JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memutuskan PT Banyu Kahuripan Indonesia (PT BKI) wajib membayar ganti rugi lingkungan hidup sebesar Rp 282 miliar.
Hal ini dilakukan usai majelis hakim PT DKI mengabulkan sebagian gugatan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) terkait kebakaran lahan seluas 3.365 hektare di lokasi perkebunan sawit yang dikelola PT BKI.
Deputi Penegakan Hukum Lingkungan Hidup KLH, Rizal Irawan, menyatakan kebakaran menyebabkan kerusakan lahan, polusi udara, hilangnya biodiversitas, serta menghambat pencapaian target perubahan iklim pemerintah dalam mencapai Folu Net Sink 2030.
“Putusan PT Jakarta ini memberikan pembelajaran kepada setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk tidak melakukan pembakaran lahan dalam pembukaan maupun pengolahan lahan dengan cara membakar," ujar Rizal dalam keterangannya, Sabtu (12/7/2025).
Baca juga: 498 Kasus Karhutla, Baru 1060 dari 2590 Perusahaan Siap Menghadapinya
"Dan tidak membiarkan terjadinya kebakaran lahan di lokasi usaha dan/atau kegiatannya dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian,” imbuh dia.
Gugatan KLH diajukan pada 18 Oktober 2024 dengan nomor perkara 929/Pdt.SusLH/2024/PN.Jkt.Brt di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Rizal menjelaskan bahwa gugatan berawal dari kebakaran lahan di Desa Karang Agung, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, di 2023.
KLH mulanya menuntut ganti rugi materiil sebesar Rp 355 miliar serta biaya pemulihan lingkungan Rp 960 miliar.
PT DKI kemudian memutuskan mengabulkan sebagian gugatan KLH dan menyatakan bahwa PT BKI telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Baca juga: Kemarau Basah, Karhutla 2025 Minimal Harus Serendah 2022
Majelis hakim menghukum PT BKI untuk membayar ganti rugi lingkungan hidup sebesar Rp 282 miliar terdiri dari kerugian ekologis, dengan rincian meliputi penyimpanan air (Rp 215 miliar), pengaturan tata air (Rp 100 juta), pengendalian erosi (Rp 4,1 miliar), pembentuk tanah (Rp 168 juta), pendaurulangan unsur hara (Rp 15 miliar), pengurai limbah (Rp 1,4 miliar), keanekaragaman hayati (Rp 9 miliar), sumber daya genetik (Rp 1,3 miliar), pelepasan karbon (Rp 681 juta), dan penurunan karbon (Rp 238 juta)
"Tidak ada toleransi bagi siapa pun yang dengan sengaja membakar atau membiarkan lahannya terbakar. Tanggung jawab hukum melekat penuh pada pemilik atau pengelola usaha atas segala kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan yang terjadi di wilayah konsesinya," ucap Rizal.
Baca juga: Menteri LH Ingatkan Potensi Kebakaran Lahan meski Titik Panas Menurun
Sementara itu, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup KLH, Dodi Kurniawan, menyatakan putusan hakim mencerminkan komitmen pemerintah menindak tegas pelaku pembakaran lahan.
“Kami akan terus melakukan upaya hukum agar seluruh gugatan perdata lingkungan hidup dapat dikabulkan untuk seluruhnya demi kelestarian fungsi lingkungan hidup (ex aequo pro natura),” tutur Dodi.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya