KOMPAS.com - Arus investasi untuk berbagai proyek energi bersih sepanjang 2023 tercatat hampir dua kali lipat daripada gabungan pendanaan untuk energi fosil seperti minyak, gas, dan batu bara.
Temuan tersebut mengemuka berdasarkan studi terbaru Badan Energi Internasional atau IEA dalam World Energy Outlook 2024.
IEA menyebutkan, arus investasi untuk proyek energi bersih mendekati 2 triliun dollar AS atau sekitar Rp 30 kuadriliun.
Baca juga: Jurus Prabowo Swasembada Energi: Manfaatkan Sawit hingga Singkong
Di samping itu, biaya yang diperlukan untuk sebagian besar teknologi bersih kembali melanjutkan tren penurunan.
Hal ini membuat kapasitas pembangkitan listrik terbarukan. Diprediksi, akan ada hampir 10.000 gigawatt (GW) pembangkit energi bersih pada 2030.
Angka tersebut kurang dari target tiga kali lipat yang ditetapkan pada COP28, namun lebih dari cukup untuk menutupi pertumbuhan permintaan listrik global dan menurunkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.
"Bersama dengan tenaga nuklir, sumber-sumber energi rendah emisi dapat menghasilkan lebih dari separuh listrik dunia sebelum 2030," tulis IEA dalam laporan tersebut.
Baca juga: OJK Dorong Perbanyak Energi Bersih: Agar Pasar Karbon RI Berdaya Saing
Energi terbarukan juga meningkat lebih cepat daripada permintaan listrik di semua skenario.
Hal tersebut membuat pangsa bahan bakar fosil dalam pembangkitan listrik menjadi menurun.
Pada 2023, energi terbarukan menyediakan 30 persen pasokan listrik global. Sedangkan pangsa bahan bakar fosil turun tipis menjadi 60 persen, bauran terendah dalam 50 tahun.
Pada 2035, pangsa pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) dalam pembangkitan listrik diprediksi bakal melampaui 40 persen secara global.
Dan pada tahun 2050, pangsa PLTS dan PLTB semakin meningkat menjadi hampir 60 persen.
Baca juga: PLN Kembangkan Teknologi Hidrogen Hijau sebagai Energi dan Bahan Bakar
Di sisi lain, persebaran investasi dan teknologi energi bersih masih belum merata di seluruh dunia.
China menjadi negara yang berkontribusi paling besar terhadap pertambahan energi bersih global.
"Negeri Panda" menyumbang 60 persen dari penambahan kapasitas energi bersih di seluruh dunia pada 2023.
Pada 2030, PLTS di China bahkan diperkirakan akan melampaui total permintaan listrik Amerika Serikat (AS) saat ini.
Sementara itu, ketidakpastian kebijakan dan biaya modal yang tinggi menghambat proyek-proyek energi bersih di banyak negara berkembang.
Baca juga: Energi Terbarukan Perlu Jadi Prioritas DPR Periode Baru 2024-2029
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya