekomposisi yang relatif cepat dan juga efektif.

Baca juga: Pasar Pakaian Global Meningkat, Berpotensi Hasilkan Emisi dan Polusi

Lebih jauh, penilaian siklus hidup mengungkapkan bahwa elektroda berbasis graphene memiliki dampak hingga 40 kali lebih sedikit terhadap lingkungan daripada elektroda standar.

Hal ini menjadikannya pilihan yang lebih bertanggung jawab bagi industri yang ingin mengurangi dampak ekologis penggunaan tekstil.

Proses pencetakan ink-jet juga merupakan pendekatan yang lebih berkelanjutan untuk fabrikasi tekstil elektronik, dengan hampir tidak ada limbah bahan serta penggunaan air dan energi yang lebih sedikit daripada pencetakan konvensional.

Studi ini pun dapat membantu mengatasi kurangnya penelitian di bidang biodegradasi tekstil elektronik di tengah meningkatnya polusi dari tempat pembuangan sampah.

"Bahan-bahan ini akan menjadi semakin penting dalam kehidupan kita, khususnya di bidang perawatan kesehatan, jadi sangat penting bagi kita untuk mempertimbangkan cara membuatnya lebih ramah lingkungan, baik dalam pembuatan maupun pembuangannya,” tambah Profesor Karim.

Peneliti juga berharap bisa segera merancang pakaian yang terbuat dari SWEET untuk penggunaan potensial di sektor perawatan kesehatan, khususnya di bidang deteksi dini dan pencegahan penyakit terkait jantung yang diderita 640 juta orang di seluruh dunia.

Temuan ini dipublikasikan di jurnal Energy and Environmental Materials.

Baca juga: Pelibatan Murid Susun Menu Makan Bergizi Gratis Bisa Kurangi Sampah Signifikan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

10 Provinsi dengan Deforestasi Terparah Sepanjang 2024, 3 dari Kalimantan

10 Provinsi dengan Deforestasi Terparah Sepanjang 2024, 3 dari Kalimantan

LSM/Figur
AS Keluar dari Perjanjian Paris, Indonesia Harus Lebih Kuat Berkolaborasi

AS Keluar dari Perjanjian Paris, Indonesia Harus Lebih Kuat Berkolaborasi

LSM/Figur
Tak Jawab Akar Masalah, Tanggul Laut Dinilai Bakal Sia-sia

Tak Jawab Akar Masalah, Tanggul Laut Dinilai Bakal Sia-sia

LSM/Figur
Heboh Kebun Sawit dalam Hutan Lindung

Heboh Kebun Sawit dalam Hutan Lindung

Pemerintah
Serba-serbi 'Renewable Energy Certificate' PLN: Kelebihan Bagi Swasta dan Harganya

Serba-serbi "Renewable Energy Certificate" PLN: Kelebihan Bagi Swasta dan Harganya

BUMN
Pemerintah Tegaskan Bangun Tanggul Laut 700 Km, dari Banten sampai Jawa Timur

Pemerintah Tegaskan Bangun Tanggul Laut 700 Km, dari Banten sampai Jawa Timur

Pemerintah
Peluang Dagang Karbon Rp 184 Triliun dari Restorasi Gambut dan Rehabilitasi Mangrove

Peluang Dagang Karbon Rp 184 Triliun dari Restorasi Gambut dan Rehabilitasi Mangrove

Pemerintah
Pengawasan TPA Pembuangan Terbuka sampai Akhir Februari, Sanksi Menanti

Pengawasan TPA Pembuangan Terbuka sampai Akhir Februari, Sanksi Menanti

Pemerintah
YKAN: Emisi CO2 Naik 38 Persen jika Lahan Gambut Dikonversi ke Sawit

YKAN: Emisi CO2 Naik 38 Persen jika Lahan Gambut Dikonversi ke Sawit

LSM/Figur
Ganggang yang Melimpah di Indonesia Ini Calon 'Superfood' Masa Depan

Ganggang yang Melimpah di Indonesia Ini Calon 'Superfood' Masa Depan

LSM/Figur
Berapa Banyak Spesies yang Akan Punah akibat Perubahan Iklim?

Berapa Banyak Spesies yang Akan Punah akibat Perubahan Iklim?

LSM/Figur
Pendanaan Iklim Negara Rentan Meningkat 490 Miliar Dollar AS pada 2030

Pendanaan Iklim Negara Rentan Meningkat 490 Miliar Dollar AS pada 2030

Pemerintah
IESR Nilai Sertifikat REC PLN Tak Dorong Transisi Energi

IESR Nilai Sertifikat REC PLN Tak Dorong Transisi Energi

BUMN
Auriga: Deforestasi Indonesia Tahun 2024 Naik, Kalimantan Terparah

Auriga: Deforestasi Indonesia Tahun 2024 Naik, Kalimantan Terparah

LSM/Figur
AI Bisa Ciptakan 170 Juta Pekerjaan, tetapi Dampak Baiknya Tak Merata

AI Bisa Ciptakan 170 Juta Pekerjaan, tetapi Dampak Baiknya Tak Merata

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau