Kajian HMI secara spasial memperkuat hasil kajian HCS di mana wilayah-wilayah seperti Kota Tarakan memiliki jejak footprint kegiatan manusia atau sebanding dengan kegiatan pembangunan tertinggi.
Proses penyusunan skenario dilakukan dengan menggunakan data-data yang telah dipaparkan sebelumnya. Selain tiga baseline, skenario mitigasi dikembangkan juga dengan mempertimbangkan rencana pembangunan dalam Rencana Tata Ruang Pemerintah.
Skenario disusun dengan membagi wilayah atas beberapa kategori. Pertama, wilayah yang harus dihindari (avoid), yaitu kawasan yang sudah ditetapkan sebagai kawasan konservasi dan hutan lindung oleh pemerintah, kawasan intact forest dengan nilai HMI 0, dan kawasan HCV di dalam konsesi hutan dan perkebunan.
Kemudian skenario kedua, yaitu wilayah yang harus diminimalkan (minimize). Ini mencakup kawasan yang masuk nilai HCV dan memiliki tutupan hutan pada wilayah hutan produksi, wilayah perhutanan sosial, serta wilayah potensi perhutanan sosial.
Sedangkan skenario ketiga, yaitu wilayah yang dipulihkan (restore), antara lain kawasan lindung dan konservasi yang terdegradasi, kawasan HCV yang terdegradasi termasuk juga kawasan sepadan Sungai yang kehilangan tutupan hutan.
Skenario DbD juga memberikan rekomendasi di mana kawasan yang sudah terbangun serta wilayah lahan cadangan.
Mengacu pada ketiga skenario tadi, hasil kajian berbasis bentang alam yuridiksi Kaltara menyebutkan setidaknya 71 persen atau seluas 5,4 juta Ha kawasan berhutan di provinsi tersebut sebaiknya tidak dikonversi atau dalam hirarki mitigasi disebut dengan avoid.
Sementara seluas 17 persen lainnya harus dikelola dengan meminimalkan dampak dan menerapkan prinsip berkelanjutan.
Sedangkan sisanya seluas 12 persen, merupakan kawasan yang sudah terbangun untuk pembangunan termasuk perkebunan skala besar.
Kajian kemudian menyusun rekomendasi yang lebih detail dengan menggunakan beberapa skenario berdasarkan kondisi wilayah dan baseline data yang dibangun.
Selama ini, pembangunan kerap menjadi momok dalam upaya pelestarian lingkungan. Namun, melalui kajian dengan pendekatan DbD, justru memberikan rekomendasi pilihan skenario jangka panjang yang lebih baik.
Pembangunan Kaltara sebagai provinsi dengan nilai-nilai konservasi tinggi perlu memastikan bahwa rencana pembangunan ke depan dilakukan dengan mengedepankan prinsip-prinsip keberlanjutan.
Hasil Kajian DBD ini dapat digunakan untuk memandu proses penyusunan perencanaan pembangunan secara lebih baik, sehingga kegiatan-kegiatan pembangunan dapat dilakukan pada wilayah dengan risiko kerusakan yang terkecil.
Tugas besar berikutnya adalah bagaimana mengadopsi rekomendasi ini dalam kebijakan pengelolaan ruang dan wilayah di Kaltara.
Sehingga ekspansi pembangunan dalam jangka panjang di Provinsi tersebut tetap menjaga kelestarian alam khususnya menjaga tutupan hutan, baik hutan dataran rendah, hutan mangrove dan hutan rawa.
Dengan begitu, Hutan Kaltara akan tetap terjaga.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya