Oleh: Ghufran Zulqhisti dan Musnanda Satar
SEBAGAI salah satu provinsi termuda, Kalimantan Utara atau Kaltara merupakan secercah harapan dalam memitigasi dampak perubahan iklim sekaligus melestarikan keanekaragaman hayati.
Provinsi yang berbatasan langsung dengan Negeri Jiran itu, hingga saat ini masih memiliki luas hutan tropis yang masih terjaga.
Dalam suatu kajian yang dilakukan organisasi nirlaba berbasis ilmiah, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) bersama mitra, diketahui Kaltara merupakan provinsi dengan persentase tutupan hutan tertinggi di Kalimantan.
Luasnya mencapai 5,49 juta hektare (Ha) atau 78,48 persen dari luas wilayah administrasinya.
Persentase tutupan hutan merujuk pada proporsi luas hutan terhadap luas wilayah keseluruhan suatu daerah atau negara, yang menjadi indikator untuk mengukur kondisi kelestarian hutan dan lingkungan hidup.
Untuk tetap menjaga kelestarian alam Kaltara di tengah desakan pembangunan, YKAN bersama pelbagai pihak termasuk Universitas Mulawarman melakukan kajian berbasis bentang alam dengan pendekatan Development by Design (DbD).
Pendekatan ini mencoba mengintegrasikan perencanaan konservasi bentang alam dengan penerapan hierarki mitigasi, untuk memastikan offset keanekaragaman hayati selaras dengan prinsip Pembangunan Berkelanjutan.
Offset keanekaragaman hayati atau melestarikan alam pengganti di tempat lain adalah langkah terakhir dalam mitigasi kerusakan ekosistem yang disebabkan proyek pembangunan.
Ini dilakukan setelah lebih dulu menghindari, meminimalkan, memulihkan, dan merehabilitasi kerusakan alam yang terdampak dari proyek tersebut.
Konsep mitigasi ini serupa dengan yang digunakan organisasi konservasi lingkungan hidup internasional (IUCN), program lingkungan Perserikatan Bangsa-bangsa (UNEP), World Bank dan lembaga dunia lainnya.
Tujuannya untuk memastikan bahwa kegiatan pembangunan dilakukan dengan penerapan prinsip-prinsip kehati-hatian dalam mengurangi risiko kehilangan keanekaragaman hayati, jasa lingkungan dan bencana.
Di Kaltara terdapat beberapa isu konservasi seperti dukungan kegiatan usulan kawasan hutan adat dari Masyarakat Hukum Adat (MHA) Punan Batu Benau Sajau, kegiatan Perhutanan Sosial, serta kegiatan pengembangan Integrated Area Development (IAD) atau Pembangunan Area Terpadu.
Pendekatan DbD diadopsi dari pendekatan yang sama, yang dilakukan oleh organisasi konservasi dunia The Nature Conservancy.
Dalam konteks Kaltara, kajian ini bertujuan memberikan masukan bagi para pemangku kepentingan mengenai pengelolaan kawasan bentang alam secara berkelanjutan.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya