Melanjutkan topik sebelumnya tentang Energi Nuklir, kali ini kita akan membahas Bahan Bakar Nabati (BBN) sebagai salah satu pilar penting dalam mencapai swasembada energi.
BBN atau biofuel adalah bahan bakar yang berasal dari sumber hayati (biomassa), seperti tanaman sawit, tebu, singkong, sagu, hingga limbah organik seperti jerami dan serbuk gergaji.
Keunggulan utama BBN adalah sifatnya yang dapat diperbarui dan menghasilkan emisi karbon lebih rendah, sehingga membantu mengurangi dampak perubahan iklim. Selain itu, BBN juga bermanfaat bagi perekonomian lokal dengan membuka lapangan kerja baru, meningkatkan pendapatan petani, serta memperkuat ketahanan pangan dan energi nasional.
Baca juga: Nuklir Sebagai Pilar Swasembada Energi
Namun, industri sawit Indonesia sering mendapat kritik dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) internasional, terutama terkait deforestasi, pelanggaran hak pekerja, dan dampak lingkungan lainnya.
Beberapa LSM global telah lama menyoroti dampak negatif industri sawit terhadap kawasan hutan tropis, habitat satwa liar seperti orangutan dan harimau Sumatera, serta emisi karbon akibat pembakaran lahan.
Kampanye negatif ini memengaruhi persepsi masyarakat global, menurunkan permintaan, dan berdampak pada hubungan perdagangan internasional.
Sebelum memahami lebih jauh potensi BBN, penting untuk melihat situasi energi di Indonesia dan bagaimana BBN dapat menjadi kunci solusi kemandirian energi nasional.
Meskipun memiliki sumber daya alam melimpah, Indonesia masih bergantung pada impor minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM). Ketergantungan ini menyebabkan defisit perdagangan yang terus meningkat sejak 2003 hingga 2023 (perhatikan grafik di bawah) serta membuat Indonesia rentan terhadap lonjakan harga minyak dunia (oil shock).
Pada 2023, konsumsi BBM nasional mencapai 518 juta barel, sedangkan produksi minyak mentah dalam negeri hanya 221 juta barel. Akibatnya, Indonesia harus mengimpor 297 juta barel BBM, terdiri dari 129 juta barel minyak mentah dan 168 juta barel BBM.
Grafik Nilai Ekspor-Impor Minyak Mentah dan BBM (juta dollar AS) 2001-2023 (Sumber: BPS)
Impor BBM pada 2023 menghabiskan devisa negara hingga Rp 396 triliun, sementara subsidi BBM dan LPG yang dikeluarkan pemerintah mencapai Rp 95,6 triliun.
Pada 2024, jumlah subsidi ini melonjak hingga Rp230,5 triliun atau sekitar 8 persen dari total APBN.
Baca juga: Swasembada Energi Bukan Mimpi (1)
Lonjakan ini disebabkan oleh naiknya harga minyak dunia dan kebijakan pemerintah mempertahankan harga Pertalite serta subsidi untuk program biodiesel.
Besarnya anggaran subsidi ini mengurangi dana yang seharusnya dialokasikan untuk sektor lain seperti pendidikan dan kesehatan.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya