KOMPAS.com - Gelombang panas ekstrem kembali melanda Asia Selatan, tetapi kali ini datang lebih cepat dari biasanya.
Fenomena cuaca ekstrem ini memperkuat kekhawatiran akan dampak perubahan iklim dan pemanasan global di kawasan berpenduduk padat ini.
Biasanya, gelombang panas di wilayah Asia Selatan mulai meningkat pada Mei dan mencapai puncaknya di bulan Juni sebelum mereda saat musim hujan tiba.
“Asia Selatan kini mengalami peralihan yang sangat singkat dari musim semi ke suhu panas ekstrem,” ujar GP Sharma, lembaga prakiraan cuaca India, Skymet, sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Kamis (01/05/2025).
Dampak krisis iklim semakin nyata dengan minimnya akses terhadap alat pendingin, layanan kesehatan, dan air bersih bagi sekitar 1,9 miliar orang yang hidup di wilayah ini.
Di ibu kota India, Delhi, suhu sudah mencapai 40 derajat Celsius di bulan April—lima derajat lebih tinggi dari rata-rata musiman. Platform pemantau cuaca ekstrem ClimaMeter menyebut, kondisi ini sebagai dampak langsung pemanasan global akibat aktivitas manusia.
Gianmarco Mengaldo, ahli iklim dari National University of Singapore dan penulis laporan ClimaMeter, mengatakan bahwa gelombang panas ini bukan anomali, melainkan sinyal bahaya yang jelas.
“Masyarakat dan pemerintah harus segera mengambil tindakan untuk menanggulangi masalah ini,” ujarnya.
Pemerintah wilayah Delhi sejauh ini mengambil langkah darurat, seperti menghentikan kegiatan belajar sore di sekolah, menyediakan air minum dan larutan rehidrasi oral, serta menyiagakan petugas medis untuk menangani stres panas.
Di Jaipur, ibu kota negara bagian Rajasthan, suhu mencapai 44 derajat Celsius dan menyebabkan peningkatan laporan serangan panas, terutama pada pekerja konstruksi dan petani.
Badan Meteorologi India mencatat bahwa jumlah hari dengan suhu ekstrem tahun ini sudah melebihi rata-rata, dan suhu diperkirakan terus naik hingga pertengahan minggu depan.
Sementara itu, Pakistan juga mengalami suhu ekstrem. Di Shaheed Benazirabad, Provinsi Sindh, suhu mencapai 50 derajat Celsius—sekitar 8,5 derajat lebih tinggi dari rata-rata bulan April. Di berbagai wilayah lain, suhu bertahan di kisaran 40 derajat Celsius.
Harian Dawn di Pakistan melaporkan bahwa panas ekstrem yang sebelumnya jarang kini makin sering terjadi akibat perubahan iklim. Namun, baik India maupun Pakistan dinilai belum cukup siap menghadapi krisis iklim yang makin parah.
Data perbandingan suhu antara 1950–1986 dan 1987–2023 menunjukkan bahwa kota-kota besar seperti Delhi dan Islamabad kini lebih panas hingga 3 derajat Celsius dibandingkan wilayah pedesaan, diperparah oleh efek panas perkotaan (urban heat).
Mengaldo menegaskan bahwa perdebatan bukan lagi soal apa penyebab gelombang panas, melainkan seberapa parah ambang suhu ekstrem yang kini sudah terlampaui. Ia juga memperingatkan bahwa infrastruktur saat ini belum mampu mengantisipasi dampaknya.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya