Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekosistem Energi Hidrogen Indonesia Tertinggal, Belum Punya Standar

Kompas.com, 13 Februari 2025, 18:12 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Penelitian baru dari Universitas Sheffield di Inggris mengungkap, Amerika Serikat dan China tempati peringkat teratas negara G20 dalam hal upaya mengembangkan bahan bakar hidrogen.

Temuan itu didapat setelah peneliti melakukan analisis terhadap indikator utama kemajuan masing-masing negara G20 dalam membangun ekonomi hidrogen seperti undang-undang, investasi, dan strategi hidrogen.

Ekonomi hidrogen adalah sebuah visi di mana hidrogen menjadi sumber energi utama dan memainkan peran sentral dalam sistem ekonomi global.

Dikutip dari Techxplore, Kamis (13/2/2025) analisis kemudian menemukan bahwa AS dan China adalah yang paling maju dalam semua aspek, diikuti oleh Inggris, UE, dan Kanada.

Meksiko, Arab Saudi, Indonesia, dan Turki dinilai memiliki ekonomi hidrogen yang paling tidak matang, sementara Korea Selatan, Rusia, dan India dianggap berada di tengah-tengah karena kemajuan mereka.

Baca juga: Mulai 2025 Jadi Masa Krusial Bangun Ekosistem Hidrogen Hijau Indonesia

Penilaian tim juga mengungkap beberapa perbedaan dalam pengembangan hidrogen beberapa negara.

Misalnya, Jepang ditemukan maju dalam strategi dan perencanaannya, tetapi tertinggal dalam investasi dan penetapan standar hidrogen.

Hal itu menunjukkan kesenjangan dalam komitmennya untuk membangun ekonomi hidrogen. Pola serupa diamati di Brasil, Afrika Selatan, Rusia, Argentina, dan India.

Hasil penelitian mencatat pula bahwa standar dan undang-undang hidrogen sangat bervariasi di seluruh negara G20.

Hanya China, AS, dan Inggris yang telah menerbitkan standar hidrogen terbaru.

Beberapa negara telah menyiapkan standar nasional mereka sendiri dalam beberapa tahun terakhir, seperti Argentina, Italia, dan Prancis.

Namun, beberapa negara sama sekali tidak memiliki standar hidrogen. Negara-negara tersebut adalah Brasil, India, Indonesia, Jepang, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Korea Selatan, dan Turki.

Peneliti pun menyerukan agar G20 mengembangkan standar yang diakui secara internasional untuk membantu mempercepat pengembangan hidrogen.

Baca juga: Ekspor Hidrogen Indonesia Berpotensi Hadapai Sejumlah Tantangan

"Bahan bakar hidrogen dianggap sebagai kunci bagi kita untuk beralih dari bahan bakar fosil dan memangkas emisi karbon, tetapi riset kami menemukan, kemajuan yang dicapai oleh masing-masing negara di G20 sangat bervariasi," kata Profesor Lenny Koh, Direktur Advanced Resource Efficiency Center dan Wakil Kepala Energy Institute di University of Sheffield.

"Meskipun ada negara yang berhasil, banyak negara yang tertinggal dan kesenjangan signifikan perlu ditutup untuk membantu mempercepat pengembangan hidrogen," paparnya lagi.

Satu hal penting yang dapat dilakukan G20 adalah menciptakan standar yang diakui secara internasional, yang akan membantu membangun pasar yang terpadu.

Ini harus dimulai dengan definisi yang jelas tentang hidrogen dan ambang batas emisi yang terstandarisasi untuk mengurangi kebingungan di antara para pemangku kepentingan yang terlibat dalam membangun ekonomi hidrogen di seluruh G20.

"Temuan ini dapat membantu negara-negara G20 melihat kesenjangan dalam ekonomi hidrogen mereka dan menginformasikan investasi dan kebijakan masa depan mereka. Investasi yang ditargetkan ini sangat penting dalam membuat undang-undang seputar hidrogen yang efektif," tambah Dr. Moein Shamoushaki, rekan peneliti dari University of Sheffield.

Studi diterbitkan dalam jurnal Renewable and Sustainable Energy Reviews.

Baca juga: RDF Plant Jakarta Dilengkapi Teknologi Penyerap Bau Amonia dan Hidrogen Sulfida

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
Pemerintah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
LSM/Figur
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
Swasta
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Swasta
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
LSM/Figur
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
LSM/Figur
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau