KOMPAS.com - Sepanjang 2024, Indonesia telah kehilangan hutan seluas 261.575 hektare menurut penghitungan Auriga Nusantara.
Luas hutan yang hilang sepanjang 2024 mengalami kenaikan bila dibandingkan deforestasi pada 2023 yakni 257.384 hektare menurut Auriga Nusantara.
Dari jumlah hutan yang hilang sepanjang 2024, Kalimantan menjadi pulau yang mengalami deforestasi terparah dengan 129.896 hektare.
Baca juga: Auriga: Deforestasi Indonesia Tahun 2024 Naik, Kalimantan Terparah
Itu berarti, lebih dari separuh dari total deforestasi di Indonesia terjadi di bumi Borneo.
Ketua Auriga Nusantara Timer Manurung mengatakan, deforestasi terjadi di seluruh provinsi di Indonesia, kecuali Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
"Kita patut bersedih bahwa deforestasi di Indonesia meningkat," kata Timer dalam YouTube Auriga Nusantara, Jumat (31/1/2025).
Selain di Kalimantan, deforestasi di daerah lain juga tak kalah parah. Berikut 10 provinsi dengan deforestasi terparah sepanjang 2024 menurut data Auriga Nusantara.
Baca juga: Deforestasi Diprediksi Naik hingga Setengah Juta Hektare pada 2025
Timer menyampaikan, Kalimantan kembali menjadi pulau yang paling banyak mengalami deforestasi.
Bahkan selama 11 tahun berturut-turut, Kalimantan selalu menjadi pemuncak pulau dengan deforestasi terbesar.
"Hingga 2013, Sumatera cenderung menjadi pemuncak deforestasi di Indonesia. Situasi berubah sejak Jokowi, deforestasi berpindah ke Kalimantan," ucap Timer.
Timer menambahkan, pemerintah mengeluarkan banyak izin konsesi di Kalimantan.
Baca juga: Ubah Definisi Deforestasi, RSPO Dituding Permudah Konversi Hutan untuk Sawit
Timer berujar, penghitungan deforestasi yang dilakukan Auriga Nusantara dilakukan dengan tiga tahapan.
Pertama, mendeteksi dugaan deforestasi dengan dua pendekatan. Pendekatan pertama memanfaatkan data publik yang disediakan oleh Universitas Maryland.
Pendekatan kedua yakni membandingkan data bulanan sepanjang 2024 dengan data tutupan hutan pada 2017. Data dua pendekatan ini digabungkan dan diperoleh dugaan data deforestasi.
Kedua, inspeksi visual. Tahapan ini memeriksa satu per satu perubahan tutupan hutan dengan citra satelit beresolusi tinggi.
"Melalui inspeksi visual ini kami bisa mengetahui mana false deforestation," tutur Timer.
Ketiga, pemantauan langsung ke lapangan. Dalam tahapan ini, tim Auriga Nusantara terjun langsung ke daerah dugaan deforestasi berdasarkan data dua langkah sebelumnya.
"Sebenarnya inspeksi visual tadi sudah menghasilkan data. Tapi kami ingin lebih yakin dengan pemantauan lapangan dengan mengunjungi wilayah deforestasi di kawasan hutan," kata Timer.
Baca juga: KPH Bisa Cegah Deforestasi, tetapi Cuma pada Tahun Rentan Api
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya