Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebakaran Los Angeles Tak Lepas dari Perubahan Iklim, Ahli Serukan Sasar Akar Penyebabnya

Kompas.com - 16/01/2025, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Kebakaran yang melanda Los Angeles (LA), California, Amerika Serikat (AS) yang diperkirakan dimulai pada 7 Januari tak kunjung padam.

Sampai saat ini, kebakaran hebat yang melanda wilayah tersebut menewaskan sedikitnya 25 orang dan menelan lebih dar 12.000 bangunan.

Kebakaran juga menyebabkan kerugian yang diperkirakan mencapai 250 miliar dollar AS. Jika dikonfirmasi, ini akan menjadi kebakaran hutan termahal dalam sejarah AS.

Kini, otoritas di LA mengumumkan perintah evakuasi baru karena potensi kebakaran yang lebih parah karena cuaca yang berbahaya, sebagaimana dilansir The Guardian, Rabu (15/1/2025).

Baca juga: Kebakaran Hutan Berpotensi Mematikan, Warga Los Angeles Bersiap Evakuasi Baru

Perubahan iklim

Angin kencang Santa Ana dianggap sebagai salah satu penyebab "si jago merah" melalap apa pun di sekitarnya dengan cepat.

Santa Ana sendiri merupakan kejadian alam yang biasa terjad di LA. Angin kencang tersebut berembus dari Nevada dan Utah ke California Selatan setiap tahun dari musim gugur hingga awal musim dingin.

Angin Santa Ana bersifat kering dan minim kelembaban sebagaimana dilansir Euronews. Sifat tersebut membuat vegetasi yang dilalui angin Santa Ana menjadi lebih kering dan mudah terbakar.

Di sisi lain, menurut analisis sejumlah peneliti dari University of California Los Angeles (UCLA), kebakaran hebat yang melanda LA tak bisa lepas dari perubahan iklim.

Dilansir dari CNN, perubahan iklim berkontribusi sekitar 25 persen dari kebakaran hebat di LA.

Para peneliti menyatakan, kebakaran tersebut kemungkinan besar masih akan terjadi di dunia tanpa perubahan iklim.

Namun, mereka menyimpulkan kebakaran yang terjadi bisa lebih kecil dan dampaknya kurang intens bila tidak ada perubahan iklim.

Baca juga: Jadi Korban Kebakaran Los Angeles, Jenazah Aktris Dalyce Curry Baru Ditemukan

Bahan bakar fosil

Menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Reviews Earth & Environment awal tahun ini, kondisi perubahan cuaca yang tiba-tiba telah meningkat hingga 31 persen sejak pertengahan abad ke-20.

Jika iklim menghangat hingga 3 derajat celsius di atas tingkat pra-industri, penelitian tersebut memperkirakan perubahan cuaca yang tiba-tiba akan meningkat hingga 113 persen.

Ilmuwan iklim dari lembaga antariksa AS National Aeronautics and Space Administratio (NASA), Peter Kalmus, menuturkan, kenaikan suhu global saat ini "baru" 1,5 derajat celsius.

Namun, kata dia, dampaknya sudah sangat luar biasa.

Kalmus berujar, berbagai strategi adaptasi memang dibutuhkan untuk mengatasi berbagai dampak buruk akibat perubahan iklim, salah satunya kebakaran.

Baca juga: Apa Isi Cairan Pink yang Dipakai Memadamkan Api di Los Angeles?

Meski demikian, dia juga menegaskan dunia harus menyasar akar penyebab utamanya yakni bahan bakar fosil.

"Kita harus mengatasi akar permasalahannya, yaitu bahan bakar fosil, secepat mungkin demi kelangsungan hidup kita," kata Kalmus, sebagaimana dilansir Euronews.

Kalmus percaya, di masa depan, manusia akan menghadapi berbagai dampak sekaligus, yang akan sangat menghancurkan jika kita tidak siap.

Kalmus menuturkan, industri bahan bakar fosil sebenarnya sudah mengetahui dampaknya sejak 1970-an. Akan tetapi, lanjut Kalmus, industri tersebut memiliki untuk menyebarkan disinformasi.

"Menurut saya, itu adalah kegagalan moral terbesar dalam sejarah manusia," papar Kalmus.

Baca juga: 11 Nama Korban Jiwa Kebakaran Los Angeles, Termasuk Dalyce Curry

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau