KOMPAS.com - Kebijakan pemangkasan anggaran Kementerian Pertanian serta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDT) dinilai bakal menimbulkan dampak besar pada sektor pembangunan desa dan pertanian.
Hal tersebut disampaikan Kepala Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan (PSPK) Universitas Gadjah Mada (UGM) sekaligus Profesor Bambang Hudayana, sebagaimana dikutip dari situs web UGM, Senin (17/2/2025).
Untuk diketahui, anggaran Kementerian Pertanian dipangkas Rp10,28 triliun dari total pagu awal Rp 29,3 triliun. Sedangkan anggaran Kemendes PDT dipangkas Rp 772 miliar dari total pagu Rp 2,19 triliun.
Baca juga: Terimbas Efisiensi Anggaran, Jadwal Perpustakan Keliling di Lebak Dikurangi
Bambang yang juga merupakan dosen Antropologi Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM mengatakan, pemotongan anggaran dengan jumlah besar berdampak negatif terhadap kesejahteraan petani.
Pasalnya, sektor pertanian membutuhkan suntikan dana yang besar, terutama untuk tanaman pangan dan hortikultura.
"Jika subsidi dan dukungan pemerintah berkurang, maka akses petani terhadap pupuk, bibit, dan obat-obatan pertanian akan semakin sulit," kata Bambang.
Bambang juga menyoroti dampak pemotongan anggaran terhadap ketersediaan sarana prasarana pertanian, seperti irigasi dan infrastruktur pendukung yang sangat krusial.
"Jika saluran air tidak berfungsi atau tanggul rusak tanpa ada perbaikan karena nihilnya dana, produksi pertanian akan menurun drastis," papar Bambang.
Baca juga: Efisiensi Anggaran, Apa Dampaknya ke Perbankan?
Selain itu, tantangan bagi sektor pertanian semakin berat di tengah perubahan iklim dan fluktuasi pasar global.
"Efek jangka panjangnya kalau sampai produksi dalam negeri kurang dan kita harus impor, tetapi barangnya tidak tersedia, tentu akan sangat berbahaya bagi Indonesia," ujarnya.
Bambang juga menyoroti imbas pemotongan anggaran terhadap program penguatan ekonomi desa, contohnya melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Dengan pemangkasan anggaran, banyak BUMDes yang berpotensi kehilangan pendampingan dan pembinaan.
Padahal, sudah banyak desa yang mulai berkembang dengan sektor ekonominya sendiri seperti pengolahan sampah, pengolahan minyak jelantah, hingga desa wisata.
Baca juga: Pelajar MAN 2 Bekasi Demo, Tuntut Kepala Sekolah Mundur karena Anggaran Tak Transparan
"Jika anggaran pendampingan berkurang, desa-desa ini bisa kehilangan daya saingnya," papar Bambang.
Menurutnya, pemotongan anggaran seharusnya tidak dilakukan pada sektor-sektor yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat kecil.
Ia mendorong pemerintah untuk mencari solusi yang lebih berpihak pada petani dan desa.
Misalnya dengan memperkuat inovasi lokal, memberikan insentif bagi usaha berbasis desa, serta memastikan alokasi dana agar tetap mendukung pertumbuhan ekonomi pedesaan.
"Jangan sampai pembangunan desa dan pertanian menjadi sektor yang dikorbankan karena dampaknya bisa berkepanjangan bagi stabilitas ekonomi dan sosial," ucap Bambang.
Baca juga: Mendes PDT: Dana Desa Rp 71 Triliun Tidak Terdampak Efisiensi Anggaran
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya