Dengan begitu harapannya, pemerintah bisa lebih berhati-hati dalam menerbitkan ijin untuk konversi maupun penggunaan lahan.
Sebelum memulai kajian DbD, beberapa kajian awal dilakukan sebagai baseline, yaitu kajian High Conservation Value (HCV), kajian High Carbon Stock (HCS), dan kajian Human Modification Index (HMI) di Kaltara.
Tiga kajian ini dilapisi dengan data-data tutupan hutan serta zonasi kawasan berdasarkan Rencana Tata Ruang.
Baseline awal yang dibangun adalah kajian Areal dengan Nilai Konservasi Tinggi (ANKT) atau sama dengan kajian HCV Tingkat Provinsi Kaltara yang dilakukan YKAN dengan Universitas Mulawarman.
Kajian ini menyimpulkan bahwa wilayah dengan Nilai Konservasi Tinggi untuk Keanekaragaman Hayati Penting seluas 3.656.939,70 Ha atau sebesar 48,46 persen dari total luas wilayah, dan memiliki Nilai Konservasi Tinggi untuk Bentang Lahan dan Dinamika Alami seluas 4.578.243,92 Ha atau sebesar 60,66 persen dari total luas provinsi.
Kajian HCV juga menjabarkan beberapa ekosistem penting seperti ekosistem hutan sub-pegunungan dan hutan dataran rendah yang didominasi famili Dipterocarpaceae belum mengalami kehilangan yang signifikan sejak tahun 1990.
Sementara ekosistem gambut, karst, rawa dan mangrove termasuk ke dalam ekosistem langka, namun belum masuk ke dalam kategori ekosistem terancam punah.
Terakhir ekosistem unik seperti hutan pantai, hutan riparian, ekosistem kerangas dan litoral telah masuk dalam kategori ekosistem langka dan terancam punah.
Sedangkan hasil dari kajian High Carbon Stock (HCS) menyimpulkan bahwa terjadi penurunan luas area dengan stok karbon tinggi di Provinsi Kaltara.
Tercatat adanya penurunan sebesar 6,35 persen dari 6.234.464,17 Ha di tahun 1990 menjadi 5.838.378,18 Ha di tahun 2021.
Penurunan luas area dengan stok karbon tinggi terbesar terjadi di Kota Tarakan, yakni sebesar 40,10 persen di mana pada tahun 1990 seluas 9.230,83 Ha menjadi 5.529,37 Ha di tahun 2021.
Sementara kajian internal yang dilakukan YKAN dengan metode HMI dilakukan untuk melihat dampak kegiatan manusia terhadap biosfer, dengan mengukur intensitas dan pola perubahan kegiatan manusia.
Pemahaman mengenai analisis HMI ini dapat membantu memahami perubahan lanskap di Kaltara dan memberikan informasi penting untuk perencanaan dan pengelolaan lingkungan.
Pemetaan ini juga memfasilitasi identifikasi area prioritas konservasi berdasarkan tingkat modifikasi manusia yang rendah.
Analisis HMI memungkinkan pemantauan perubahan jejak “Human Footprint” di masa depan sehingga dapat digunakan untuk membantu penyusunan skenario mitigasi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya