SUDAH menjadi pandangan umum bahwa Indonesia merupakan negara yang diberkahi kekayaan alam luar biasa; dari hutan tropis yang membentang luas hingga kekayaan laut tak tertandingi.
Nusantara kita memegang peran penting sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati global.
Namun, ancaman semakin menakutkan: hutan digunduli, lautan tercemar, dan ekosistem terganggu, semuanya atas nama pembangunan dan eksploitasi ekonomi.
Jika kondisi ini dibiarkan, maka bukan tidak mungkin masa depan generasi mendatang kian suram.
Di sisi lain kita sering mendengar kata “konservasi” digaungkan di berbagai kesempatan. Namun, apa sebenarnya arti konservasi bagi kita?
Bagaimana cara menjadikan konservasi lebih dari sekadar konsep yang sekilas terdengar idealis, tetapi sulit diwujudkan?
Mari melihat isu ini secara lebih mendalam, mencari solusi nyata yang dapat diterapkan untuk menyelamatkan lingkungan penyangga kehidupan sekaligus menggerakkan masyarakat menuju masa depan yang lebih berkelanjutan.
Hutan tropis Indonesia, yang merupakan salah satu terbesar di dunia, telah lama menjadi sumber kehidupan.
Hutan bukan hanya rumah bagi satwa liar seperti orangutan dan harimau Sumatra, tetapi juga menjadi penopang ekonomi lokal.
Sayangnya, lebih dari 24 juta hektare hutan Indonesia telah lenyap dalam dua dekade terakhir. Angka ini setara dengan kehilangan paru-paru yang menyediakan oksigen dan menyerap karbon dioksida dalam jumlah besar.
Deforestasi sering kali terjadi karena tekanan ekonomi. Perkebunan sawit, tambang, dan pembangunan infrastruktur menjadi alasan utama hilangnya hutan.
Namun, akar masalahnya lebih dalam lagi, yakni kebijakan yang tidak berpihak pada keberlanjutan, lemahnya penegakan hukum, dan kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya hutan.
Di sini, masyarakat adat memainkan peran penting. Dengan kearifan lokal yang telah teruji selama ratusan tahun, masyarakat adat tahu bagaimana menjaga keseimbangan antara pemanfaatan dan pelestarian.
Sebagai contoh, tradisi Subak di Bali, Sasi di Maluku dan Papua, kearifan Dayak di Kalimantan, Pela Gandong di Maluku, Pranata Mangsa di Jawa, Awig-Awig di Lombok, Mangareng di Sulawesi Selatan, Nggaki Ngdu di Flores, Ngaben Lahan di Sumatera, dan Mapalus di Sulawesi Utara.
Semuanya menegaskan pentingnya penghormatan terhadap alam dalam budaya Indonesia.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya