Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agustian GP Sihombing
Biarawan

Anggota Justice Peace and Integrity of Creation (JPIC), biarawan Ordo Kapusin Provinsi Medan, dan mahasiswa magister filsafat.

Merajut Koneksi dengan Alam Ciptaan

Kompas.com, 13 Januari 2025, 17:00 WIB

Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.

Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"The relationship between the self and the other is asymmetrical, with the self being more responsible for the other" (Emmanuel Levinas: 1906-1995).

TERIMA kasih kepada Levinas atas pemikiran atau seruan filosofis tersebut. Bila diulangi dan diresapkan, seruan itu dapat membangkitkan semangat empati yang lama telah redup.

Memang, Levinas mengalamatkan pahamnya tentang empati kepada sesama manusia. Namun, sungguh indah, bila paham ontologis dan sekaligus teologis itu disematkan pula pada alam ciptaan.

Subjektivitas dalam ciptaan

Dalam dirinya (in se), alam ciptaan dengan segala elemen yang menyusunnya memiliki kekuatan ontologis. Kekuatan ini sama dengan yang dimiliki oleh manusia, yakni kebenaran, kebaikan, dan keindahan.

Pada tahap ini, kesimpulan sementara adalah alam ciptaan merupakan "the other" atau "yang lain" bagi manusia.

Makna indah dari "yang lain" yang dipikirkan oleh Levinas adalah bahwa alam memiliki hak untuk menikmati kehidupan dan proses alamiahnya, tanpa diurusi secara berlebihan oleh manusia.

Sifat manusia yang ingin mengatur dan membuat pola sesuai pemikirannya membuat alam ciptaan tidak berada pada jalur alamiahnya.

Akhirnya, alam dijadikan dan diperlakukan sebagai objek. Situasi ini justru dipandang wajar dan benar. Perilaku ini tentu membuat posisi alam ciptaan menjadi sarana pemenuhan kebutuhan yang tak wajar bagi manusia.

Tanggung jawab untuk membiarkan alam ciptaan berproses menjadi hilang. Perampasan terjadi dan ini dapat disaksikan dengan apa yang tengah berlangsung saat ini.

Memandang alam ciptaan sebagai "yang lain" memiliki muatan sakral bahwa alam mesti dihormati sebagai subjek, sama seperti manusia.

Bila dikoneksikan pada ilmu teologi secara umum, alam ciptaan sebagai "yang lain" bermakna bahwa alam ciptaan dalam dirinya memiliki dimensi ke-ilahi-an. Dimensi ini diberikan oleh Sang Pencipta.

Sebagai aku "yang lain"

Kedalaman berpikir dan menghayati dimensi subjektivitas dalam alam ciptaan akan menuntun manusia untuk melihat bahwa ciptaan merupakan dirinya yang lain. Sekali lagi, paham ini bukan berada pada sisi eksternal manusia, tapi internal.

Manusia mesti sadar bahwa alam ciptaan yang lain pun utama, bertanggung jawab, penting, dan tak dapat diperbandingkan.

Tak ada manusia yang ingin memberikan rasa sakit dan kesengsaraan pada dirinya. Sebaliknya, tiap manusia ingin sejahtera dan bahagia.

Keadaan dan kesadaran ini perlu dikoneksikan dengan alam ciptaan. Bila sudah sadar bahwa alam ciptaan itu adalah dirinya yang lain, manusia tentu tidak akan membuat alam sakit dan sengsara. Sebaliknya, manusia akan berjuang demi kesejahteraan dan kebahagiaan alam.

Empati yang kuat tentu akan mengarahkan tindakan moral etis manusia untuk membela hak dan kebebasan alam ciptaan.

Tahun 2025 merupakan suatu kesempatan untuk memperdalam konsep dan penghayatan bahwa alam ciptaan adalah subjek bagi dirinya dan manusia.

Alam telah berusaha memberikan hal-hal yang dapat digunakan oleh manusia untuk menunjang kehidupannya. Di dalam proses memberi itu, alam sebenarnya mengalami banyak hal yang tidak dirasakan dan dialami oleh manusia.

Penghormatan kepada alam akan dapat optimal bila koneksi dengan alam semakin masif. Hannah Ritchie dalam "Not The End of The World" memberikan sinar harapan baru.

Menurut data penelitiannya di Oxford, beberapa perbaikan dan pemulihan alam sudah terjadi. Memang, di beberapa bagian dunia, perusakan masih terjadi.

Namun, orang-orang muda sudah banyak yang terlibat aktif membela hak dan eksistensi alam ciptaan.

Setiap orang dapat menjadi pelaku ekologi yang bertanggung jawab, terkoneksi dengan alam, dan sadar pada subjektivitas alam.

Langkah demi langkah mesti dilalui seperti hidup dalam kesadaran bahwa manusia berada di tengah alam, bukan di luar.

Kedua, setiap unsur dan elemen alam memiliki nilai ontologis yang sama dengan manusia. Ketiga, mindset mesti terarah kepada usaha perbaikan yang sudah ada dan ikut mendukungnya dengan aksi-aksi kecil di sekitar.

Harapan tidak akan mengecewakan (spes non confundit)! Semoga semakin banyak manusia yang menaruh harapan pada peluang bahwa alam ciptaan akan semakin membaik. Semoga semakin banyak manusia yang terkoneksi dengan alam ciptaan di sekitarnya. Sic fiat!

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Pemerintah
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Pemerintah
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
LSM/Figur
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pemerintah
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Pemerintah
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Pemerintah
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
LSM/Figur
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
LSM/Figur
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
Pemerintah
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
LSM/Figur
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
Pemerintah
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
Pemerintah
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
LSM/Figur
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau