KOMPAS.com - Bursa Efek Indonesia (BEI) menilai, aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola atau environmental, social, and governance (ESG) telah menjadi aspek penting dalam strategi pengambilan keputusan investasi oleh para pelaku pasar.
Hal tersebut disampaikan Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik di Main Hall BEI, Senin (17/2/2025).
Jeffrey menuturkan, itu tercermin dari berbagai produk investasi berbasis ESG yang terus mencatatkan pertumbuhan di pasar modal Indonesia.
Baca juga: Transformasi ESG di Tengah Guncangan Geopolitik Global
"ESG sekali lagi tidak hanya dipandang sebagai aspek yang baik untuk dimiliki, tetapi menjadi aspek penting dalam strategi pengambilan keputusan investasi," ujar Jeffrey, sebagaimana dilansir Antara.
Ia mengungkapkan, penerbitan Efek Bersifat Utang atau Sukuk (EBUS) berwawasan lingkungan atau berbasis ESG di BEI telah mencapai sekitar Rp 24 triliun.
Lalu, pertumbuhan produk reksadana dan Exchange Traded Fund (ETF) yang mengacu pada indeks bertema ESG pertumbuhannya mencapai 211 kali lipat.
Kemudian, pertumbuhan produk investasinya meningkat 25 kali lipat dalam kurun waktu sembilan tahun, dari 2015 sampai 2024.
Baca juga: 74 Persen Perusahaan APAC Masukkan Metrik ESG dalam Gaji Eksekutif
"Itu menunjukkan peningkatan demand (permintaan) yang luar biasa terhadap produk investasi yang mengintegrasikan aspek ESG," ujar Jeffrey.
Dia berujar, BEI berkomitmen untuk terus melakukan inisiatif yang mendorong peningkatan ESG di industri pasar modal Indonesia.
Salah satunya menjadi bagian UN Sustainable Stock Exchanges Initiative (UN SSI) dan menjalankan rekomendasinya.
Selain itu, lanjutnya, BEI juga telah meluncurkan dan mengembangkan indeks berbasis ESG yang saat ini sudah ada lima indeks berbasis ESG.
"Kami juga melakukan koordinasi terkait pengembangan sustainabilty (keberlanjutan) bersama-sama dengan bursa di kawasan dalam forum ASEAN Interconnected Sustainability Ecosystem," ujar Jeffrey.
Baca juga: Studi: Hilirisasi Nikel Perlu Terapkan ESG untuk Ciptakan Pekerjaan Hijau
Jeffrey menuturkan, BEI juga meluncurkan Net Zero Incubator pada 2024 untuk mendorong dekarbonisasi dari perusahaan tercatat di BEI.
"Kami menjalankan workshop dan sosialisasi sebagai bagian dari capacity building (pengembangan kapasitas) kepada stakeholder (pemangku kepentingan) di pasar modal," ujar Jeffrey.
Lebih lanjut, per 11 Februari 2025, Bursa Karbon Indonesia atau IDXCarbon telah mencatatkan nilai transaksi senilai Rp 70,85 miliar dengan total volume perdagangan sebanyak 1.414.629 dan frekuensi sebanyak 204 kali.
Dengan peningkatan investasi berkelanjutan di Indonesia, Jeffrey berharap momentum ini dapat dimanfaatkan maksimal oleh seluruh pemangku kepentingan.
"Upaya ini tak hanya mendukung pertumbuhan sustainable finance (pembiayaan berkelanjutan) di Indonesia tapi berkontribusi net zero emission (emisi bersih nol) Indonesia pada 2060 atau lebih cepat," ujar Jeffrey.
Baca juga: Bagaimana AI Membantu Manajer ESG Mendorong Keberlanjutan?
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya