KOMPAS.com - Kontras dengan yang narasi bahwa perubahan iklim bisa menurunkan risiko kematian akibat musim dingin, studi yang dipublikasikan di Nature Medicine mengungkapkan bahwa pemanasan bisa memicu kematian lebih besar.
Dikutip dari Euro News, Kamis (30/1/2025), tim peneliti memperkirakan, perubahan iklim dapat secara langsung memicu lebih dari 2,3 juta kematian tambahan terkait suhu di 854 kota Eropa pada tahun 2099, jika emisi karbon tidak dikurangi.
"Studi ini memberikan bukti kuat bahwa peningkatan tajam kematian terkait panas akan jauh melebihi penurunan kematian yang terkait dengan cuaca dingin," kata Prof Antonio Gasparrini, penulis senior studi dan juga pimpinan Environment & Health Modelling (EHM).
Kabar baiknya, Gasparrini mengatakan bahwa 70 persen dari kematian ini dapat dihindari jika tindakan cepat diambil.
Baca juga: Karena Perubahan Iklim, Rekor Suhu Panas Kemungkinan Besar Berlanjut 2025
Kota Eropa yang Terdampak
Barcelona diproyeksikan akan mengalami jumlah kematian tertinggi akibat suhu pada akhir abad ini, yaitu 246.082.
Diikuti oleh dua kota Italia, Roma, dengan proyeksi 147.738 kematian dan Naples dengan 147.248.
Di urutan keempat adalah Madrid di Spanyol (129.716) dan kemudian urutan kelima kota Milan di Italia (110.131).
Para peneliti mengungkapkan jumlah kematian terkait suhu diproyeksikan lebih banyak terjadi di kota-kota Mediterania karena memiliki populasi yang padat.
Banyak kota kecil di Malta, Spanyol, dan Italia juga kemungkinan akan terkena dampak buruk.
Eropa memanas lebih cepat daripada benua lain di Bumi. Data iklim saat ini menunjukkan bahwa suhu benua itu meningkat dua kali lipat dari rata-rata global.
Peningkatan kematian bukanlah satu-satunya masalah yang dapat dihadapi Eropa saat suhu memanas.
"Kematian terkait panas hanyalah salah satu ukuran dampak kesehatan dari peningkatan suhu. Panas ekstrem membunuh tetapi juga menyebabkan berbagai masalah kesehatan serius," kata Dr. Madeleine Thomson, Kepala Dampak dan Adaptasi Iklim di Yayasan Amal Global Wellcome yang tidak terlibat dalam penelitian.
"Hal tersebut telah dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, keguguran, dan kesehatan mental yang buruk," katanya lagi.
Lebih lanjut, Thomson menambahkan bahwa kita tidak siap menghadapi dampaknya terhadap kesehatan kita.
Baca juga: Krisis Iklim, Indonesia Alami Tambahan 122 Hari Suhu Panas pada 2024
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya